Dua peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Arsil dan Dian Rosita, dalam siaran persnya yang diterima Antara di Semarang, Sabtu, mencontohkan implementasi sistem kamar yang sudah satu tahun lebih diterapkan di Mahkamah Agung (MA).

Lagi pula, kata Arsil, pada awal tahun 2013, beberapa jabatan pimpinan di MA kosong karena para pemangku jabatan-jabatan tersebut telah memasuki masa pensiun. Kekosongan beberapa jabatan pimpinan ini merupakan kesempatan baik bagi lembaga tersebut untuk merombak dan memperbaiki struktur organisasi.

LeIP yang merupakan mitra Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia mengingatkan bahwa perubahan struktur organisasi itu adalah amanat dari Cetak Biru Mahkamah Agung 2010--2035, yakni memiliki struktur organisasi yang tepat dan manajemen organisasi yang jelas dan terukur.

Perubahan struktur itu, kata Dian Rosita menambahkan, juga merupakan upaya lanjutan dari penerapan sistem kamar di MA. Sistem kamar yang mulai diterapkan pada bulan September 2011 menyatakan bahwa MA terdiri atas lima kamar (Pidana, Perdata, Agama, Tata Usaha Negara, dan Militer).

Dalam SK KMA 017/2012 tentang Penerapan Sistem Kamar diatur bahwa Ketua Kamar dijabat oleh unsur pimpinan. Dengan demikian, struktur pimpinan MA yang ada saat ini tidak tepat karena memiliki sembilan ketua muda (tujuh ketua muda bidang perkara dan dua ketua muda nonperkara).

Dalam siaran pers yang pengirimannya melalui surat elektronik Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan PSHK Ronald Rofiandri disebutkan MA harus memanfaatkan momentum habisnya masa jabatan beberapa figur pimpinan lembaga tersebut untuk melakukan restrukturisasi organisasi dengan lebih mulus.

Tercatat Ketua Muda Pidana Khusus Djoko Sarwoko, pensiun pada akhir Desember 2012, kemudian Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Abdul Kadir Mappong pada akhir Januari 2013.

Saat ini, juga terdapat kekosongan kursi Ketua Muda Perdata Khusus karena Muhamad Saleh yang menjabat sebelumnya terpilih menggantikan Abdul Kadir Mappong sebagai Wakil Ketua MA Bidang Yudisial mulai 13 Februari 2013.

Pada tanggal 21 Februari 2013, Ketua MA Hatta Ali mengatakan bahwa Mahkamah Agung tengah melakukan kajian tentang perubahan organisasi Mahkamah Agung termasuk pimpinan. Salah satu yang tengah dikaji adalah perlu atau tidaknya jabatan Ketua Muda Pidana Khusus dipertahankan.

Hatta Ali menyatakan bahwa kekosongan jabatan Ketua Muda Pidana Khusus tidak memengaruhi kinerja MA karena tugas dan fungsinya bisa dijalankan oleh Ketua Muda Pidana Umum (sumber: HukumOnline 21/2/2013). Upaya ini, menurut LeIP, perlu didukung semua pihak, termasuk DPR RI.

Saat ini, kata Dian Rosita, DPR RI tengah membahas Rancangan Undang-Undang tentang MA. Namun sayangnya, dalam RUU MA yang tengah dibahas terefleksi dukungan terhadap restrukturisasi organisasi MA dan dukungan terhadap implementasi sistem kamar yang sedang berjalan saat ini.

RUU MA mengatur bahwa kamar di MA akan dibagi menjadi tujuh kamar (ditambah kamar pajak dan kamar tata negara). Pengaturan seperti ini tidak tepat dan tidak sesuai di tengah upaya perombakan organisasi MA ke arah yang lebih efisien (right-sizing), kata Arsil menambahkan.

Menurut dia, kamar pajak tidak perlu dibuat tersendiri, tetapi bisa menjadi subkamar TUN, sedangkan kamar tata negara (uji materil) merupakan kewenangan antarkamar tergantung dari substansi perkara uji materiil yang diajukan, sebagaimana diatur di dalam SK MA 017/2012.

Atas dasar itulah, LeIP meminta DPR RI mengatur agar MA menerapkan sistem kamar sesuai dengan kebutuhan penanganan perkara dengan tujuan menjaga kualitas putusan MA.

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu menyatakan bahwa pihaknya mendukung langkah MA untuk melakukan restrukturisasi organisasi, termasuk perampingan jabatan di tingkat pimpinan.

Kemudian, pihaknya juga mendorong MA tidak mengisi kembali jabatan Ketua Muda Pidana Khusus dan Ketua Muda Perdata Khusus agar sistem kamar di MA dapat diterapkan secara efektif.

Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024