Selama ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten maupun provinsi telah gencar melaksanakan sosialisasi kepada berbagai kalangan masyarakat tentang pilkada tersebut.
Para pasangan calon dan tim suksesnya baik calon bupati dan calon wakil bupati maupun calon gubernur dan calon wakil gubernur telah sibuk menyosialisasikan pasangannya.
Gambar pasangan calon berupa banner dan baliho juga telah terpasang di sudut-sudut kampung dan juga di pinggir jalan raya.
Di tengah ingar bingar menjelang pelaksanaan pilkada tersebut ada sekelompok warga penyandang tunagrahita atau difabel intektual yang memiliki hak pilih namun kurang mendapatkan perhatian, bahkan mereka belum tahu apakah terdaftar sebagai pemilih atau tidak.
Para penyandang tunagrahita tersebut menjalani rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Grahita (BBRSBG) "Kartini" Temanggung. Sebagian besar penerima manfaat di bawah lembaga Kementerian Sosial RI tersebut tinggal di asrama BBRSBG.
Kepala BBRSBG "Kartini", C. Clara ES. mengatakan, menjelang pelaksanaan pilkada, KPU Kabupaten Temanggung telah melaksanakan sosialisasi ke lembaga tersebut. Sosialisasi dilakukan kepada para pendamping yang mengasuh anak-anak di asrama maupun di dalam kelas.
"Kami menyiapkan 30 pendamping untuk menyosialisasikan kepada anak-anak, karena KPU tidak sanggup untuk melaksanakan sosialisasi langsung kepada anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, sosialisasi kepada anak-anak harus dilakukan berulang-ulang dan disampaikan dengan penuh kesabaran, bahkan menjelang menuju tempat pencoblosan mereka juga harus diingatkan.
Clara menuturkan, yang lebih penting bagi para pendamping adalah melakukan sosialisasi dan menjelaskan kepada anak-anak dengan rambu-rambu tidak akan mempengaruhi atau mengarahkan kepada pasangan calon tertentu.
Jumlah penerima manfaat di BBRSBG sebanyak 250 anak, 164 anak di antaranya memiliki hak suara, terdiri atas 58 anak berhak memilih calon bupati dan calon gubernur karena mereka warga Temanggung dan 106 anak hanya memiliki hak suara untuk memilih calon gubernur karena mereka bukan warga Temanggung.
Ia mengatakan, dari 58 anak asal Temanggung, yang tinggal di asrama sebanyak 33 anak, sedangkan sisanya dilaju dari rumah.
Semula ada wacana dari KPU, bagaimana kalau anak Temanggung yang tinggal di asrama dipulangkan saat pilkada, biar mereka memilih di daerah asalnya.
Namun, katanya, hal itu sulit dilakukan karena untuk memulangkan mereka pihak BBRSBG harus memberi uang transportasi untuk anak dan orang tuanya yang harus menjemput, padahal tidak ada anggarannya.
Berdasarkan keterangan dari KPU, nantinya anak-anak yang tinggal di asrama bisa menggunakan hak pilih di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di sekitar asrama dengan menggunakan surat pindah pemilih.
Menurut dia, salah satu hal penting yang harus disampaikan kepada anak dalam sosialisasi adalah bahwa nantinya anak ada yang mendapat satu kartu suara dan ada yang mendapat dua kartu suara berdasarkan asal daerahnya.
"Hal ini sangat penting dilakukan karena kalau ada temannya diberi dua kartu suara, sedangkan anak lainnya dapat satu kartu suara hal ini dapat menimbulkan rasa iri dan mengakibatkan mereka jengkel dan marah sehingga justru tidak akan menggunakan hak pilihnya," katanya.
Ia mengatakan kebetulan 30 pendamping yang ditunjuk tersebut tinggal di sekitar BBRSBG dan mereka kebanyakan menjadi petugas pemungutan suara di TPS sehingga akan memudahkan dalam koordinasi dan memandu anak saat berada di TPS.
"Anak-anak akan lebih mudah diatur oleh para pendamping atau pengasuhnya. Mereka akan patuh dengan aba-aba dari pendamping yang sudah ada di TPS tersebut. Selain itu, pendamping yang menjadi petugas TPS itu akan melaporkan ke asrama jika di TPSnya masih ada sisa kartu yang digunakan untuk anak-anak," katanya.
Menurut dia, hal yang mungkin sulit dilakukan bagi anak-anak tunagrahita adalah agar mereka tidak menceritakan pilihannya usai mencoblos kepada orang lain atau teman-temannya, karena mereka jujur.
"Hal lain yang perlu berhati-hati dilakukan adalah saat pendamping melakukan sosialisasi jangan sampai seolah-olah menyuruh memilih pasangan calon tertentu. Hal ini bisa dihindari dengan sosialisasi menggunakan gambar siluet. Kalau menggunakan gambar asli kemudian dalam sosialisasi menunjuk pasangan calon tertentu maka dianggap disuruh mencoblos gambar tersebut, hal ini harus dihindari," katanya.
Ia mengatakan, anak difabel intelektual ini meskipun usianya sudah dewasa kelakuannya masih seperti anak-anak, maka mereka harus sering dimotifasi.
Pendampingan
Komisioner KPU Temanggung Bidang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Ari Murti Hendrowardani mengatakan pada Undang-Undang Pemilu hanya menyebut penyandang cacat dan keterbatasan fisik yang harus difasilitasi dan perlu pendamping, sedangkan penyandang tunagrahita tidak.
Menurut dia, hal tersebut merupakan sebuah celah yang harus diperhatikan agar tidak terjadi penyimpangan.
Ia mengatakan, pendampingan saat mencoblos diperlukan mengingat mereka tidak bisa berpikir dengan cepat, meskipun tubuhnya secara fisik dewasa namun tingkah laku dan pikirannya seperti anak-anak.
"Saat sosialisasi harus hati-hati, sebab bisa menjadi semacam perintah untuk mencoblos salah satu pasangan," katanya.
Ia mengatakan, warga penyandang tunagrahita tidak hanya di BBRSBG, jumlahnya cukup banyak di Jawa Tengah sehingga mereka rawan dimanfaatkan.
Pada pilkada mendatang, katanya, penerima manfaat di BBRSBG yang tidak pulang kampung dapat mencoblos di sejumlah TPS sekitar BBRSBG.
Ia menuturkan, mereka baru bisa mencoblos setelah pukul 12.00 WIB atau satu jam sebelum pemungutan suara ditutup karena dihitung pemilih yang pindah.
"Keterbatasan cadangan surat suara, mereka pun tidak dijamin bisa mencoblos, maka perlu peran aktif dari guru untuk mencarikan TPS yang masih ada surat suara," katanya.
Ari mengatakan, diperlukan kesepakatan antara KPU dan panitia pengawas guna mengatasi warga penyandang tunagrahita tersebut. Bila tanpa pendamping kemungkinan mereka tidak bisa menggunakan hak pilih, tetapi bila dengan pendamping diperlukan yang netral, seperti yang berdomisili di luar Jawa Tengah.