Semarang (ANTARA) - Puluhan ibu rumah tangga anggota Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) mendapatkan pelatihan pengelolaan keuangan secara bijak dan mencegah terjerat pinjaman "online" (pinjol) ilegal.
Pelatihan bertajuk Press Exposure: JurnalisPreneur Semarang #2 "Literasi dan Inklusi Keuangan Digital untuk Masyarakat: Sosialisasi Bijak Mengelola Keuangan dan Waspadai Pinjol Ilegal" itu, didukung Bank BJB berlangsung di Gedung Serbaguna RW V Gergaji, Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Rabu.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jateng Sumarjono menyampaikan bahwa ibu rumah tangga sebagai pengelola keuangan keluarga harus bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan.
"Mengelola keuangan harus direncanakan, harus tahu uangnya untuk apa saja. Misalnya, uang belanja bulanan Rp3 juta, namun baru minggu pertama sudah habis. Artinya, tidak digunakan sebagaimana fungsinya," katanya.
Untuk itu, kata dia lagi, para ibu rumah tangga harus memegang teguh prinsip disiplin mengelola keuangan, termasuk bijak memanfaatkan paylater (platform pembelian dengan utang).
"Karena bisa jadi belum bisa membedakan mana kebutuhan mana keinginan. Kalau berdasarkan keinginan tak akan pernah ada habisnya. Selalu kurang dan kurang terus," katanya lagi.
Platform "paylater", kata dia pula, bisa saja digunakan dalam koridor kebutuhan, misalnya untuk membeli sepatu sekolah anak karena yang lama rusak tapi belum memiliki uang.
"Karena sepatu anak untuk sekolah itu bersifat kebutuhan, bukan keinginan. Maka dari itu, harus cerdas memisahkan mana kebutuhan dan keinginan. Semua harus dalam koridor kebutuhan," katanya pula.
Selain mengelola keuangan secara bijak, Sumarjono juga mengedukasi para ibu tentang pinjol, termasuk membedakan pinjol legal dan pinjol ilegal.
Untuk memastikan platform pinjol, kata dia, bisa mengecek legalitasnya melalui kontak OJK 157 atau WhatsApp (WA) di 081-157-157-157, atau cek lewat situs resmi OJK "https://www.ojk.go.id", sebab pinjol legal pasti terdaftar dan diawasi oleh OJK.
Pinjol ilegal, kata dia, tidak terdaftar di OJK dan seringkali beroperasi tanpa pengawasan yang jelas.
Ia mengatakan bahwa pinjol legal memiliki suku bunga yang jelas dan sesuai dengan ketentuan OJK, biasanya maksimal 0,3 persen per hari untuk pinjaman konsumtif dan maksimal 0,1 persen per hari untuk pinjaman produktif, sedangkan pinjol ilegal mengenakan bunga sangat tinggi.
Untuk pendaftaran, kata dia pula, pinjol legal memiliki prosedur pendaftaran jelas, persyaratan transparan, dan memberikan penjelasan mengenai hak dan kewajiban peminjam, sedangkan pinjol ilegal pendaftarannya seringkali tidak transparan dan meminta informasi pribadi yang berlebihan, seperti akses ke kontak dalam "handphone" dan foto, serta video di galeri.
Pinjol legal, kata dia, menyediakan informasi yang jelas tentang suku bunga, biaya, dan tenggat waktu pembayaran di situs atau aplikasi mereka, sementara pinjol ilegal biasanya tidak memberikan informasi yang lengkap atau jelas, dan cenderung menyembunyikan biaya-biaya tersembunyi.
Mengenai cara penagihan, pinjol legal melakukannya dengan cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, melalui komunikasi yang sopan dan profesional, serta tenaga penagih yang tersertifikasi, sedangkan pinjol ilegal melakukannya secara yang agresif, bahkan bisa melibatkan ancaman atau intimidasi kepada peminjam.
Sumarjono mengatakan bahwa pinjol legal memiliki kebijakan perlindungan data yang jelas dan mengutamakan privasi pengguna, sedangkan pinjol ilegal sering kali tidak mengedepankan keamanan data dan bisa menjual atau menyalahgunakan informasi pribadi.
Bisa juga dilihat melalui "review", kata dia lagi, pinjol legal memiliki "review" yang cukup baik di platform yang terpercaya dan diakui oleh masyarakat, sementara pinjol ilegal biasanya mendapatkan banyak ulasan negatif, terutama tentang penagihan yang kasar dan masalah lainnya.
"Untuk menghindari risiko, pastikan untuk selalu memeriksa apakah pinjaman 'online' tersebut sudah terdaftar di OJK dan berhati-hati dengan tawaran yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan," kata dia pula.
Baca juga: Sompo isi kegiatan Bulan Inklusi Keuangan di Solo
Pelatihan bertajuk Press Exposure: JurnalisPreneur Semarang #2 "Literasi dan Inklusi Keuangan Digital untuk Masyarakat: Sosialisasi Bijak Mengelola Keuangan dan Waspadai Pinjol Ilegal" itu, didukung Bank BJB berlangsung di Gedung Serbaguna RW V Gergaji, Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Rabu.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jateng Sumarjono menyampaikan bahwa ibu rumah tangga sebagai pengelola keuangan keluarga harus bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan.
"Mengelola keuangan harus direncanakan, harus tahu uangnya untuk apa saja. Misalnya, uang belanja bulanan Rp3 juta, namun baru minggu pertama sudah habis. Artinya, tidak digunakan sebagaimana fungsinya," katanya.
Untuk itu, kata dia lagi, para ibu rumah tangga harus memegang teguh prinsip disiplin mengelola keuangan, termasuk bijak memanfaatkan paylater (platform pembelian dengan utang).
"Karena bisa jadi belum bisa membedakan mana kebutuhan mana keinginan. Kalau berdasarkan keinginan tak akan pernah ada habisnya. Selalu kurang dan kurang terus," katanya lagi.
Platform "paylater", kata dia pula, bisa saja digunakan dalam koridor kebutuhan, misalnya untuk membeli sepatu sekolah anak karena yang lama rusak tapi belum memiliki uang.
"Karena sepatu anak untuk sekolah itu bersifat kebutuhan, bukan keinginan. Maka dari itu, harus cerdas memisahkan mana kebutuhan dan keinginan. Semua harus dalam koridor kebutuhan," katanya pula.
Selain mengelola keuangan secara bijak, Sumarjono juga mengedukasi para ibu tentang pinjol, termasuk membedakan pinjol legal dan pinjol ilegal.
Untuk memastikan platform pinjol, kata dia, bisa mengecek legalitasnya melalui kontak OJK 157 atau WhatsApp (WA) di 081-157-157-157, atau cek lewat situs resmi OJK "https://www.ojk.go.id", sebab pinjol legal pasti terdaftar dan diawasi oleh OJK.
Pinjol ilegal, kata dia, tidak terdaftar di OJK dan seringkali beroperasi tanpa pengawasan yang jelas.
Ia mengatakan bahwa pinjol legal memiliki suku bunga yang jelas dan sesuai dengan ketentuan OJK, biasanya maksimal 0,3 persen per hari untuk pinjaman konsumtif dan maksimal 0,1 persen per hari untuk pinjaman produktif, sedangkan pinjol ilegal mengenakan bunga sangat tinggi.
Untuk pendaftaran, kata dia pula, pinjol legal memiliki prosedur pendaftaran jelas, persyaratan transparan, dan memberikan penjelasan mengenai hak dan kewajiban peminjam, sedangkan pinjol ilegal pendaftarannya seringkali tidak transparan dan meminta informasi pribadi yang berlebihan, seperti akses ke kontak dalam "handphone" dan foto, serta video di galeri.
Pinjol legal, kata dia, menyediakan informasi yang jelas tentang suku bunga, biaya, dan tenggat waktu pembayaran di situs atau aplikasi mereka, sementara pinjol ilegal biasanya tidak memberikan informasi yang lengkap atau jelas, dan cenderung menyembunyikan biaya-biaya tersembunyi.
Mengenai cara penagihan, pinjol legal melakukannya dengan cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, melalui komunikasi yang sopan dan profesional, serta tenaga penagih yang tersertifikasi, sedangkan pinjol ilegal melakukannya secara yang agresif, bahkan bisa melibatkan ancaman atau intimidasi kepada peminjam.
Sumarjono mengatakan bahwa pinjol legal memiliki kebijakan perlindungan data yang jelas dan mengutamakan privasi pengguna, sedangkan pinjol ilegal sering kali tidak mengedepankan keamanan data dan bisa menjual atau menyalahgunakan informasi pribadi.
Bisa juga dilihat melalui "review", kata dia lagi, pinjol legal memiliki "review" yang cukup baik di platform yang terpercaya dan diakui oleh masyarakat, sementara pinjol ilegal biasanya mendapatkan banyak ulasan negatif, terutama tentang penagihan yang kasar dan masalah lainnya.
"Untuk menghindari risiko, pastikan untuk selalu memeriksa apakah pinjaman 'online' tersebut sudah terdaftar di OJK dan berhati-hati dengan tawaran yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan," kata dia pula.
Baca juga: Sompo isi kegiatan Bulan Inklusi Keuangan di Solo