Semarang (ANTARA) - Pelaksana Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah bersepakat untuk terus membangun MAJT sebagai pusat peradaban bertaraf internasional.

Caranya dengan menjenamakan (branding) MAJT sebagai pusat peribadatan, pusat kajian Islam Aswaja, dan moderasi umat beragama bertaraf internasional.

Citra masjid yang mendunia ini harus terjaga di tengah bermunculan banyak masjid dengan reputasi masing-masing.

“Kita memiliki banyak keunggulan yang harus terjaga dan dibutuhkan kreasi, inovasi agar tetap menjadi kebanggaan masyarakat Nusantara hingga internasional,” ujar Ketua PP MAJT Prof Dr KH Noor Achmad, MA, usai Rapat Kerja MAJT di Bandungan yang berakhir Senin (15/1/2024).

Demikian siaran pers yang diterima di Semarang, Selasa, dari PP MAJT.

Raker yang diikuti segenap pengurus harian dan pleno PP MAJT dan unsur penasihat, menetapkan Garis-garis Besar Pengembangan dan Pemberdayaan (GBPP) MAJT 2023-2027 dan program kerja 2004. Hadir dalam raker, Ketua Penasihat Dr KH Achmad Darodji, MSi serta sesepuh MAJT Drs KH Ali Mufiz, MPA.

Prof Noor Achmad yang juga Ketua Baznas RI menegaskan, mengabarkan aktivitas MAJT secara terus menerus di era digital, sebagai keniscayaan. Penjenamaan melalui platform media massa seperti surat kabar, majalah, berita online, televisi dan radio, dan media sosial seperti Facebook, ayoutube, Whatsaap, Website, Neflik, ainstagram, Twitter (X), dan lainnya.

Branding kita memang sudah jalan, tapi harus lebih digencarkan lagi,” pintanya.

MAJT yang berlokasi di Jalan Gajah Raya, Kota Semarang, kata Noor Achmad, bukan masjid biasa atau masjid kampung, yang terkonsentrasi hanya untuk peribadatan dan kegiatan sosial keagamaan. Namun, MAJT yang berdiri di atas lahan seluas 10 hektare, dikenal sebagai destinasi wisata religi yang di dalamnya sarat dengan aset dan situs yang bernilai sejarah tinggi.

Misalnya, di kawasan ini terdapat Museum Sejarah Perkembangan Islam Nusantara dengan ribuan situs, kemudian arsitektur masjid yang perpaduan antara arsitektur Jawa, Eropa dan Timur Tengah. Terdapat payung raksasa, menara Al-Husna setinggi 99 meter yang dilengkapi teropong untuk melihat keindahan Kota Semarang, ratusan tanaman kurma beserta agro wisatanya, juga miniatur Kakbah. Masjid ini juga menjadi pusat bisnis, di antaranya dengan convention hall yang disewakan, hotel, juga UMKM yang tumbuh berkembang.

Maka citra, performa, dan sisi keunggulan MAJT yang luar biasa ini, harus gencar dimunculkan ke ranah publik tiada henti, untuk menjaga nilai positif, termasuk kehebatan-kehebatan lain.

MAJT di era kekinian, lanjutnya, bukan lagi sebagai masjid tunggal yang menjadi pusat peribadatan Islam sekaligus objek wisata religi. Nuansa menjaga keunggulan harus dilakukan, seiring kehadiran masjid-masjid serupa, seperti Masjid Al-Akbar, Surabaya, Masjid Al-Jabar, Bandung, Masjid Al-Zayed, Surakarta, selain eksistensi Masjid Istiqlal, Jakarta.

MAJT dengan situsnya yang komprehensif, jangan sampai redup di telan zaman, seiring kemunculan destinasi wisata religi baru.
Sejumlah alat untuk mengangkat branding antara lain melalui kekuatan media seperti Radio Dais, MAJT TV, website, serta kekuatan lain sebagai mitra kerja Tim Peliput MAJT, TVKU juga Cyber Army. Media-media tersebut akan diposisikan strategis.

MAJT juga tenar hingga mancangara sebagai pusat studi keislaman wasathiyah, mengembangkan sikap toleransi dan moderasi umat beragama. Branding ketenaran ini harus pula terjaga. Sebagai contoh, setiap usai salat Idul Fitri, para tokoh lintas agama di Jawa Tengah selalu bersilaturahim dengan puluhan ribu jemaah dan pengurus PP MAJT, tentunya sebagai hal positif untuk dilestarikan.

"Komunikasi yang sudah kuat dengan media massa sebagai tim peliput aktif harus terjaga. Mengingat, kekuatan media massa terbukti telah berkontribusi nyata, sebagai sarana branding," ujarnya.


 

Pewarta : Zaenal
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024