Semarang (ANTARA) - Dosen Universitas Semarang (USM) menggelar pelatihan teknologi ulir filter (TUF) dengan media geomembran dalam peningkatan kualitas produksi garam di Bledug Kuwu, Grobogan, di Ruang Aula Mushola Bledug Kuwu pada 20 Agustus lalu.
Garam Bledug Kuwu merupakan garam yang dihasilkan dari letupan kawah lumpur di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Garam ini berbentuk menyerupai garam krosok dengan warna sedikit lebih pucat, garam Bledug Kuwu dibuat dengan cara mengalirkan air yang keluar bersama letupan ke bak penampung yang selanjutnya ditampung dan diuapkan dalam bilah bambu yang sudah dibelah atau plastik. Dilihat dari prosesnya pembuatan garam ini tergolong masih menggunakan metode yang sederhana.
Tim Dosen USM memperkenalkan metode teknologi ulir filter dalam membuat garam yang saat ini banyak disosialisasikan oleh Pemerintah. Dalam kegiatan pelatihan yang dihadiri 10 petani garam itu, Erwin Nofiyanto, S.Pd.,M.Si, dosen USM, menjelaskan teknologi ulir filter ini merupakan metode pembuatan garam untuk mempercepat penguapan air laut, atau evaporasi air laut dengan bantuan sinar Matahari melalui pengaliran air pada petakan-petakan berseri dalam proses penuaannya dan penambahan material alam yang berperan sebagai filter.
Erwin Nofiyanto menambahkan Filter ini bisa terdiri dari kapas daktron, batu kerikil, arang aktif, ijuk dan batu zeolite.
Selain memberikan pelatihan teknologi ulir filter (TUF), Tim Dosen USM yang terdiri atas Erwin Nofiyanto, S.Pd.,M.Si.,Prof.Dr.Ir.Haslina, M.Si, dan Dr.Ari Endang Jayanti, M.T. juga memberikan plastik HDPE Geomembran kepada petani garam Bledug Kuwu.
"Plastik yang digunakan petani garam Bledug Kuwu selama ini plastik bening putih ukuran 2 meter, yang kelemahannya dalam pembuatan garam masih terlalu lama, sering bocor, dan paling lama bisa bertahan 1 bulan, kadang baru beli diisi air bocor, “ungkap Sadiman, petani garam Bledug Kuwu.
“Kelebihan plastik geomembran, yakni membuat garam cepat jadi, harga garam lebih mahal karena warnanya putih, anti-UV (bisa bertahan lama), kuat terhadap kimia, fleksibel, performa panjang dan proses instalasi cukup mudah,” ungkap Erwin Nofiyanto.
Petani garam Bledug Kuwu Ibu Kustiyah menyampaikan selama ini produksi garam masih skala kecil karena nunggu panen garam yang masih agak lama sekitar 3-5 hari, dan penjualan masih di area wisata Bledug Kuwu.
“Dengan bantuan plastik geomembran dari Tim USM yang didanai oleh Kemendikbud, semoga produksi garam bisa semakin meningkat dan dapat dijual di berbagai daerah,” ungkap Kustiyah.
Sementara petani lain Sadiman menambahkan garam Bledug Kuwu kami berbeda, di mana garam putih alami tanpa proses yang panjang seperti di pabrik, sehingga kandungan nutrisi dan mineral alaminya masih utuh yang dapat meningkatkan nilai jual.
Petani garam di Bledug Kuwu Kabupaten Grobogan merasa terbantu dalam pemberian bantuan TUF dan media geomembran oleh Dosen USM dalam Program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat yang didanai oleh Kemendikbud. ***
Garam Bledug Kuwu merupakan garam yang dihasilkan dari letupan kawah lumpur di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Garam ini berbentuk menyerupai garam krosok dengan warna sedikit lebih pucat, garam Bledug Kuwu dibuat dengan cara mengalirkan air yang keluar bersama letupan ke bak penampung yang selanjutnya ditampung dan diuapkan dalam bilah bambu yang sudah dibelah atau plastik. Dilihat dari prosesnya pembuatan garam ini tergolong masih menggunakan metode yang sederhana.
Tim Dosen USM memperkenalkan metode teknologi ulir filter dalam membuat garam yang saat ini banyak disosialisasikan oleh Pemerintah. Dalam kegiatan pelatihan yang dihadiri 10 petani garam itu, Erwin Nofiyanto, S.Pd.,M.Si, dosen USM, menjelaskan teknologi ulir filter ini merupakan metode pembuatan garam untuk mempercepat penguapan air laut, atau evaporasi air laut dengan bantuan sinar Matahari melalui pengaliran air pada petakan-petakan berseri dalam proses penuaannya dan penambahan material alam yang berperan sebagai filter.
Erwin Nofiyanto menambahkan Filter ini bisa terdiri dari kapas daktron, batu kerikil, arang aktif, ijuk dan batu zeolite.
Selain memberikan pelatihan teknologi ulir filter (TUF), Tim Dosen USM yang terdiri atas Erwin Nofiyanto, S.Pd.,M.Si.,Prof.Dr.Ir.Haslina, M.Si, dan Dr.Ari Endang Jayanti, M.T. juga memberikan plastik HDPE Geomembran kepada petani garam Bledug Kuwu.
"Plastik yang digunakan petani garam Bledug Kuwu selama ini plastik bening putih ukuran 2 meter, yang kelemahannya dalam pembuatan garam masih terlalu lama, sering bocor, dan paling lama bisa bertahan 1 bulan, kadang baru beli diisi air bocor, “ungkap Sadiman, petani garam Bledug Kuwu.
“Kelebihan plastik geomembran, yakni membuat garam cepat jadi, harga garam lebih mahal karena warnanya putih, anti-UV (bisa bertahan lama), kuat terhadap kimia, fleksibel, performa panjang dan proses instalasi cukup mudah,” ungkap Erwin Nofiyanto.
Petani garam Bledug Kuwu Ibu Kustiyah menyampaikan selama ini produksi garam masih skala kecil karena nunggu panen garam yang masih agak lama sekitar 3-5 hari, dan penjualan masih di area wisata Bledug Kuwu.
“Dengan bantuan plastik geomembran dari Tim USM yang didanai oleh Kemendikbud, semoga produksi garam bisa semakin meningkat dan dapat dijual di berbagai daerah,” ungkap Kustiyah.
Sementara petani lain Sadiman menambahkan garam Bledug Kuwu kami berbeda, di mana garam putih alami tanpa proses yang panjang seperti di pabrik, sehingga kandungan nutrisi dan mineral alaminya masih utuh yang dapat meningkatkan nilai jual.
Petani garam di Bledug Kuwu Kabupaten Grobogan merasa terbantu dalam pemberian bantuan TUF dan media geomembran oleh Dosen USM dalam Program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat yang didanai oleh Kemendikbud. ***