"Kerja sama dengan pabrikan mobil yang sudah mapan itu hanya awalan, setelah itu bisa berjalan secara mandiri. Ini sebenarnya berkaitan dengan pengaplikasian teknologi pada mobil yang dihasilkan," katanya di Semarang, Rabu.

Menurut dia, proyek mobil-mobil nasional negara lain awalnya juga bekerja sama dengan pabrikan mobil yang sudah besar.

Misalnya, katanya, Jepang awalnya bekerja sama dengan pabrikan mobil Amerika Serikat dan Malaysia memilih kerja sama dengan pabrikan Jepang.

Ia menjelaskan, kerja sama yang dimaksud bersifat terbuka dan didukung oleh pemerintah, misalnya dengan membuat regulasi yang mendukung agen tunggal pemegang merek (ATPM) membantu proyek mobil Esemka yang digadang menjadi mobil nasional.

"Kerja sama dengan industri yang sudah mapan dalan proyek mobil nasional merupakan hal wajar, melihat sejarah perkembangan mobil nasional di negara-negara lain," kata pria yang pernah menangani proyek Arina, prototipe mobil mini Unnes tersebut.

Kerja sama yang dilakukan dengan pabrikan mobil asing itu, kata dia, terutama menunjang pengaplikasian teknologi tinggi yang sudah digunakan oleh pabrikan itu terhadap mobil-mobil yang sudah diproduksinya dan sudah teruji.

"Patut diakui juga, teknologi mesin yang digunakan pada Esemka belum sebagus teknologi yang diaplikasi pada mobil-mobil bermerek yang sudah besar, misalnya pada kepresisian komponen mesin, kualitas komponen, dan sebagainya," katanya.

Akan tetapi, kata dia, kekurangan-kekurangan yang dimiliki Esemka sebenarnya bagian dari proses yang harus dilalui dan bisa diperbaiki secara bertahap, seperti kegagalan Esemka Rajawali melewati uji emisi yang dilakukan beberapa waktu lalu.


Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024