Semarang (ANTARA) - Ketua Pelaksana Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (PP MAJT) Prof. K.H. Noor Achmad memperkirakan agama Islam di China bakal berkembang pesat sepanjang keberadaannya tidak dibenturkan dengan pemerintah setempat.
"Selain itu, Islam di China juga harus mampu beradaptasi dengan budaya lokal," ujarnya di Kantor MAJT di Semarang, Minggu.
Noor Achmad bersama Sekretaris Pengelola MAJT K.H. Muhyiddin, Ketua Bidang Ketakmiran MAJT K.H. Hanief Ismail, dan Sekretaris Bidang Hubungan Antarlembaga/Direktur Pesantren MAJT Dr. M. Syaifudin pada 18--24 Mei 2024 mengunjungi Provinsi Sichuan dan Provinsi Xinjiang atas undangan Pemerintah China.
Menurut Noor Achmad, Islam di Xinjiang bisa bertahan bahkan berkembang karena umat Islam di sana bisa beradaptasi dengan budaya serta tidak ada benturan atau dibenturkan dengan pemerintah China.
Pemerintah China--dalam konstitusinya-- memang menjamin rakyatnya beragama maupun tidak beragama. Kepada umat beragama, pemerintah China juga memberi bantuan termasuk di bidang pendidikan.
Disebutkan, di Kota Urumqi saja saat ini ada sekitar 300 masjid, sedangkan di Provinsi Xinjiang terdapat sekitar 10.000 masjid dan puluhan pesantren.
Ketika mengunjungi Masjid Baida, masjid tertua di Urumqi, delegasi MAJT melihat langsung betapa bangunan tempat ibadah umat Islam tersebut masih terawat dengan baik.
Negara China juga disebutkan membiayai kebutuhan umat Islam, seperti mengalirkan dana operasional untuk Masjid Baida. Selain itu juga merawat peninggalan budaya Islam, seperti kesenian muqam, yang juga diakui oleh UNESCO.
Pemerintah China juga memperhatikan pendidikan keagamaan Islam, yang antara lain, terlihat dari kemegahan bangunan Institut Islam Xinjiang yang berdiri di atas lahan 10 hektare.
Kurikulum di institut itu juga sama persis dengan di Indonesia dan belahan lai di Bumi ini, yang mengikuti ajaran ahlussunah wal jamaah. Materi ajarnya ada fikih, tafsir, hadis, gramatika bahasa Arab, dan tarikh.
"Rektor Institut Islam Xinjiang Syekh Abdul Raqieb Tumniyaz merupakan alumnus Al Azhar Kairo, yang dalam pemaparannya menegaskan Islam moderat dan inklusif," katanya.
MAJT selama ini menjadi satu-satunya masjid di Indonesia yang menjalin kerja sama dengan China.
Komunitas muslim Xinjiang juga mengutarakan keinginan kerja sama di bidang sosial dan budaya, antara lain, belajar bagaimana MAJT bisa berperan dalam menjaga kerukunan umat beragama, kata Penasihat MAJT Ali Mufiz, MA.
"Kalau konsep MAJT itu bisa diterapkan di Xinjiang, kunjungan (delegasi MAJT) ini jadi langkah awal untuk lebih banyak lagi1 kerja sama dengan Xinjiang," katanya.
"Selain itu, Islam di China juga harus mampu beradaptasi dengan budaya lokal," ujarnya di Kantor MAJT di Semarang, Minggu.
Noor Achmad bersama Sekretaris Pengelola MAJT K.H. Muhyiddin, Ketua Bidang Ketakmiran MAJT K.H. Hanief Ismail, dan Sekretaris Bidang Hubungan Antarlembaga/Direktur Pesantren MAJT Dr. M. Syaifudin pada 18--24 Mei 2024 mengunjungi Provinsi Sichuan dan Provinsi Xinjiang atas undangan Pemerintah China.
Menurut Noor Achmad, Islam di Xinjiang bisa bertahan bahkan berkembang karena umat Islam di sana bisa beradaptasi dengan budaya serta tidak ada benturan atau dibenturkan dengan pemerintah China.
Pemerintah China--dalam konstitusinya-- memang menjamin rakyatnya beragama maupun tidak beragama. Kepada umat beragama, pemerintah China juga memberi bantuan termasuk di bidang pendidikan.
Disebutkan, di Kota Urumqi saja saat ini ada sekitar 300 masjid, sedangkan di Provinsi Xinjiang terdapat sekitar 10.000 masjid dan puluhan pesantren.
Ketika mengunjungi Masjid Baida, masjid tertua di Urumqi, delegasi MAJT melihat langsung betapa bangunan tempat ibadah umat Islam tersebut masih terawat dengan baik.
Negara China juga disebutkan membiayai kebutuhan umat Islam, seperti mengalirkan dana operasional untuk Masjid Baida. Selain itu juga merawat peninggalan budaya Islam, seperti kesenian muqam, yang juga diakui oleh UNESCO.
Pemerintah China juga memperhatikan pendidikan keagamaan Islam, yang antara lain, terlihat dari kemegahan bangunan Institut Islam Xinjiang yang berdiri di atas lahan 10 hektare.
Kurikulum di institut itu juga sama persis dengan di Indonesia dan belahan lai di Bumi ini, yang mengikuti ajaran ahlussunah wal jamaah. Materi ajarnya ada fikih, tafsir, hadis, gramatika bahasa Arab, dan tarikh.
"Rektor Institut Islam Xinjiang Syekh Abdul Raqieb Tumniyaz merupakan alumnus Al Azhar Kairo, yang dalam pemaparannya menegaskan Islam moderat dan inklusif," katanya.
MAJT selama ini menjadi satu-satunya masjid di Indonesia yang menjalin kerja sama dengan China.
Komunitas muslim Xinjiang juga mengutarakan keinginan kerja sama di bidang sosial dan budaya, antara lain, belajar bagaimana MAJT bisa berperan dalam menjaga kerukunan umat beragama, kata Penasihat MAJT Ali Mufiz, MA.
"Kalau konsep MAJT itu bisa diterapkan di Xinjiang, kunjungan (delegasi MAJT) ini jadi langkah awal untuk lebih banyak lagi1 kerja sama dengan Xinjiang," katanya.