"Kami melihat majelis hakim perkara Yuli ini tidak objektif, tidak independen, dan tidak berkeadilan," kata ketua IAI M Dani Pratomo saat menyerahkan berkas laporan ke KY Jakarta, Rabu.

Hakim yang memutuskan perkara tersebut adalah Cipto S Basuki selaku Ketua Hakim dan dua Hakim Anggota, Rama J Purba dan Gading Muda Siregar.

Menurut dia, hakim terlapor tersebut telah memutus tanpa mempertimbangkan profesi apoteker yang telah di atur dalam UU yang menaunginya.

Dani berharap pelaporan ini dapat menjadi pelajaran berharga agar masyarakat atau pemilik modal menghargai kode etik apoteker saat menjalankan profesinya.

Sementara Kuasa Hukum Yuli, Bambang Joyo Supeno, mengatakan hakim cenderung membela pelapor (pemilik apotik Dirgantara, Wiwik Suprihartiningsih), sikap perilaku hakim tidak obyektif, tidak independen, pendapat ahli tidak dipertimbangkan
sama sekali.

"Pendapat ahli yang menyatakan bahwa tindakan Yuli sebagai apoteker sudah benar, namun hakim tidak mempertimbangkan sama sekali," katanya.
Menanggapi laporan ini, Ketua Bidang Pengawasan hakim dan Investigasi Komisi
Yudisial (KY) Suparman Marzuki mengatakan pihaknya akan segera memeriksa jika diketemukan hakim terlapor melakukan pelanggaran perilaku dalam memutus perkara tersebut.

"KY akan memeriksa jika ada pelanggaran perilaku dalam putusan tersebut, seperti
ada kejanggalan dalam memutus, bertemu dengan para pihak, hakim tidak imparsial (memihak)," katanya.

Untuk itu, Suparman meminta pelapor untuk melengkapi berbagai alat bukti yang mendukung terkait laporan yang diajukan tersebut.

"Kalau ada bukti untuk diserahkan, atau paling tidak testimono dari sesorang yang melihat adanya pelanggaran yang dilakukan hakim," kata Suparman.

Kasus tersebut bermula dari laporan pemilik Apotik Dirgantara Ngaliyan Semarang Wiwik Suprihartiningsih terhadap apotekernya Yuli atas tuduhan tindakan penggelapan
dan pencurian narkotika atau psikotropika, ke Polsek Ngaliyan Semarang.

Sementara Yuli merasa tidak melakukan tuduhan yang disangkakan padanya. Justru dia menemukan kejanggalan transaksi resep psikotropika yaitu Diazepam dan Valisanbe, padahal menurut sepengetahuan Yuli selaku apoteker yang diberi
kewenangan sama sekali tidak memesan obat tersebut.

Sehingga Yuli melaporkan obat tersebut ke Dinas Kesehatan Kota dan jika ditemukan pelanggaran maka Dinas Kesehatan Kota Semarang meminta Wiwik untuk membuat surat pernyataan apabila melanggar lagi maka Surat Ijin Apotik akan dicabut.

Setelah ditelusuri ternyata pesanan dilakukan oleh asistennya atas desakan pemilik apotik yang membuat Wiwik sakit hati dan melaporkan Yuli ke Polsek Ngaliyan.

Selanjutnya proses selanjutnya masuk ke persidangan di di Pengadilan Negeri Kota Semarang, dimana Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Yuli dengan Pasal
374 KUHP terkait penggelapan dalam jabatannya.

Pada 15 Agustus 2012, Yuli divonis hukuman 4 bulan penjara, berkurang dari tuntutan jaksa sebelumnya yang menuntut 7 bulan penjara. Yuli dijerat de
Dani mengatakan bahwa hasil keputusan ini menampar Yuli dan IAI, karena
karena pengamanan obat adalah kewenangan Apoteker.

"Apalagi barang dititipkan ke Dinas Kesehatan Kota Semarang selaku instansi pemerintah yang diberi kewenangan untuk membina dan mengawasi," katanya.

Dia juga mengungkapkan bahwa jumlah obat yang dititipkan kepada Dinas kesehatan itu tidak ada yang berkurang, dan juga sudah dikembalikan ke Apotek Dirgantara oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang bersama-sama dengan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu ( BPPT ) Kota Semarang dan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (T.J008/B/R021)


Pewarta : -
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024