Kudus (ANTARA) - Kabupaten Kudus dengan luas wilayah kabupaten terkecil di Provinsi Jawa Tengah menyimpan banyak potensi yang bisa dikembangkan, mulai dari potensi alam, hingga kuliner khasnya.
Salah satu potensi yang tengah dikembangkan oleh pemerintah daerah adalah potensi wisata dengan mendampingi desa yang memiliki potensi alam, budaya, hingga kerajinan untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata baru.
Meskipun secara geografis banyak dataran rendah, tetapi beberapa wilayah di Kabupaten Kudus merupakan dataran tinggi dan menyimpan banyak pemandangan indah yang belum terekspos secara maksimal.
Salah satunya, Puncak Gunung Ternadi yang dilengkapi Gardu Pandang, sehingga memungkinkan para pengunjung berswafoto maupun menikmati pemandangan nan indah di atas ketinggian, layaknya Puncak Gunung Dieng.
"Tujuan utama kami menyelenggarakan Muria Jazz Festival, ya untuk mempromosikan potensi wisata yang ada di Kabupaten Kudus," kata Ketua Panitia Muria Jazz Festival 2024 yang juga Sekretaris Daerah Kabupaten Kudus Revlisianto Subekti, ketika berbincang dengan ANTARA.
Kebetulan, Puncak Ternadi menjadi salah satu tempat pertama digelarnya festival yang juga sering dijadikan lokasi ajang sepeda downhill. Karena itu, kini, nama Puncak Ternadi mulai dikenal banyak pihak, dari berbagai daerah.
Setelah dipromosikan melalui berbagai media sosial, akhirnya banyak grup musik beraliran Jazz yang bersedia mengisi acara yang merupakan ajang perdana itu.
Tercatat ada empat band jaz yang hadir untuk menyuguhkan hiburan kepada para peserta festival itu, Sabtu (28/9) dan Minggu (29/9).
Selain menghadirkan berbagai grup musik jaz, panitia juga menawarkan kunjungan wisatawan yang hendak menikmati pentas musik di puncak gunung secara gratis dan bisa membuat tempat berkemah.
Seseorang hadir di puncak gunung tentunya menginginkan suasana nyaman dan riang. Musik jaz dinilai tepat di tengah menikmati keindahan alam sambil mendengarkan alunan musik yang di dalamnya terdapat ritme, dengan improvisasi dan harmoni sebagai sarana hiburan setelah penat bekerja.
Meskipun hanya sekadar pementasan musik, panitia juga melibatkan pelaku UMKM untuk menyediakan aneka makanan tradisional serta minuman Kopi Muria yang merupakan sajian khas Kota Kudus.
Menu makanan yang disajikan, di antaranya ada nasi jagung dan getuk talas, sedangkan minumannya kopi hangat yang menjadi ciri khas kawasan pegunungan.
Dengan demikian, ajang itu juga bisa menghidupkan kembali makanan tradisional khas daerah setempat yang selama ini seolah tidur.
Karena masih perdana, manfaat pengganda dari acara festival tersebut tentu belum tampak. Hanya saja, ketika nantinya menjadi agenda tahunan dipastikan juga akan melibatkan banyak pelaku UMKM, khususnya kuliner lokal khas Kudus.
Jika nantinya menjadi agenda tahunan, warga sekitar juga bisa menyediakan tempat penginapan maupun resto.
Bagi pemerintah daerah, untuk jangka panjang, tentu banyak hal yang bisa dikelola menjadi pemasukan masyarakat, tinggal mencari ide-ide kreatif.
Famny Dwi Arfana yang pernah menjadi Camat Dawe dan kini terlibat dalam kepanitiaan Festival menyebutkan empat band jaz yang dihadirkan berasal dari Kudus dan daerah luar, di antaranya, dari Pekalongan, Yogyakarta, serta dari Jepara.
Acara yang baru digelar tersebut, sebagai awal untuk membentuk sejarah. Muria Jazz merupakan inisiasi dari Pemerintah Kecamatan Dawe, berkolaborasi dengan Dinas Perdagangan Kudus.
Sementara tema yang diusung adalah "The Spirit of Muria" dengan harapan bisa menggandeng banyak pihak, terutama masyarakat lokal untuk mengembangkan potensi dari pagelaran festival tersebut.
Festival yang digelar di Puncak Bukit Kakas, Desa Ternadi, Kecamatan Dawe, itu juga bagian dari mempromosikan potensi wisata layaknya puncak Bukit Sikunir di Dieng (Kabupaten Wonosobo), yang mampu menyedot banyak wisatawan.
Selain pentas musik jaz, di festival itu juga ada ajang jazz colaboration dan jazz clinic. Selain itu ada agenda pameran Kopi Muria dan ngopi bareng bertajuk "Tribute to Kopi Muria", serta peragaan busana.
Penutupan acara dimeriahkan dengan agenda sunrise time, sarapan bareng, serta jazz clinic.
Tercatat ada enam pelaku UMKM yang dilibatkan, belum termasuk penyedia jasa transportasi menuju Puncak Bukit Kakas yang jaraknya berkisar 1 kilometer, dengan akses jalan yang menawan karena di kanan kiri jalan dihiasi tumbuhan dan perbukitan yang menyejukkan mata.
Selain menyuguhkan hiburan dan menghidupkan objek wisata baru, pemerintah daerah berharap acara tersebut juga dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk bersama-sama menjaga alam. Karena melalui pentas yang bisa menghadirkan minat wisatawan, maka pelaku UMKM juga akan ikut menikmati keuntungan dari belanja wisatawan untuk berbagai kebutuhan.
Bisa berpindah-pindah
Karena festival itu bertujuan untuk mempromosikan potensi wisata yang ada di Kabupaten Kudus, maka lokasinya bisa berpindah-pindah yang memang memungkinkan untuk digelar pentas musik jaz.
Kawasan pegunungan yang memungkinkan untuk digelar festival adalah Rantawu, Japan, serta Wonosoco. Tentunya membutuhkan komitmen bersama untuk menjadikan festival jaz itu menjadi agenda tahunan.
Selain membangkitkan ekonomi masyarakat, acara tersebut nantinya juga akan dikoordinasikan dengan sejumlah pihak terkait dalam hal penyediaan infrastruktur, akses jalan menuju lokasi, penerangan, hingga faktor keselamatan wisatawan.
Meskipun baru perdana digelar, tetapi acara tersebut ternyata mendapatkan kepercayaan pihak swasta untuk membantu pembiayaan karena tanpa anggaran dari pemerintah. Kedepannya, panitia juga akan menggandeng pihak swasta yang memang peduli untuk mempromosikan potensi daerah.
Ketika acara tersebut semakin banyak peminat, maka kedepannya para pengunjung bisa dikenakan tiket masuk. Pengelolaan parkir kendaraan juga menjadi potensi pemasukan bagi warga sekitar.
Sementara potensi lokal yang bisa ditawarkan adalah petik kopi hingga proses sangrai, sebelum diminum sebagai hasil karya sendiri para wisatawan.
Ketika didukung penganggaran yang memadai, memungkinkan festival itu digelar secara gratis, meskipun untuk fasilitas lainnya harus membayar sebagai upaya menghidupkan perekonomian masyarakat lokal.
Untuk jangka waktu kegiatannya juga bisa lebih lama, seperti halnya festival jaz perdana itu digelar, awalnya dijadwalkan selama tiga hari, namun karena berbagai alasan akhirnya digelar dua hari.
Konsep awal yang hendak dibuat, ada acara penyambutan peserta dengan tarian penyambutan, kemudian ada well come drink, hingga offroad ke sejumlah objek wisata.
Sementara pentas musik jaz digelar malam hari sambil menyantap aneka makanan hasil pertanian setempat, seperti jagung rebus, kacang rebus, hingga getuk talas, sedangkan minuman yang disajikan, mulai dari wedang blung, jahe, teh, dan kopi Muria.
Bersamaan dengan itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus juga tengah melakukan pendataan potensi hasil pertanian masyarakat setempat, di antaranya rempah-rempah yang tengah naik daun, sehingga peluang untuk mempromosikannya menjadi produk unggulan Kota Kudus, sekaligus daya tarik wisata semakin terbuka.
Rempah-rempah yang dihasilkan para petani di kawasan Pegunungan Muria Kudus cukup lengkap, mulai dari jahe, kunir, dan kunyit, cengkeh, temulawak, hingga kunci.
Dengan demikian, kehadiran festival jaz itu juga bisa mengangkat derajat petani rempah, karena bisa mendapatkan nilai jual lebih tinggi, dari pada hanya dijual ke tengkulak.
Baca juga: Pemkab: "Tour de Muria" jadi ajang promosikan destinasi wisata Kudus
Salah satu potensi yang tengah dikembangkan oleh pemerintah daerah adalah potensi wisata dengan mendampingi desa yang memiliki potensi alam, budaya, hingga kerajinan untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata baru.
Meskipun secara geografis banyak dataran rendah, tetapi beberapa wilayah di Kabupaten Kudus merupakan dataran tinggi dan menyimpan banyak pemandangan indah yang belum terekspos secara maksimal.
Salah satunya, Puncak Gunung Ternadi yang dilengkapi Gardu Pandang, sehingga memungkinkan para pengunjung berswafoto maupun menikmati pemandangan nan indah di atas ketinggian, layaknya Puncak Gunung Dieng.
"Tujuan utama kami menyelenggarakan Muria Jazz Festival, ya untuk mempromosikan potensi wisata yang ada di Kabupaten Kudus," kata Ketua Panitia Muria Jazz Festival 2024 yang juga Sekretaris Daerah Kabupaten Kudus Revlisianto Subekti, ketika berbincang dengan ANTARA.
Kebetulan, Puncak Ternadi menjadi salah satu tempat pertama digelarnya festival yang juga sering dijadikan lokasi ajang sepeda downhill. Karena itu, kini, nama Puncak Ternadi mulai dikenal banyak pihak, dari berbagai daerah.
Setelah dipromosikan melalui berbagai media sosial, akhirnya banyak grup musik beraliran Jazz yang bersedia mengisi acara yang merupakan ajang perdana itu.
Tercatat ada empat band jaz yang hadir untuk menyuguhkan hiburan kepada para peserta festival itu, Sabtu (28/9) dan Minggu (29/9).
Selain menghadirkan berbagai grup musik jaz, panitia juga menawarkan kunjungan wisatawan yang hendak menikmati pentas musik di puncak gunung secara gratis dan bisa membuat tempat berkemah.
Seseorang hadir di puncak gunung tentunya menginginkan suasana nyaman dan riang. Musik jaz dinilai tepat di tengah menikmati keindahan alam sambil mendengarkan alunan musik yang di dalamnya terdapat ritme, dengan improvisasi dan harmoni sebagai sarana hiburan setelah penat bekerja.
Meskipun hanya sekadar pementasan musik, panitia juga melibatkan pelaku UMKM untuk menyediakan aneka makanan tradisional serta minuman Kopi Muria yang merupakan sajian khas Kota Kudus.
Menu makanan yang disajikan, di antaranya ada nasi jagung dan getuk talas, sedangkan minumannya kopi hangat yang menjadi ciri khas kawasan pegunungan.
Dengan demikian, ajang itu juga bisa menghidupkan kembali makanan tradisional khas daerah setempat yang selama ini seolah tidur.
Karena masih perdana, manfaat pengganda dari acara festival tersebut tentu belum tampak. Hanya saja, ketika nantinya menjadi agenda tahunan dipastikan juga akan melibatkan banyak pelaku UMKM, khususnya kuliner lokal khas Kudus.
Jika nantinya menjadi agenda tahunan, warga sekitar juga bisa menyediakan tempat penginapan maupun resto.
Bagi pemerintah daerah, untuk jangka panjang, tentu banyak hal yang bisa dikelola menjadi pemasukan masyarakat, tinggal mencari ide-ide kreatif.
Famny Dwi Arfana yang pernah menjadi Camat Dawe dan kini terlibat dalam kepanitiaan Festival menyebutkan empat band jaz yang dihadirkan berasal dari Kudus dan daerah luar, di antaranya, dari Pekalongan, Yogyakarta, serta dari Jepara.
Acara yang baru digelar tersebut, sebagai awal untuk membentuk sejarah. Muria Jazz merupakan inisiasi dari Pemerintah Kecamatan Dawe, berkolaborasi dengan Dinas Perdagangan Kudus.
Sementara tema yang diusung adalah "The Spirit of Muria" dengan harapan bisa menggandeng banyak pihak, terutama masyarakat lokal untuk mengembangkan potensi dari pagelaran festival tersebut.
Festival yang digelar di Puncak Bukit Kakas, Desa Ternadi, Kecamatan Dawe, itu juga bagian dari mempromosikan potensi wisata layaknya puncak Bukit Sikunir di Dieng (Kabupaten Wonosobo), yang mampu menyedot banyak wisatawan.
Selain pentas musik jaz, di festival itu juga ada ajang jazz colaboration dan jazz clinic. Selain itu ada agenda pameran Kopi Muria dan ngopi bareng bertajuk "Tribute to Kopi Muria", serta peragaan busana.
Penutupan acara dimeriahkan dengan agenda sunrise time, sarapan bareng, serta jazz clinic.
Tercatat ada enam pelaku UMKM yang dilibatkan, belum termasuk penyedia jasa transportasi menuju Puncak Bukit Kakas yang jaraknya berkisar 1 kilometer, dengan akses jalan yang menawan karena di kanan kiri jalan dihiasi tumbuhan dan perbukitan yang menyejukkan mata.
Selain menyuguhkan hiburan dan menghidupkan objek wisata baru, pemerintah daerah berharap acara tersebut juga dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk bersama-sama menjaga alam. Karena melalui pentas yang bisa menghadirkan minat wisatawan, maka pelaku UMKM juga akan ikut menikmati keuntungan dari belanja wisatawan untuk berbagai kebutuhan.
Bisa berpindah-pindah
Karena festival itu bertujuan untuk mempromosikan potensi wisata yang ada di Kabupaten Kudus, maka lokasinya bisa berpindah-pindah yang memang memungkinkan untuk digelar pentas musik jaz.
Kawasan pegunungan yang memungkinkan untuk digelar festival adalah Rantawu, Japan, serta Wonosoco. Tentunya membutuhkan komitmen bersama untuk menjadikan festival jaz itu menjadi agenda tahunan.
Selain membangkitkan ekonomi masyarakat, acara tersebut nantinya juga akan dikoordinasikan dengan sejumlah pihak terkait dalam hal penyediaan infrastruktur, akses jalan menuju lokasi, penerangan, hingga faktor keselamatan wisatawan.
Meskipun baru perdana digelar, tetapi acara tersebut ternyata mendapatkan kepercayaan pihak swasta untuk membantu pembiayaan karena tanpa anggaran dari pemerintah. Kedepannya, panitia juga akan menggandeng pihak swasta yang memang peduli untuk mempromosikan potensi daerah.
Ketika acara tersebut semakin banyak peminat, maka kedepannya para pengunjung bisa dikenakan tiket masuk. Pengelolaan parkir kendaraan juga menjadi potensi pemasukan bagi warga sekitar.
Sementara potensi lokal yang bisa ditawarkan adalah petik kopi hingga proses sangrai, sebelum diminum sebagai hasil karya sendiri para wisatawan.
Ketika didukung penganggaran yang memadai, memungkinkan festival itu digelar secara gratis, meskipun untuk fasilitas lainnya harus membayar sebagai upaya menghidupkan perekonomian masyarakat lokal.
Untuk jangka waktu kegiatannya juga bisa lebih lama, seperti halnya festival jaz perdana itu digelar, awalnya dijadwalkan selama tiga hari, namun karena berbagai alasan akhirnya digelar dua hari.
Konsep awal yang hendak dibuat, ada acara penyambutan peserta dengan tarian penyambutan, kemudian ada well come drink, hingga offroad ke sejumlah objek wisata.
Sementara pentas musik jaz digelar malam hari sambil menyantap aneka makanan hasil pertanian setempat, seperti jagung rebus, kacang rebus, hingga getuk talas, sedangkan minuman yang disajikan, mulai dari wedang blung, jahe, teh, dan kopi Muria.
Bersamaan dengan itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus juga tengah melakukan pendataan potensi hasil pertanian masyarakat setempat, di antaranya rempah-rempah yang tengah naik daun, sehingga peluang untuk mempromosikannya menjadi produk unggulan Kota Kudus, sekaligus daya tarik wisata semakin terbuka.
Rempah-rempah yang dihasilkan para petani di kawasan Pegunungan Muria Kudus cukup lengkap, mulai dari jahe, kunir, dan kunyit, cengkeh, temulawak, hingga kunci.
Dengan demikian, kehadiran festival jaz itu juga bisa mengangkat derajat petani rempah, karena bisa mendapatkan nilai jual lebih tinggi, dari pada hanya dijual ke tengkulak.
Baca juga: Pemkab: "Tour de Muria" jadi ajang promosikan destinasi wisata Kudus