Pasar segmen mobil mewah di Indonesia tidaklah besar. Bahkan kurang dari satu persen dari penjualan mobil secara nasional.

Namun tetap saja, segmen tersebut diminati oleh para pemegang merek otomotif terkemuka, karena pasarnya relatif tumbuh, seiring dengan munculnya orang-orang kaya baru dari hasil "booming" bisnis tambang, perkebunan, dan kegiatan ekonomi lainnya yang menstimulasi pertumbuhan perekonomian negeri ini.

Hampir semua merek mobil mewah bisa ditemui berseliweran setidaknya di ibu kota. Namun dari sekian banyak merek mobil kelas atas, hanya beberapa yang mampu menjual di atas ratusan unit. Sebagian besar segmen itu dikuasai merek asal daratan Eropa, seperti Mercedez Benz dan BMW.

Namun sejak triwulan IV 2007 muncul pemain baru dari negeri Matahari Terbit, yang mencoba menyasar pasar mobil mewah Indonesia yang tipis dari pojok Jalan Proklamasi.

Itulah Lexus, merek mobil mewah yang dikembangkan Toyota Motor Corp (TMC) sejak 1989 di Jepang untuk membidik pasar konsumen Toyota yang dari sisi karir dan daya belinya terus meningkat, sehingga membutuhkan kendaraan dengan gengsi, kenyamanan, dan performa tingkat tinggi.

Sejarah
Ide pengembangan Lexus dimulai ketika muncul kekhawatiran Toyota akan larinya para pelanggan setia merek tersebut ke merek lain yang menawarkan kendaraan kelas atas, seiring dengan peningkatan karir dan pendapatan mereka.

Pada 1983 Presdir TMC Eiji Toyota kala itu melontarkan pertanyaan, "Apakah Toyota bisa menciptakan mobil premium (kelas atas) untuk menantang produsen terbaik?"

Hal itu tentu saja tidak mudah mengingat sudah banyak merek mobil kelas atas telah lebih dulu eksis dan memiliki citra merek yang kuat. Selain itu, Toyota sendiri maupun merek mobil Jepang lainnya, pada saat itu, tidak terkenal sebagai produsen kendaraan mewah.

Tantangan itu kemudian dijawab dan ditindaklanjuti TMC dengan mengirim satu tim yang terdiri dari 20 desainer dan insinyur dari Jepang untuk mengamati kehidupan komunitas jetset di Laguna Beach, California, AS, selama enam bulan pada 1985.

TMC ingin mendapatkan satu ide seperti apa sebenarnya mobil mewah yang diharapkan oleh pelanggan. Baru pada Agustus 1987, Lexus Division Managers and Associates bertekad membuat produk dengan kualitas tertinggi dan pelayanan konsumen terbaik, yang tertuang dalam "Lexus Covenant."

Dua tahun kemudian, TMC mulai mengembangkan produksi Lexus dengan melibatkan 60 desainer, 24 tim insinyur, 1.400 insinyur, 2.300 teknisi, 220 pekerja pendukung, dan sekitar 450 prototipe yang menelan biaya lebih dari satu miliar dolar AS. Pada 1989 TMC akhirnya memperkenalkan untuk kepada dunia pertama kalinya Lexus LS 400.

Ternyata mobil tersebut mampu diterima konsumen kelas atas di Amerika Serikat, sehingga dalam satu tahun 1990 penjualan Lexus LS 400 mencapai 63.594 unit. Bahkan setahun kemudian penjualannya tumbuh menjadi 71.206 unit di negeri Paman Sam itu, yang membuat Lexus menjadi kendaraan impor dengan penjualan terbanyak bagi Jepang.

Sampai sekarang AS merupakan pasar Lexus terbesar. Pada 2011 dari total penjualan Lexus di dunia sebanyak 403.935 unit, sekitar 49 persen atau 198.552 unit berasal dari penjualan di AS.

Rangsek
Di Indonesia, berbekal keperkasaan Toyota menguasai pasar mobil negeri ini, perlahan tapi pasti penjualan Lexus terus tumbuh merangsek pasar kendaraan kelas atas di negeri ini.

Pada awal peluncurannya di triwulan IV tahun 2007, penjualan Lexus hanya 46 unit, kemudian tumbuh menjadi 241 unit pada 2008, dan sempat turun tipis menjadi 235 unit pada 2009. Penjualan Lexus kembali melonjak pada 2010 menjadi 309 unit dan terus meningkat 49 persen pada 2011 menjadi 462 unit. Bahkan pada semester pertama tahun ini penjualannya telah menembus angka 288 unit.

Pelan tapi pasti, Lexus terus mendapat tempat di kalangan masyarakat kelas atas negeri ini dan mulai mengambil pasar merek-merek dari Eropa yang lebih dulu eksis.

"Kami tidak menempatkan merek mobil mewah lainnya sebagai pesaing. Kami hadir di Indonesia karena banyak pelanggan Toyota mengetahui TMC memproduksi Lexus dan ingin mobil mewah itu dipasarkan di sini," kata Presdir Lexus Indonesia Johnny Darmawan.

Menurut Johnny yang juga Presdir PT Toyota Astra Motor (TAM) tidak mudah meminta izin ke TMC untuk memasarkan Lexus di Indonesia. Apalagi, pihaknya menawarkan konsep layanan yang berbeda dengan dealer-dealer Lexus di dunia.

"Konsep pemasaran `small but beautifull` (kecil namun cantik) Lexus melalui satu galeri kecil di Jalan Proklamasi tersebut baru disetujui Divisi Lexus Asia Pasific setelah 1,5 tahun," ujarnya.

Dari galeri berlantai 3 yang disewa itu, Lexus Indonesia tidak menawarkan gerai pamer yang luas agar konsumen bisa melihat langsung berbagai mobil mewah yang dipasarkan. Namun, kata Johnny, pihaknya melakukan aksi jemput bola ke konsumen kelas atas. "Konsep kami mendatangi konsumen, bukan `walk in`," katanya.

Hal itu terbukti efektif membuat ikatan personal yang kuat antara Lexus Indonesia dengan konsumennya, yang juga dipuji Wakil Presdir Lexus Asia Pasific Paul Carroll di sela-sela uji mengendarai sedan LS 2013 terbaru di San Fransisco, Amerika Serikat, pekan lalu.

"Kami menawarkan pengalaman memiliki mobil mewah kepada konsumen Indonesia," kata Johnny. Layanan yang diberikan kepada konsumennya antara lain perawatan gratis selama lima tahun tanpa batasan kilometer untuk jasa dan suku cadang, di samping layanan lain dalam hal kredit kepemilikan kendaraan dan asuransinya, serta membuka layanan 24 jam untuk konsumen yang membutuhkan bantuan.

Hal itulah yang nampaknya yang juga mendorong sejumlah konsumen mobil kelas atas melirik dan kemudian memiliki Lexus sebagai kendaraan mewah yang menambah citra mereka sebagai golongan elit negeri ini.

Cerah
Meski terbilang pemain baru dalam pasar mobil mewah di Indonesia, Wakil Presdir Lexus Asia Pacific Paul Carroll menilai Lexus memiliki potensi pasar yang besar di negeri ini. Bahkan ia menilai Indonesia merupakan pasar Lexus yang paling berpotensi tumbuh pesat di kawasan Asia Tenggara.

"Thailand dan Indonesia merupakan pasar potensial bagi kami. Tapi Indonesia paling potensial karena pertumbuhan permintaannya tinggi," ujarnya.

Diakuinya berdasarkan angka penjualan Lexus tahun lalu, Indonesia masih menduduki peringkat ke 4 di ASEAN, setelah Malaysia (1.750 unit), Singapura (687 unit), Thailand (622 unit) dan Indonesia (461 unit).

Ia mengatakan Thailand dengan bea masuk impor yang tinggi atas mobil buatan Jepang itu membuat daya saing Lexus tidak terlalu besar dibandingkan dengan kendaraan mewah lainnya seperti Mercedes Benz dan BMW yang sudah memiliki perakitan di negeri Gajah Putih itu.

Sementara di Indonesia seperti yang dikemukakan Wakil Presdir Lexus Indonesia Widyawati Soedigdo, Kemitraan Ekonomi Indonesia Jepang (IJEPA) membuat tarif bea masuk kendaraan dari Jepang dengan mesin di atas 2.000 cc terus menurun.

Hal itu membantu daya saing harga Lexus di Indonesia.

"Sejak peluncuran Lexus pertama sampe sekarang, kami telah menghitung harga kendaraan sesuai dengan jadwal penurunan tarif IJEPA," ujar Widyawati yang juga GM Perencanaan Perusahaan dan Hubungan Masyarakat TAM.

Sedangkan di Malaysia, penjualan Lexus berjaya karena sebagian besar penjualan berasal dari seri hatchback CT 200h (hibrid). Pemerintah Malaysia sedang menggenjot mobil hibrid dan memberi insentif terhadap mobil tersebut.

Carrol juga optimistis Lexus akan menjadi merek kendaraan mewah yang cukup kuat di Asia, di samping AS, karena kendaraan tersebut berasal Asia.

Meskipun Carrol sangat optimistis, Johnny Darmawan mengaku tidak mau terlalu percaya diri karena persaingan pasar mobil mewah di Indonesia sangat ketat. Padahal, kata dia, pasarnya hanya sekitar 3.000 sampai 5.000 unit per tahun.

"Lima tahun ini merupakan ujian bagi kami apakah konsumen senang dan benar-benar puas dengan pengalaman memiliki Lexus," ujarnya. Ia mengatakan Lexus masih diuji dalam lima sampai 10 tahun mendatang apakah mampu mempertahankan pertumbuhan penjualan.

Obsesi terbesar Lexus Indonesia ke depan setidaknya mampu menyamai citra dan nilai merek dari mobil-mobil mewah yang sudah lebih dulu ada di negeri ini.

Pewarta : -
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024