Solo (ANTARA) - Organisasi nirlaba Search for Common Ground bersama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) membangun kesepemahaman tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Persisnya kami ingin membangun persepamahaman antara pegiat media untuk bersinergi dalam mempromosikan kebebasan beragama dan berkeyakinan, termasuk melindungi kaum minoritas," kata Program Manager Search for Common Ground Indonesia Anis Hamim pada Lokakarya Lintas Media dan Lintas Agama di Solo, Jawa Tengah, Kamis.
Oleh karena itu, dikatakannya, acara tersebut melibatkan sejumlah kelompok, yakni dari media arus utama, media alternatif, konten kreator, tokoh lintas agama, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
"LSM atau NGO yang selama ini banyak berkegiatan di keagamaan," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, pada kegiatan tersebut juga dipaparkan sejauh mana perilaku digital warganet pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Secara umum tidak lebih buruk dari yang dulu. Bahkan kalau bicara tentang kekhawatiran dampak pilpres atau pemilu terharap isu kebebasan beragama dan berkeyakinan tidak ada tanda-tanda seperti pemilu sebelumnya," katanya.
Ia mengatakan pada pemilu sebelumnya politisasi terkait agama banyak dipakai sehingga berpengaruh pada sentimen publik terkait penghormatan perbedaan keberagaman beragama dan aliran.
"Bagaimanapun juga kita belum tahu apakah tanda-tanda ini akan positif seterusnya. Kalau kita lihat polarisasinya tidak seperti tahun 2019," katanya.
Meski demikian, ia tidak menampik ada isu yang selalu rentan untuk dipolitisasi.
"Jadi yang dilakukan dulu bisa dilakukan sekarang. Dalam hal ini kelompok minoritas selalu jadi sasaran empuk untuk dipolitisasi," katanya.
Ketua AJI Kota Surakarta Mariyana Ricky PD mengatakan selama ini unggahan yang dilakukan pemengaruh terkait dengan isu agama dan keyakinan di media sosial berimplikasi pada tingginya pencarian di Google.
"Seperti belum lama ini, Ridwan Kamil posting masjid di Palestina yang dibangun melalui kerja sama dengan Indonesia. Masyarakat langsung mencari," katanya.
"Persisnya kami ingin membangun persepamahaman antara pegiat media untuk bersinergi dalam mempromosikan kebebasan beragama dan berkeyakinan, termasuk melindungi kaum minoritas," kata Program Manager Search for Common Ground Indonesia Anis Hamim pada Lokakarya Lintas Media dan Lintas Agama di Solo, Jawa Tengah, Kamis.
Oleh karena itu, dikatakannya, acara tersebut melibatkan sejumlah kelompok, yakni dari media arus utama, media alternatif, konten kreator, tokoh lintas agama, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
"LSM atau NGO yang selama ini banyak berkegiatan di keagamaan," katanya.
Sementara itu, dikatakannya, pada kegiatan tersebut juga dipaparkan sejauh mana perilaku digital warganet pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Secara umum tidak lebih buruk dari yang dulu. Bahkan kalau bicara tentang kekhawatiran dampak pilpres atau pemilu terharap isu kebebasan beragama dan berkeyakinan tidak ada tanda-tanda seperti pemilu sebelumnya," katanya.
Ia mengatakan pada pemilu sebelumnya politisasi terkait agama banyak dipakai sehingga berpengaruh pada sentimen publik terkait penghormatan perbedaan keberagaman beragama dan aliran.
"Bagaimanapun juga kita belum tahu apakah tanda-tanda ini akan positif seterusnya. Kalau kita lihat polarisasinya tidak seperti tahun 2019," katanya.
Meski demikian, ia tidak menampik ada isu yang selalu rentan untuk dipolitisasi.
"Jadi yang dilakukan dulu bisa dilakukan sekarang. Dalam hal ini kelompok minoritas selalu jadi sasaran empuk untuk dipolitisasi," katanya.
Ketua AJI Kota Surakarta Mariyana Ricky PD mengatakan selama ini unggahan yang dilakukan pemengaruh terkait dengan isu agama dan keyakinan di media sosial berimplikasi pada tingginya pencarian di Google.
"Seperti belum lama ini, Ridwan Kamil posting masjid di Palestina yang dibangun melalui kerja sama dengan Indonesia. Masyarakat langsung mencari," katanya.