Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna membenarkan adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik terhadap Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah.
“Laporan itu benar,” kata Palguna ketika dihubungi di Jakarta pada Kamis (21/3) malam.
Ia mengatakan dirinya baru memperoleh kabar pelaporan tersebut ketika baru pulang dari Bali, sehingga masih belum sempat mendalami dan belum bisa memberikan informasi lebih lengkap.
“Saya belum sempat mendalami, sehingga belum bisa memberi pernyataan apa-apa perihal pelanggaran apa, apa alasannya, apa buktinya, dan lain-lain,” ujarnya.
Dirinya dan anggota MKMK lainnya, kata dia, masih akan mempelajari terlebih dahulu laporan tersebut.
Sementara itu, Juru Bicara MK Fajar Laksono juga membenarkan adanya laporan terhadap Hakim Guntur di MKMK.
“Ada laporan masuk, baru dua. Hakim terlapornya M. Guntur Hamzah,” ujarnya ketika ditemui di Gedung MK pada Kamis (21/3).
Ia menyebut, pelapor mempersoalkan Guntur yang memiliki jabatan di luar profesinya sebagai hakim. Diketahui, Guntur menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).
Terkait detail laporan, Fajar mengatakan belum membaca secara rinci. Ia juga tidak mengungkapkan identitas pelapor dan hanya menyebut bahwa kedua laporan itu tengah diproses.
“Kita tugasnya memproses secara administrasi. Kalau sudah kita registrasi dan sidangkan, silakan tanya ke pelapor,” ujarnya.
Sebelumnya, pada November 2023, Guntur Hamzah dan lima hakim konstitusi lainnya dijatuhi sanksi teguran lisan secara kolektif oleh MKMK di bawah pimpinan Jimly Asshidique karena terbukti secara bersama-sama melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Pihak pelapor adalah Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, Advokat Pengawal Konstitusi, Perhimpunan Pemuda Madani, dan advokat bernama Alamsyah Hanafiah.
Majelis Kehormatan menyimpulkan bahwa para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup, sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.
“Laporan itu benar,” kata Palguna ketika dihubungi di Jakarta pada Kamis (21/3) malam.
Ia mengatakan dirinya baru memperoleh kabar pelaporan tersebut ketika baru pulang dari Bali, sehingga masih belum sempat mendalami dan belum bisa memberikan informasi lebih lengkap.
“Saya belum sempat mendalami, sehingga belum bisa memberi pernyataan apa-apa perihal pelanggaran apa, apa alasannya, apa buktinya, dan lain-lain,” ujarnya.
Dirinya dan anggota MKMK lainnya, kata dia, masih akan mempelajari terlebih dahulu laporan tersebut.
Sementara itu, Juru Bicara MK Fajar Laksono juga membenarkan adanya laporan terhadap Hakim Guntur di MKMK.
“Ada laporan masuk, baru dua. Hakim terlapornya M. Guntur Hamzah,” ujarnya ketika ditemui di Gedung MK pada Kamis (21/3).
Ia menyebut, pelapor mempersoalkan Guntur yang memiliki jabatan di luar profesinya sebagai hakim. Diketahui, Guntur menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).
Terkait detail laporan, Fajar mengatakan belum membaca secara rinci. Ia juga tidak mengungkapkan identitas pelapor dan hanya menyebut bahwa kedua laporan itu tengah diproses.
“Kita tugasnya memproses secara administrasi. Kalau sudah kita registrasi dan sidangkan, silakan tanya ke pelapor,” ujarnya.
Sebelumnya, pada November 2023, Guntur Hamzah dan lima hakim konstitusi lainnya dijatuhi sanksi teguran lisan secara kolektif oleh MKMK di bawah pimpinan Jimly Asshidique karena terbukti secara bersama-sama melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Pihak pelapor adalah Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, Advokat Pengawal Konstitusi, Perhimpunan Pemuda Madani, dan advokat bernama Alamsyah Hanafiah.
Majelis Kehormatan menyimpulkan bahwa para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup, sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.