Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah untuk memastikan kestabilan ekonomi, aspek sosial dan politik, termasuk aspek teknis, sebelum melakukan redenominasi terhadap mata uang rupiah.
Dia mengatakan hal-hal tersebut harus menjadi syarat untuk melaksanakan kebijakan itu. Tentunya, kata dia, proses redenominasi akan dilakukan dengan pembuatan undang-undang di DPR RI.
"Apakah pemerintah sudah siap? Kalau semua itu belum, jangan coba-coba dilakukan redenominasi," kata Said di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan redenominasi itu bukan suatu kebijakan yang sekadar menghilangkan tiga angka nol dalam mata uang rupiah, tanpa menimbulkan dampak. Menurut dia, dampak inflatoar dari kebijakan itu akan luar biasa jika aspek teknis tidak disiapkan secara matang.
"Kalau aspek teknis pemerintah itu belum siap, kalau harga Rp280 dibulatkan Rp300, maka inflatoarnya yang terjadi. Itu yang paling sangat mengganggu pikiran kami di Badan Anggaran," kata dia.
Menurut dia, rancangan undang-undang soal redenominasi itu belum masuk ke dalam program legislasi DPR RI. Namun, menurut dia, pemerintah pun menyatakan bahwa upaya itu akan dilakukan pada 2027.
"Bagi saya baik, 2027 karena perlu sosialisasi yang intensif, termasuk literasi keuangan kita yang masih rendah di masyarakat," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan implementasi redenominasi rupiah belum akan dilakukan dalam waktu dekat.
"Belum, masih jauh," kata dia singkat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/11).
Diketahui, pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), dengan target rampung pada 2027. Penyiapan RUU tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.
Baca juga: BI: Uang Rp75.000 bukan program redenominasi