Solo (ANTARA) - Bank Indonesia melakukan edukasi cinta bangga paham rupiah kepada guru SMA/SMK/MA di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Deputi Kepala Perwakilan BI Surakarta Aries Purnomohadi pada acara Training of Trainer (ToT) Cinta Bangga Paham Rupiah di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis, mengatakan edukasi tersebut merupakan bagian dari tugas BI sebagai bank sentral Indonesia.
Pada acara edukasi tersebut ia menjelaskan terkait biaya pencetakan uang rupiah di Indonesia.
"Biaya pencetakan uang rupiah menjadi biaya moneter terbesar kedua BI setelah biaya operasi moneter," katanya.
Ia mengatakan proses pembuatan uang rupiah dari awal hingga dapat digunakan untuk transaksi membutuhkan biaya yang luar biasa besar. Namun, tidak jarang uang rupiah yang sudah beredar ke masyarakat akan kumal dan lusuh.
"Selanjutnya, sebagian uang ini masuk ke bank jadi simpanan. Kemudian dari bank disetorkan ke BI," katanya.
Sesampainya di BI, uang akan disortir. Uang yang sudah kumal dan lusuh akan diracik hingga berukuran kecil dan uang tersebut diganti dengan cetakan baru.
"Jika yang masuk besar maka biaya moneter menjadi besar. Oleh karena itu, peredaran uang tentu kami imbangi dengan edukasi pada masyarakat bagaimana merawat uang rupiah," katanya.
Salah satu yang ia sampaikan pada edukasi tersebut adalah menerapkan lima jangan, yakni jangan dilipat, jangan distapler, jangan dibasahi, jangan diremas, dan jangan dicoret dalam merawat rupiah.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Dinas Pendidikan Cabang Wilayah VI Provinsi Jawa Tengah Siswadi mengatakan edukasi tersebut dilakukan agar masyarakat dapat lebih mengenal rupiah sebagai alat transaksi.
"Salah satu sasaran edukasi ini adalah siswa dan harapannya yang datang diminta bantuannya untuk bisa menyosialisasikan cinta bangga paham rupiah kepada yang lain," katanya.
Deputi Kepala Perwakilan BI Surakarta Aries Purnomohadi pada acara Training of Trainer (ToT) Cinta Bangga Paham Rupiah di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis, mengatakan edukasi tersebut merupakan bagian dari tugas BI sebagai bank sentral Indonesia.
Pada acara edukasi tersebut ia menjelaskan terkait biaya pencetakan uang rupiah di Indonesia.
"Biaya pencetakan uang rupiah menjadi biaya moneter terbesar kedua BI setelah biaya operasi moneter," katanya.
Ia mengatakan proses pembuatan uang rupiah dari awal hingga dapat digunakan untuk transaksi membutuhkan biaya yang luar biasa besar. Namun, tidak jarang uang rupiah yang sudah beredar ke masyarakat akan kumal dan lusuh.
"Selanjutnya, sebagian uang ini masuk ke bank jadi simpanan. Kemudian dari bank disetorkan ke BI," katanya.
Sesampainya di BI, uang akan disortir. Uang yang sudah kumal dan lusuh akan diracik hingga berukuran kecil dan uang tersebut diganti dengan cetakan baru.
"Jika yang masuk besar maka biaya moneter menjadi besar. Oleh karena itu, peredaran uang tentu kami imbangi dengan edukasi pada masyarakat bagaimana merawat uang rupiah," katanya.
Salah satu yang ia sampaikan pada edukasi tersebut adalah menerapkan lima jangan, yakni jangan dilipat, jangan distapler, jangan dibasahi, jangan diremas, dan jangan dicoret dalam merawat rupiah.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Dinas Pendidikan Cabang Wilayah VI Provinsi Jawa Tengah Siswadi mengatakan edukasi tersebut dilakukan agar masyarakat dapat lebih mengenal rupiah sebagai alat transaksi.
"Salah satu sasaran edukasi ini adalah siswa dan harapannya yang datang diminta bantuannya untuk bisa menyosialisasikan cinta bangga paham rupiah kepada yang lain," katanya.