Tangis sedih dan gembira pun sulit dibedakan ketika mendengar tawaran beasiswa dari Bupati untuk melanjutkan pendidikan di sekolah menengah kejuruan (SMK).
Impian untuk bisa bersekolah di SMK dengan mengambil jurusan Akuntansi itu memang sudah dicita-citakan Indah yang saat ini masih tercatat sebagai siswi kelas IX Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 4 Rembang.
Akan tetapi cita-cita tersebut selama ini masih sebatas impian, karena dia menghadapi dilema.
Kalau dia melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, berarti harus meninggalkan keluarganya karena lokasi SMK terdekat berada di Kecamatan Bobotsari yang berjarak sekitar 25 kilometer dari desanya.
Padahal, selama ini dia menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai buruh pembuat bulu mata palsu pada sebuah plasma perusahaan rambut palsu.
Namun kalau tidak melanjutkan sekolah, cita-citanya pun tak akan tercapai.
Oleh karena itu, dia hanya bisa berkaca-kaca saat mendengar tawaran beasiswa yang disampaikan Bupati menjelang Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei.
Tawaran tersebut seolah merupakan kado terindah bagi Indah di Hardiknas karena cita-citanya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dapat tercapai.
Bahkan, dia pun hanya bisa berkata "saya" saat Bupati menanyakan siapa yang memasak makanan untuk keluarga.
Bupati pun tidak bisa menahan haru ketika mendengar jawaban Indah, dan dia terlihat meneteskan air mata sehingga berupaya mengalihkan perhatian dengan menyapa adik bungsu Indah, Sayang (5).
Indah Sari yang masih berstatus pelajar ini harus bekerja sambilan sebagai buruh pembuat bulu mata palsu pada sebuah plasma perusahaan rambut palsu, guna mencukupi kebutuhan tiga adiknya, yakni Supriyani Astuti (15), Juliah (13), dan Sayang (5) serta ibundanya Tarmini (45) yang mengalami depresi sejak melahirkan putri bungsunya.
Sementara ayahnya, Warsito, telah meninggal dunia pada akhir 2012 setelah sekian lama sakit-sakitan akibat komplikasi berbagai penyakit dalam seperti paru-paru dan jantung.
Pekerjaan sambilan ini dia kerjakan karena uang kiriman kakaknya yang bekerja di Kalimantan, Tanto Purnomo (23), tidak mencukupi kebutuhan karena uang sebesar Rp300 ribu per bulan itu harus dipotong Rp100 ribu untuk membayar utang ibunya pada seseorang.
Upah yang dia peroleh dari pekerjaan membuat bulu mata palsu itu rata-rata sebesar Rp150 ribu per bulan dan digunakan menambah kebutuhan keluarga.
Pekerjaan yang telah ditekuni sejak lima tahun lalu tersebut dikerjakan di rumahnya yang berukuran 5x6 meter dan terbuat dari papan serta bilik bambu dan berlantaikan tanah.
Rumah yang tidak memiliki fasilitas MCK ini dibangun di atas tanah bengkok desa yang disewa dengan harga Rp4 juta namun baru dibayar Rp1 juta.
Kadang pekerjaan membuat bulu mata palsu itu dibantu dua adiknya, Supriyani Astuti dan Juliah, setelah mereka belajar.
Selain bekerja sebagai buruh, Indah juga harus memasak untuk keluarganya.
Mereka sering kali hanya makan dua kali dalam sehari.
Meskipun harus menjadi buruh plasma bulu mata palsu, Indah termasuk pelajar berprestasi karena mendapat peringkat enam di kelasnya.
Bahkan, dia juga ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi di SMK dengan mengambil jurusan akuntansi.
Sementara dua adiknya, Supriyani Astuti dan Juliah, masih duduk di bangku kelas VII (kelas 1) SMPN 4 Rembang.
Juliah juga meraih peringkat lima di kelasnya, sedangkan Supriyani berprestasi di bidang olahraga karena pernah menjadi juara II kejuaraan tenis meja tingkat kabupaten sehingga mendapat beasiswa.
Indah dan adik-adiknya yang selama ini terlihat tegar, justru menangis ketika mendapat bantuan berupa uang, bahan makanan, dan peralatan sekolah dari Bupati Purbalingga.
Bahkan, saat hendak ditanya wartawan terkait perasaannya, Indah dan Juliah justru semakin histeris.
Supriyani Astuti yang semula hanya terlihat berkaca-kaca pun langsung menangis usai diwawancarai wartawan.
"Alhamdulillah, terima kasih Allah, kami mendapat bantuan. Kami sangat berterima kasih kepada Pak Bupati, Dinas Pendidikan, dan semuanya," kata dia yang langsung menangis di pelukan salah seorang gurunya.
Saat ditemui wartawan, Bupati Heru Sudjatmoko mengatakan bahwa masalah yang dihadapi Indah perlu penanganan komprehensif.
"Ini nanti perlu komprehensif. Hanya saja saya baru berpikir, kalau yang besar (Indah, red.) yang sekarang kelas 3 SMP misalnya saya ambil untuk sekolah di SMK Dhuafa, harus dipikirkan juga yang di rumah karena ibunya juga kurang sehat," katanya.
Menurut dia, permasalahan yang dihadapi Indah dan keluarganya sebagai contoh solusi yang tidak bisa hanya sepotong.
"Tapi tidak mungkin diboyong semua. Kalau diboyong semua, tidak hanya satu karena ada yang mirip-mirip, di tempat lain pasti ada," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya berusaha mencari solusi terbaik guna menangani permasalahan yang dihadapi Indah dan keluarganya.
"Saya kira masih banyak warga kami yang hidupnya belum seperti yang kita harapkan. Ini tentu tidak cukup penanganan seketika satu kasus, tapi ini menjadi momentum, artinya pemerintah di satu wilayah diingatkan bahwa masih banyak PR (pekerjaan rumah)," katanya.
Menurut dia, permasalahan ini tidak bisa hanya ditangani satu kasus lalu selesai seluruhnya karena permasalahan yang dihadapi Indah seperti gunung es.
"Bukannya saya menggeneralisasi, saya yakin tidak hanya di Purbalingga. Ini pesan moralnya, pejabat pemerintah harus jujur, jujur melihat keadaan, jangan hanya memamerkan keberhasilan," katanya.
Ia mengatakan bahwa keberhasilan itu penting untuk memotivasi.
Akan tetapi, kata dia, jangan sampai dengan melihat keberhasilan akhirnya lupa. Dengan kata lain, tidak cukup makronya tetapi juga mikronya.
"Jangan hanya bicara pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, itu angka rata-rata. Tapi juga mikronya di lapangan," katanya.
Bahkan, usai mengunjungi rumah Indah, Bupati segera menggelar rapat bersama sejumlah kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD), Camat Rembang, Kepala Desa Panusupan, dan Kepala SMPN 4 Rembang di salah satu ruang SMPN 4 Rembang guna membahas permasalahan keluarga Indah.
Dalam rapat tersebut, Bupati sempat menegur Kepala Desa Panusupan Imam Yulianto karena dinilai kurang peka terhadap warganya.
Saat ditemui usai rapat, Bupati mengatakan bahwa ada dua solusi untuk menangani permasalahan yang dihadapi keluarga Indah, yakni solusi jangka pendek dan solusi jangka panjang.
"Solusi jangka pendek di antaranya tercukupi kebutuhan makan, kalau sakit jangan sampai telantar, dan sekolahnya bisa lanjut," katanya.
Menurut dia, Indah yang ingin melanjutkan sekolah di SMK dengan mengambil jurusan akuntansi akan difasilitasi beasiswa.
Terkait keberadaan kakak Indah yang saat ini bekerja di Kalimantan, dia meminta Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Purbalingga untuk segera menghubungi Tanto Purnomo dan memintanya untuk pulang guna mengurus keluarga.
Kendati demikian, kata dia, Dinsosnakertrans harus bisa memastikan Tanto memperoleh pekerjaan di Purbalingga setelah meninggalkan Kalimantan.
"Dia punya keterampilan apa, jangan sampai dia menganggur setelah pulang, harus dicarikan pekerjaan. Maksud saya, kalau adiknya sekolah, dia bisa bekerja sambil melindungi keluarganya," kata Heru menegaskan.
Terkait dengan hal itu, Kepala Dinsosnakertrans Purbalingga Ngudiarto menyatakan pihaknya siap menghubungi Tanto untuk memintanya pulang termasuk mencarikan pekerjaan di Purbalingga.
Sementara itu, Kepala Desa Panusupan Imam Yulianto mengaku prihatin karena baru mengetahui jika ada warganya yang hidup miskin.
"Saya baru menjabat sebagai kepala desa dan selama 10 tahun terakhir tidak tinggal di sini. Mungkin masih banyak warga saya yang kehidupannya seperti itu," katanya.