Semarang (ANTARA) - Pengadilan Negeri Purwodadi menjatuhkan vonis penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda Rp1.663.194.820 kepada terdakwa SAP, Direktur CV AJ dalam persidangan.

Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perpajakan sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.

SAP merupakan pengusaha asal Grobogan yang memiliki usaha konstruksi bangunan sipil lainnya, demikian siaran pers dari Kanwil DJP Jawa Tengah I.

Perkara tersebut bermula dari tindak pidana pajak yang dilakukan oleh SAP melalui CV AJ yang tidak melaporkan peredaran uang usaha dan tidak menerbitkan faktur pajak pada SPT Tahunan PPh Badan dan pada SPT Masa PPN.

SAP tidak menerbitkan faktur pajak mulai masa pajak Januari 2019 sampai dengan Desember 2019.

Akibat ulah SAP, negara dirugikan Rp831.597.410. Perbuatan SAP tersebut melanggar Pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU KUP).

Dalam putusannya, Majelis Hakim juga menyatakan apabila terdakwa tidak membayar denda paling lama 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, maka Jaksa akan melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta kekayaan terpidana untuk membayar pidana denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila terdakwa tidak memiliki harta kekayaan yang mencukupi untuk membayar pidana denda maka terdakwa dijatuhkan hukuman kurungan sebagai subsider denda selama 6 (enam) bulan.

Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Jawa Tengah I, Santoso Dwi Prasetyo, menerangkan bahwa telah diberikan kesempatan kepada tersangka untuk melunasi kerugian negara dan menghentikan proses penyidikan, namun tidak dilakukan.

“Saat dilakukan penyidikan, tersangka sebenarnya masih memiliki hak untuk mengajukan permohonan penghentian penyidikan sesuai Pasal 44B UU KUP dengan melunasi kerugian pada pendapatan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 UU KUP ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara,” ungkapnya.

“Namun tersangka tidak menggunakan hak tersebut sehingga perkara dilimpahkan ke Pengadilan,” ucap Santoso.

Santoso menambahkan bahwa dalam penegakan hukum, DJP tetap mengutamakan penerapan restorative justice.

“Proses penegakan hukum pajak sebenarnya lebih mengutamakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara dibandingkan dengan pemidanaan seseorang dan penyidikan pidana pajak adalah bagian dari tindakan penegakan hukum di Direktorat Jenderal Pajak yang mana ini adalah upaya terakhir atau ultimum remedium,” pungkasnya.

Santoso juga mengatakan keberhasilan penegakan hukum tindak pidana di bidang perpajakan ini merupakan wujud koordinasi yang baik antar aparat penegak hukum sekaligus menunjukkan keseriusan dalam melakukan penegakan hukum dalam bidang perpajakan di wilayah Kanwil DJP Jawa Tengah I.

Santoso berharap adanya efek jera bagi wajib pajak lain sehingga tidak ada lagi pihak
yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

“Kanwil DJP Jawa Tengah I senantiasa berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dalam rangka penegakan hukum di bidang perpajakan. Semoga sinergi yang baik ini terus terjalin dan dapat ditingkatkan,” pungkasnya. ***

Pewarta : Nur Istibsaroh/ksm
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024