Jakarta (ANTARA) - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar rapat klarifikasi terhadap para pelapor dugaan hakim konstitusi melanggar kode etik dengan periode pelaporan November–Desember 2023 dan Januari 2024.
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna mengatakan rapat tersebut digelar untuk mengetahui sikap para pelapor terhadap kelanjutan laporan. Pasalnya, laporan tersebut diterima saat MKMK masih bersifat ad hoc yang ketika itu dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie.
“Ini ada perkara-perkara yang sudah masuk sebelum kami dilantik. Dan sudah masuknya itu belum diregistrasi karena mau diregistrasi bagaimana, kan, MKMK-nya waktu itu masih MKMK ad hoc,” ujar Palguna saat ditemui di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis.
Palguna mengatakan ada tujuh pihak pelapor yang diundang dalam rapat klarifikasi tersebut. Seluruh pelapor mengajukan laporannya sebelum MKMK “permanen”, yang diketuai oleh Palguna, dilantik pada 8 Januari 2024.
“Kami itu ditegaskan bahwa mulai bertugasnya itu adalah 8 Januari 2024 sampai dengan 31 Desember 2024. Nah oleh karena itu, tentu kami memerlukan klarifikasi dari para pelapor ini, bagaimana dengan hal-hal itu? Karena prosedur formal kan harus dilalui, supaya nanti tidak menimbulkan problem teknis di kemudian hari,” ujarnya.
Hal ini berarti, MKMK yang ada saat ini hanya bisa memeriksa laporan yang diajukan sejak tanggal 8 Januari 2024. Namun begitu, Palguna menegaskan pihaknya juga tidak bisa memaksa para pelapor untuk mengajukan ulang laporannya.
“Pokoknya kami tidak menyuruh untuk membuat laporan, kami hanya mengatakan yang bisa kami periksa adalah perkara-perkara yang masuk setelah tanggal 8 Januari. Itu terserahlah para pelapor menafsirkan itu, kan kami tidak boleh masuk ke sana, ke substansinya,” tutur Palguna.
Palguna mengatakan MKMK akan mengirimkan surat pemberitahuan hasil rapat kepada para pelapor.
“Nanti juga kami akan mengirimkan surat sesuai dengan hasil pertemuan yang tadi kepada mereka, supaya ada jawaban khususnya. Dari pihak sekretariat supaya proses surat-menyuratnya itu, proses korespondensinya, itu juga harus proper,” ujar dia.
Diketahui, MKMK ad hoc dibentuk pada Selasa, 24 Oktober 2023 untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres dan cawapres.
MKMK ad hoc beranggotakan tiga orang, yakni Jimly Asshiddiqie, Wahiduddin Adams, serta Bintan R. Saragih. Ketiganya hanya bekerja selama satu bulan, mulai 24 Oktober hingga 24 November 2023.
Salah satu putusan MKMK ad hoc adalah menyatakan Ketua MK saat itu, Anwar Usman, terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Ia dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan.
Setelah masa tugas MKMK ad hoc tersebut berakhir, laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi masih berlanjut, hingga kemudian MKMK permanen dibentuk.
MKMK permanen yang beranggotakan I Dewa Gede Palguna, Ridwan Mansyur, dan Yuliandri resmi dilantik pada Senin, 8 Januari 2024. Mereka menjalankan tugas sebagai anggota MKMK sejak 8 Januari sampai dengan 31 Desember 2024.
Baca juga: Dewas KPK sebut keppres tidak pengaruhi putusan sidang etik Firli Bahuri
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna mengatakan rapat tersebut digelar untuk mengetahui sikap para pelapor terhadap kelanjutan laporan. Pasalnya, laporan tersebut diterima saat MKMK masih bersifat ad hoc yang ketika itu dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie.
“Ini ada perkara-perkara yang sudah masuk sebelum kami dilantik. Dan sudah masuknya itu belum diregistrasi karena mau diregistrasi bagaimana, kan, MKMK-nya waktu itu masih MKMK ad hoc,” ujar Palguna saat ditemui di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis.
Palguna mengatakan ada tujuh pihak pelapor yang diundang dalam rapat klarifikasi tersebut. Seluruh pelapor mengajukan laporannya sebelum MKMK “permanen”, yang diketuai oleh Palguna, dilantik pada 8 Januari 2024.
“Kami itu ditegaskan bahwa mulai bertugasnya itu adalah 8 Januari 2024 sampai dengan 31 Desember 2024. Nah oleh karena itu, tentu kami memerlukan klarifikasi dari para pelapor ini, bagaimana dengan hal-hal itu? Karena prosedur formal kan harus dilalui, supaya nanti tidak menimbulkan problem teknis di kemudian hari,” ujarnya.
Hal ini berarti, MKMK yang ada saat ini hanya bisa memeriksa laporan yang diajukan sejak tanggal 8 Januari 2024. Namun begitu, Palguna menegaskan pihaknya juga tidak bisa memaksa para pelapor untuk mengajukan ulang laporannya.
“Pokoknya kami tidak menyuruh untuk membuat laporan, kami hanya mengatakan yang bisa kami periksa adalah perkara-perkara yang masuk setelah tanggal 8 Januari. Itu terserahlah para pelapor menafsirkan itu, kan kami tidak boleh masuk ke sana, ke substansinya,” tutur Palguna.
Palguna mengatakan MKMK akan mengirimkan surat pemberitahuan hasil rapat kepada para pelapor.
“Nanti juga kami akan mengirimkan surat sesuai dengan hasil pertemuan yang tadi kepada mereka, supaya ada jawaban khususnya. Dari pihak sekretariat supaya proses surat-menyuratnya itu, proses korespondensinya, itu juga harus proper,” ujar dia.
Diketahui, MKMK ad hoc dibentuk pada Selasa, 24 Oktober 2023 untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia capres dan cawapres.
MKMK ad hoc beranggotakan tiga orang, yakni Jimly Asshiddiqie, Wahiduddin Adams, serta Bintan R. Saragih. Ketiganya hanya bekerja selama satu bulan, mulai 24 Oktober hingga 24 November 2023.
Salah satu putusan MKMK ad hoc adalah menyatakan Ketua MK saat itu, Anwar Usman, terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Ia dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatan.
Setelah masa tugas MKMK ad hoc tersebut berakhir, laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi masih berlanjut, hingga kemudian MKMK permanen dibentuk.
MKMK permanen yang beranggotakan I Dewa Gede Palguna, Ridwan Mansyur, dan Yuliandri resmi dilantik pada Senin, 8 Januari 2024. Mereka menjalankan tugas sebagai anggota MKMK sejak 8 Januari sampai dengan 31 Desember 2024.
Baca juga: Dewas KPK sebut keppres tidak pengaruhi putusan sidang etik Firli Bahuri