Kudus (ANTARA) -
Jutaan batang rokok ilegal berbagai merek dengan kemasan berbagai ukuran tertata rapi di gudang tua di sisi selatan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Cukai Kudus, Jawa Tengah.
Ada pula rokok ilegal yang belum dikemas atau masih terbuka yang berserakan di lantai gudang.
Karena terlalu banyaknya rokok ilegal yang disita petugas, gudang yang tidak begitu besar tersebut terlihat penuh sesak. Padahal gudang itu sudah dibuat dua lantai. Akhirnya, setiap ada barang bukti baru ditempatkan di lorong kantor di unit Intelijen dan Penindakan (Inteldak).
Di gudang itu, beberapa kemasan rokok tampak sudah berdebu sehingga ketika pintu gerbang dibuka dan tertiup angin lalu cahaya Matahari menerobos ruang, terlihat jelas debu beterbangan.
Rokok ilegal yang disimpan di gudang pun silih berganti karena untuk mengurangi barang ilegal di dalam gudang, Bea Cukai memusnahkannya setiap tahun hingga dua kali. Itu pun masih juga belum mengurangi jumlah rokok ilegal yang disimpan di gudang secara signifikan.
Banyaknya rokok ilegal tersebut menjadi salah satu bukti setiap petugas Bea dan Cukai menyematkan "api abadi" di dadanya dalam memberantas rokok ilegal. Produksi dan peredaran rokok ilegal ini seolah tak berujung.
Untung besar memproduksi rokok ilegal menjadi magnet bagi produsen. Begitu pula bagi distributornya. Meski ratusan juta batang rokok ilegal sudah disita dan pelakunya dibui, itu tidak membuat mereka jera.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kudus Moch. Arif Setijo Noegroho mengakui rokok ilegal memang tidak habis-habis meskipun diberantas terus-menerus.
Bahkan ketika pemberantasannya dilakukan secara gabungan dengan melibatkan banyak aparat, rokok ilegal tetap bermunculan bak jamur pada musim hujan.
Oleh karena itu, memberantas rokok ilegal bagaikan misi yang mustahil atau mission impossible. Setiap diungkap, barang buktinya disita, dan pelakunya dipenjarakan, muncul pemain baru yang menggantikan. Ibarat kata, yang patah akan tumbuh dan yang hilang segera berganti.
Secara gamblang, Arif menyebutkan sulitnya memberangus rokok ilegal karena keuntungan yang bisa dipetik para pelaku sangat tinggi, lantaran tarif cukai rokok setiap tahunnya selalu naik.
Walaupun pelakunya ditangkapi terus-menerus, tak lama muncul "pemain" baru karena didorong keuntungan besar. Makin tinggi tarifnya, kian besar keuntungannya, sementara negara dirugikan ratusan miliar rupiah setiap tahun akibat produsen tidak membayar cukai rokok.
Pada tahun 2024 pun ada kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10 persen. Ibarat "di mana ada gula, di situ ada semut", meskipun banyak rintangan.
Kenaikan tarif cukai rokok yang hampir setiap tahun terjadi justru menjadi amunisi para produsen rokok ilegal untuk memproduksi dan mengedarkannya dengan berbagai cara. Mengapa? Karena harga rokok legal menjadi kian mahal sehingga pecandu nikotin akan beralih ke rokok yang lebih murah, antara lain rokok ilegal itu.
Sebagai gambaran, harga rokok segmen menengah rata-rata per bungkus Rp15.000, sedangkan rokok ilegal bisa ditebus kurang dari Rp9.000/bungkus isi 12 batang.
Adapun pendistribusian rokok ilegal bisa langsung menggunakan truk, mobil pribadi, hingga memanfaatkan bus umum. Modus terbaru, transaksinya dilakukan secara daring, sedangkan pengirimannya memanfaatkan jasa pengiriman paket.
Meski demikian, semangat petugas Bea Cukai memberantas rokok ilegal tidak pernah padam. Keberadaan rokok ilegal memang tidak pernah tamat karena selalu muncul modus baru untuk melakukan kejahatan tersebut.
Tim Bea Cukai Kudus tidak sekadar menindak produsen rokok ilegal kelas teri, kelas kakap dengan pengiriman dalam jumlah banyak menggunakan truk besar juga berulang kali diungkap.
Pengawasan pun tidak hanya dilakukan pada siang hari. Pada malam hari petugas tetap melakukan pengawasan, termasuk melalukan pengejaran bak tayangan film action. Aksi mengejar pelaku dengan menggunakan mobil dengan taruhan nyawa petugas itu sendiri.
Jasa pengiriman paket
Berbagai modus kejahatan konvensional, mulai dari menggunakan angkutan barang, mobil pribadi, hingga angkutan umum untuk mengangkut rokok ilegal bisa diungkap petugas.
Produsen rokok ilegal boleh jadi percaya pada pepatah "banyak jalan menuju Roma". Ketika semua jalur mengedarkan rokok ilegal secara konvensional diendus petugas Bea Cukai, mereka punya ide lain untuk mengedarkannya.
Menjamurnya jasa pengiriman paket barang seiring tumbuh suburnya e-commerce dan perilaku masyarakat Tanah Air yang hobi berbelanja secara daring, menjadi alternatif buat pelaku rokok ilegal karena hampir semua layanan jasa pengiriman paket barang dimanfaatkan untuk mengirimkan paket yang di dalamnya berisi rokok ilegal agar tidak mudah terlacak.
Pengungkapan terbesar yang dilakukan KPPBC Kudus, di antaranya keberhasilannya menyita 1.588 paket berisi rokok ilegal dari jasa pengiriman barang di Jepara pada Maret 2023.
Dari ribuan paket rokok ilegal tersebut, total jumlah barang buktinya mencapai 1.362.800 batang rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM). Sejuta lebih batang rokok ini hendak dikirim ke berbagai wilayah di Jateng, Jawa Barat, hingga beberapa daerah lainnya di Indonesia.
Sementara nilai barang buktinya ketika dihitung mencapai Rp1,7 miliar, sedangkan potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai sebesar Rp1,17 miliar.
Keberhasilan dalam mengungkap rokok ilegal tersebut tidak terlepas dari ide tim KPPBC Kudus yang juga tidak pernah habis. Dengan dibentuknya tim pengawas khusus penjualan rokok ilegal melalui perdagangan elektronik atau e-commerce, akhirnya mereka bisa membongkar peredaran rokok ilegal yang mulai memanfaatkan e-commerce.
Sinergi dengan berbagai pihak dalam pemberantasan rokok ilegal itu kian memberi tambahan energi baru bagi tim Bea Cukai dalam memberantas rokok ilegal.
Tim KPPBC Kudus juga sering melibatkan aparat Polri dan TNI dalam penindakannya, termasuk dari Sub Denpom IV/3-2 Pati.
Selain melakukan penindakan, KPPBC Kudus juga menginisiasi pembentukan Lingkungan Industri Kecil (LIK) Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai salah satu upaya menekan peredaran rokok ilegal.
Kehadiran LIK IHT dirancang, agar pelaku rokok ilegal insaf, lalu beralih memproduksi sigaret menjadi usaha yang legal dengan menyewa tempat produksi yang tersedia di LIK IHT Kudus yang kini naik status menjadi Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Hadirnya KIHT dengan 17 tempat produksi rokok ternyata mendapat sambutan positif pelaku usaha rokok golongan kecil. Banyak pengusaha rokok kecil yang mengantre untuk bisa menyewa tempat produksi karena aturan untuk mendirikan usaha rokok kini makin ketat, luas pabriknya pun ditentukan, yakni sebesar 200 meter persegi.
Demi menekan peredaran rokok ilegal, Pemkab Kudus juga merencanakan kembali pembangunan tempat produksi rokok serupa dengan nama Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT).
Lokasinya direncanakan di Desa Klaling, Kecamatan Jekulo, dengan luas areal 3,7 hektare yang bisa dibangun hingga 15 unit gudang produksi rokok. Artinya, ada peluang 15 pengusaha rokok kecil memproduksi rokok di kawasan tersebut.
Setelah mereka memproduksi rokok di kawasan tersebut, melekatkan pita cukai pada kemasan rokok tentu menjadi keharusan.
Alhasil, penerimaan negara juga bakal bertambah.
Ada pula rokok ilegal yang belum dikemas atau masih terbuka yang berserakan di lantai gudang.
Karena terlalu banyaknya rokok ilegal yang disita petugas, gudang yang tidak begitu besar tersebut terlihat penuh sesak. Padahal gudang itu sudah dibuat dua lantai. Akhirnya, setiap ada barang bukti baru ditempatkan di lorong kantor di unit Intelijen dan Penindakan (Inteldak).
Di gudang itu, beberapa kemasan rokok tampak sudah berdebu sehingga ketika pintu gerbang dibuka dan tertiup angin lalu cahaya Matahari menerobos ruang, terlihat jelas debu beterbangan.
Rokok ilegal yang disimpan di gudang pun silih berganti karena untuk mengurangi barang ilegal di dalam gudang, Bea Cukai memusnahkannya setiap tahun hingga dua kali. Itu pun masih juga belum mengurangi jumlah rokok ilegal yang disimpan di gudang secara signifikan.
Banyaknya rokok ilegal tersebut menjadi salah satu bukti setiap petugas Bea dan Cukai menyematkan "api abadi" di dadanya dalam memberantas rokok ilegal. Produksi dan peredaran rokok ilegal ini seolah tak berujung.
Untung besar memproduksi rokok ilegal menjadi magnet bagi produsen. Begitu pula bagi distributornya. Meski ratusan juta batang rokok ilegal sudah disita dan pelakunya dibui, itu tidak membuat mereka jera.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kudus Moch. Arif Setijo Noegroho mengakui rokok ilegal memang tidak habis-habis meskipun diberantas terus-menerus.
Bahkan ketika pemberantasannya dilakukan secara gabungan dengan melibatkan banyak aparat, rokok ilegal tetap bermunculan bak jamur pada musim hujan.
Oleh karena itu, memberantas rokok ilegal bagaikan misi yang mustahil atau mission impossible. Setiap diungkap, barang buktinya disita, dan pelakunya dipenjarakan, muncul pemain baru yang menggantikan. Ibarat kata, yang patah akan tumbuh dan yang hilang segera berganti.
Secara gamblang, Arif menyebutkan sulitnya memberangus rokok ilegal karena keuntungan yang bisa dipetik para pelaku sangat tinggi, lantaran tarif cukai rokok setiap tahunnya selalu naik.
Walaupun pelakunya ditangkapi terus-menerus, tak lama muncul "pemain" baru karena didorong keuntungan besar. Makin tinggi tarifnya, kian besar keuntungannya, sementara negara dirugikan ratusan miliar rupiah setiap tahun akibat produsen tidak membayar cukai rokok.
Pada tahun 2024 pun ada kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10 persen. Ibarat "di mana ada gula, di situ ada semut", meskipun banyak rintangan.
Kenaikan tarif cukai rokok yang hampir setiap tahun terjadi justru menjadi amunisi para produsen rokok ilegal untuk memproduksi dan mengedarkannya dengan berbagai cara. Mengapa? Karena harga rokok legal menjadi kian mahal sehingga pecandu nikotin akan beralih ke rokok yang lebih murah, antara lain rokok ilegal itu.
Sebagai gambaran, harga rokok segmen menengah rata-rata per bungkus Rp15.000, sedangkan rokok ilegal bisa ditebus kurang dari Rp9.000/bungkus isi 12 batang.
Adapun pendistribusian rokok ilegal bisa langsung menggunakan truk, mobil pribadi, hingga memanfaatkan bus umum. Modus terbaru, transaksinya dilakukan secara daring, sedangkan pengirimannya memanfaatkan jasa pengiriman paket.
Meski demikian, semangat petugas Bea Cukai memberantas rokok ilegal tidak pernah padam. Keberadaan rokok ilegal memang tidak pernah tamat karena selalu muncul modus baru untuk melakukan kejahatan tersebut.
Tim Bea Cukai Kudus tidak sekadar menindak produsen rokok ilegal kelas teri, kelas kakap dengan pengiriman dalam jumlah banyak menggunakan truk besar juga berulang kali diungkap.
Pengawasan pun tidak hanya dilakukan pada siang hari. Pada malam hari petugas tetap melakukan pengawasan, termasuk melalukan pengejaran bak tayangan film action. Aksi mengejar pelaku dengan menggunakan mobil dengan taruhan nyawa petugas itu sendiri.
Jasa pengiriman paket
Berbagai modus kejahatan konvensional, mulai dari menggunakan angkutan barang, mobil pribadi, hingga angkutan umum untuk mengangkut rokok ilegal bisa diungkap petugas.
Produsen rokok ilegal boleh jadi percaya pada pepatah "banyak jalan menuju Roma". Ketika semua jalur mengedarkan rokok ilegal secara konvensional diendus petugas Bea Cukai, mereka punya ide lain untuk mengedarkannya.
Menjamurnya jasa pengiriman paket barang seiring tumbuh suburnya e-commerce dan perilaku masyarakat Tanah Air yang hobi berbelanja secara daring, menjadi alternatif buat pelaku rokok ilegal karena hampir semua layanan jasa pengiriman paket barang dimanfaatkan untuk mengirimkan paket yang di dalamnya berisi rokok ilegal agar tidak mudah terlacak.
Pengungkapan terbesar yang dilakukan KPPBC Kudus, di antaranya keberhasilannya menyita 1.588 paket berisi rokok ilegal dari jasa pengiriman barang di Jepara pada Maret 2023.
Dari ribuan paket rokok ilegal tersebut, total jumlah barang buktinya mencapai 1.362.800 batang rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM). Sejuta lebih batang rokok ini hendak dikirim ke berbagai wilayah di Jateng, Jawa Barat, hingga beberapa daerah lainnya di Indonesia.
Sementara nilai barang buktinya ketika dihitung mencapai Rp1,7 miliar, sedangkan potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai sebesar Rp1,17 miliar.
Keberhasilan dalam mengungkap rokok ilegal tersebut tidak terlepas dari ide tim KPPBC Kudus yang juga tidak pernah habis. Dengan dibentuknya tim pengawas khusus penjualan rokok ilegal melalui perdagangan elektronik atau e-commerce, akhirnya mereka bisa membongkar peredaran rokok ilegal yang mulai memanfaatkan e-commerce.
Sinergi dengan berbagai pihak dalam pemberantasan rokok ilegal itu kian memberi tambahan energi baru bagi tim Bea Cukai dalam memberantas rokok ilegal.
Tim KPPBC Kudus juga sering melibatkan aparat Polri dan TNI dalam penindakannya, termasuk dari Sub Denpom IV/3-2 Pati.
Selain melakukan penindakan, KPPBC Kudus juga menginisiasi pembentukan Lingkungan Industri Kecil (LIK) Industri Hasil Tembakau (IHT) sebagai salah satu upaya menekan peredaran rokok ilegal.
Kehadiran LIK IHT dirancang, agar pelaku rokok ilegal insaf, lalu beralih memproduksi sigaret menjadi usaha yang legal dengan menyewa tempat produksi yang tersedia di LIK IHT Kudus yang kini naik status menjadi Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
Hadirnya KIHT dengan 17 tempat produksi rokok ternyata mendapat sambutan positif pelaku usaha rokok golongan kecil. Banyak pengusaha rokok kecil yang mengantre untuk bisa menyewa tempat produksi karena aturan untuk mendirikan usaha rokok kini makin ketat, luas pabriknya pun ditentukan, yakni sebesar 200 meter persegi.
Demi menekan peredaran rokok ilegal, Pemkab Kudus juga merencanakan kembali pembangunan tempat produksi rokok serupa dengan nama Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT).
Lokasinya direncanakan di Desa Klaling, Kecamatan Jekulo, dengan luas areal 3,7 hektare yang bisa dibangun hingga 15 unit gudang produksi rokok. Artinya, ada peluang 15 pengusaha rokok kecil memproduksi rokok di kawasan tersebut.
Setelah mereka memproduksi rokok di kawasan tersebut, melekatkan pita cukai pada kemasan rokok tentu menjadi keharusan.
Alhasil, penerimaan negara juga bakal bertambah.