Semarang (ANTARA) - Ketua DPD Partai Gerindra Jawa Tengah Sudaryono mengatakan bahwa narasi "Rambo vs Sambo" yang berhembus ternyata tak mempan atau berpengaruh signifikan pada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Tengah.
"Saya kira masyarakat bisa menilai, narasi itu relevan apa tidak relevan, tentu saja kita bisa lihat dari hasil coblosan," katanya, dalam pernyataan di Semarang, Jumat.
Narasi tersebut dikaitkan dengan calon gubernur yang berkontestasi, yakni Andika Perkasa yang berlatar belakang purnawirawan jenderal TNI dengan Ahmad Luthfi yang pensiunan jenderal polisi.
Pilkada Jateng 2024 diikuti dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, yakni Andika Perkasa-Hendrar Prihadi alias Hendi yang diusung PDI Perjuangan di nomor urut satu.
Di nomor urut dua, pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen yang didukung sembilan partai politik, yakni Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Dalam hasil hitung cepat sejumlah hasil lembaga survei, Luthi-Yasin berhasil memenangkan Pilgub Jateng. Berdasarkan data yang masuk 100 persen, LSI mencatat Luthfi-Yasin meraih 59,38 persen suara dan Andika Perkasa-Hendi memperoleh 40,62 persen.
Sudaryono mengaku sebetulnya agak kecewa dengan narasi yang merugikan Luthfi tersebut, sebab tidak ada hubungan antara Pilgub Jateng dengan narasi "Rambo vs Sambo", apalagi status Andika dan Luthfi sudah purnawirawan.
"Saya agak kecewa sebetulnya dengan narasi itu, tapi ya mungkin itu 'part of the game' (bagian dari pertarungan), cara orang melakukan 'framing', kan tidak ada aturan undang-undang yang dilanggar, tidak ada pidana," katanya.
Meski begitu, dia menilai, hasil Pilgub Jateng berdasarkan 'real count' internal dan 'quick count' sejumlah lembaga survei membuktikan Luthfi-Yasin keluar sebagai pemenang setelah suaranya melampaui Andika-Hendi.
"Tapi ya 'so far' Jawa Tengah 28 juta pemilih membuktikan bahwa narasi itu tidak begitu relevan apalagi narasi perang bintang," katanya.
"Ini adalah hak konstitusional, di mana semua masyarakat punya kekuasaan paling tinggi, siapa yang dia pilih dan dia suka," kata Wakil Menteri Pertanian tersebut.
"Saya kira masyarakat bisa menilai, narasi itu relevan apa tidak relevan, tentu saja kita bisa lihat dari hasil coblosan," katanya, dalam pernyataan di Semarang, Jumat.
Narasi tersebut dikaitkan dengan calon gubernur yang berkontestasi, yakni Andika Perkasa yang berlatar belakang purnawirawan jenderal TNI dengan Ahmad Luthfi yang pensiunan jenderal polisi.
Pilkada Jateng 2024 diikuti dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, yakni Andika Perkasa-Hendrar Prihadi alias Hendi yang diusung PDI Perjuangan di nomor urut satu.
Di nomor urut dua, pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen yang didukung sembilan partai politik, yakni Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar, Partai Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Dalam hasil hitung cepat sejumlah hasil lembaga survei, Luthi-Yasin berhasil memenangkan Pilgub Jateng. Berdasarkan data yang masuk 100 persen, LSI mencatat Luthfi-Yasin meraih 59,38 persen suara dan Andika Perkasa-Hendi memperoleh 40,62 persen.
Sudaryono mengaku sebetulnya agak kecewa dengan narasi yang merugikan Luthfi tersebut, sebab tidak ada hubungan antara Pilgub Jateng dengan narasi "Rambo vs Sambo", apalagi status Andika dan Luthfi sudah purnawirawan.
"Saya agak kecewa sebetulnya dengan narasi itu, tapi ya mungkin itu 'part of the game' (bagian dari pertarungan), cara orang melakukan 'framing', kan tidak ada aturan undang-undang yang dilanggar, tidak ada pidana," katanya.
Meski begitu, dia menilai, hasil Pilgub Jateng berdasarkan 'real count' internal dan 'quick count' sejumlah lembaga survei membuktikan Luthfi-Yasin keluar sebagai pemenang setelah suaranya melampaui Andika-Hendi.
"Tapi ya 'so far' Jawa Tengah 28 juta pemilih membuktikan bahwa narasi itu tidak begitu relevan apalagi narasi perang bintang," katanya.
"Ini adalah hak konstitusional, di mana semua masyarakat punya kekuasaan paling tinggi, siapa yang dia pilih dan dia suka," kata Wakil Menteri Pertanian tersebut.