Mereka antara lain Trimi (45), Suwarsi (45), Wartini (35), dan Warni (30), warga Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali yang sedang bekerja di lahan budi daya buncis prancis di areal pertanian dusun setempat.

Sebagian areal pertanian tersebut, saat ini menjadi salah satu lokasi pengembangan budi daya buncis prancis oleh kelompok wanita tani tersebut. Kawasan yang masuk Kabupaten Boyolali itu memang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Magelang.

Dua lelaki masing-masing Pujiono (50), suami Suwarsi dan Sugimin (50), suami Warni, bekerja dengan cangkulnya, membuat bedengan di petak lahan buncis sebelahnya, siang itu yang juga hari ketiga Tahun Baru 2013.

Langit di kawasan Gunung Merapi itu memang berwarna putih karena tertutup awan, namun cuaca terlihat tetap cerah, saat mereka bekerja dengan bermandi keringat di areal pertanian buncis prancis yang dikelola KWT "Merapi Asri" dengan dipimpin seorang perempuan petani Dusun Gowok, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Maria Margareta Srini (53).

Mereka setiap hari bekerja mulai pukul 07.00 hingga 16.00 WIB mengurus tanaman buncis jenis prancis itu dengan bayaran Rp24.000 per hari, sedangkan pekerja laki-laki Rp25.000.

"Sebelum ini saya ikut kerja di seorang juragan sayuran," kata Wartini tanpa merinci bayaran dan lama bekerjanya.

Hari itu (3/1) sebagai saat petik ke-20 buncis prancis. Masa tanam buncis prancis sekitar 40 hari dengan perkiraan total pemetikan 26 kali. Pemetikan dilakukan setiap hari dengan total pemetikan di areal seluas 3.000 meter persegi di desa itu, sekitar 60 kilogram.

"Ada satu lagi perempuan tani di sini yang baru saja mulai mencoba menanam buncis prancis di lahannya secara mandiri," kata Ketua KWT "Merapi Asri" Srini, sambil berjalan kaki melewati pematang untuk menuju lahan tanaman buncis milik perempuan dusun setempat bernama Tukinah itu.

Pada Kamis (3/1) pagi, seorang petani yang warga Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang juga datang ke rumah Srini di Dusun Gowok Ringin, Desa Sengi untuk membeli bibit buncis prancis, untuk dibudidayakan di lahannya.

Pihaknya menyiapkan paket budi daya buncis prancis sesuai standar kualitas ekspor antara lain benih, pupuk organik cair, obat organik penyubur tanaman, dan perangsang bunga dengan harga Rp119.000 per paket.

Belum lama ini, sejumlah petani dari Desa Bandungan, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang dan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung juga ikut "nimbrung" menyetor panenan buncis prancis untuk turut dipasarkan, termasuk dipilah untuk ekspor melalui KWT "Merapi Asri". Kaliangkrik di kawasan Gunung Sumbing, sedangkan Ngadirejo di kawasan Gunung Sindoro.

"Sudah setor beberapa kali, totalnya sekitar lima kuintal, yang memang berkualitas kami ikutkan untuk ekspor," kata Srini yang juga istri Yohanes Berman Sukamto (57) dengan karunia tiga anak, yakni Antonius Doni Cahyadi (29), Irene Widiastuti (24), dan Viviana Desiani (21) itu.

Selagi sejumlah perempuan Tlogolele siang itu bermandi keringat di areal pertanian buncis prancis itu, dua perempuan lain asyik menyortir panenan tersebut di atas meja satu ruang di rumah Srini yang juga sebagai kantor KWT "Merapi Asri" di Dusun Gowok Ringin, Desa Sengi.

Mereka adalah Puji Lestari (26) dan Yani (29), memilah-milah buncis untuk mendapatkan standar kualitas ekspor antara lain berukuran panjang 10-14 centimeter dan tanpa cacat.

Jumlah pekerja yang semua para perempuan kawasan Gunung Merapi terkait dengan proses pemilahan hingga pengepakan buncis prancis di kelompok itu, sebanyak enam orang. Beberapa di antara mereka bekerja mengepak buncis sejak pukul 18.00 hingga 23.00 WIB dengan total hasilnya sekitar satu kuintal setiap hari.

"Pengiriman melalui perusahaan ekspor hortikultura di Soropadan Agro Ekspo Temanggung (SAE Temanggung dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jateng, red.), untuk diekspor ke Singapura dan satu perusahaan lainnya di Kopeng, Salatiga, ke Malaysia," katanya.

Ia menjelaskan usaha ekspor buncis prancis telah mulai dilakoni kelompok wanita tani yang saat ini beranggota 42 orang berasal dari berbagai dusun, terutama di kawasan barat daya Gunung Merapi Kabupaten Magelang itu, sejak Februari 2012.

Total areal budi daya buncis prancis yang dimiliki kelompok tersebut, saat ini sekitar 15.000 meter persegi dari total lahan pertanian hortikultura milik anggotanya yang sekitar 30.000 meter persegi.

Pihaknya segera membarui nota kesepahaman dengan perusahaan yang turut mengekspor buncis prancis panenan anggota kelompok tani Merapi itu, untuk lanjutan ekspor pada 2013. Buncis prancis panenan perempuan petani kelompok itu, berdasarkan kontrak ekspor 2012, dengan harga Rp9.000 per kilogram.

Buncis prancis hasil sortiran mereka, dipasok ke pasar lokal seperti swalayan dengan harga untuk jenis super Rp4.500 per kilogram dan kualitas umum Rp1.000. Harga buncis jenis lokal di pasaran setempat saat ini sedang turun menjadi Rp1.250 per kilogram, sedangkan harga normal Rp2.000.

"Karena sudah kontrak, kami mendapat jaminan harga yang pasti, tidak berubah-ubah. Sampai saat ini, di sini, kami belum ada pesaing, kami junjung standar kualitas ekspor," kata Srini.

Melalui budi daya buncis prancis yang khusus untuk menerobos pasaran ekspor, setidaknya perempuan tani kawasan Gunung Merapi membuktikan daya tangguh mereka mengelola alam pertanian.

Pewarta : M Hari Atmoko
Editor : Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025