Boyolali (ANTARA) - Puluhan petani yang ada di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah membudidayakan kopi Gumuk.
Ketua komunitas petani Joko Susanto di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Selasa mengatakan karakteristik unik dari kopi arabika asli lereng Merapi ini memiliki rasa seperti buah-buahan.
Bahkan, saat ini setiap minggu banyak pesepeda yang mampir menikmati kopi di kedai yang diberi nama Gumuk Coffee yang dikelola oleh Kelompok Karya Muda Komunitas Petani Konservasi Dukuh Gumuk.
"Kopi Gumuk baru mulai bisa dirasakan hasilnya beberapa tahun belakangan ini, sejak dikembangkan tahun 2017 di bawah program CSR-nya AQUA. Dengan hasil yang mulai nyata, kami berharap akan makin banyak penduduk yang ikut menanam kopi," katanya.
Ia mengatakan saat ini terdapat 40 petani kopi yang ikut dalam program pemberdayaan masyarakat tersebut.
"Mereka ini yang sejak awal ikut menanam bibit tanaman kopi. Kopi yang dihasilkan dijual di kedai yang juga menjadi tempat komunitas berkumpul seminggu sekali untuk membahas persoalan-persoalan di desa," katanya.
Selain diambil buahnya, dikatakannya, tanaman kopi yang dibudidaya oleh penduduk juga berfungsi sebagai penahan longsor yang kerap terjadi di desa yang berada pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini.
"Dulu kami selalu khawatir ketika musim hujan tiba karena kerap terjadi longsor, kini dengan adanya tanaman kopi longsor bisa dicegah," katanya.
Menurut dia, program pembinaan budidaya kopi bagi masyarakat Mriyan pertama kali diinisiasi pada tahun 2017. Ini bermula dari satu kelompok tani yang berjumlah sepuluh orang.
"Kelompok ini awal mulanya diberikan pembekalan materi memanfaatkan lahan sempit dan cara budidaya kopi. Setelah pelatihan, perusahaan memberikan sejumlah bibit untuk kelompok tani dan pada tahun 2018 sudah mulai membentuk satu hamparan," katanya.
Stakeholder Relation Manager Pabrik AQUA Klaten Rama Zakaria mengatakan melalui program keberlanjutannya di Desa Mriyan ini pihak perusahaan juga mendirikan Pusat Belajar Konservasi Komunitas (PBKK).
Ia mengatakan PBKK ini dapat menjadi tempat bagi petani dan seluruh masyarakat untuk melakukan diskusi, penelitian, dan kajian untuk selanjutnya menerapkan ilmu mereka.
"PBKK ini yang sebenarnya kami sebut research environment, karena sebenarnya ilmu di masyarakat itu sangat banyak. Kami hanya memfasilitasi, memberikan wadah bagi petani dan masyarakat untuk belajar dan mengembangkan ilmu yang telah dimiliki. Di sini petani itu bisa melakukan penelitian dan kajian-kajian. PBKK ini kan dalam kata lain adalah pusat belajarnya masyarakat," katanya.
Sementara itu, pihaknya juga memberikan pelatihan barista bagi beberapa pemuda desa serta membantu berbagai perlengkapan kedai kopi.
Ketua komunitas petani Joko Susanto di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Selasa mengatakan karakteristik unik dari kopi arabika asli lereng Merapi ini memiliki rasa seperti buah-buahan.
Bahkan, saat ini setiap minggu banyak pesepeda yang mampir menikmati kopi di kedai yang diberi nama Gumuk Coffee yang dikelola oleh Kelompok Karya Muda Komunitas Petani Konservasi Dukuh Gumuk.
"Kopi Gumuk baru mulai bisa dirasakan hasilnya beberapa tahun belakangan ini, sejak dikembangkan tahun 2017 di bawah program CSR-nya AQUA. Dengan hasil yang mulai nyata, kami berharap akan makin banyak penduduk yang ikut menanam kopi," katanya.
Ia mengatakan saat ini terdapat 40 petani kopi yang ikut dalam program pemberdayaan masyarakat tersebut.
"Mereka ini yang sejak awal ikut menanam bibit tanaman kopi. Kopi yang dihasilkan dijual di kedai yang juga menjadi tempat komunitas berkumpul seminggu sekali untuk membahas persoalan-persoalan di desa," katanya.
Selain diambil buahnya, dikatakannya, tanaman kopi yang dibudidaya oleh penduduk juga berfungsi sebagai penahan longsor yang kerap terjadi di desa yang berada pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini.
"Dulu kami selalu khawatir ketika musim hujan tiba karena kerap terjadi longsor, kini dengan adanya tanaman kopi longsor bisa dicegah," katanya.
Menurut dia, program pembinaan budidaya kopi bagi masyarakat Mriyan pertama kali diinisiasi pada tahun 2017. Ini bermula dari satu kelompok tani yang berjumlah sepuluh orang.
"Kelompok ini awal mulanya diberikan pembekalan materi memanfaatkan lahan sempit dan cara budidaya kopi. Setelah pelatihan, perusahaan memberikan sejumlah bibit untuk kelompok tani dan pada tahun 2018 sudah mulai membentuk satu hamparan," katanya.
Stakeholder Relation Manager Pabrik AQUA Klaten Rama Zakaria mengatakan melalui program keberlanjutannya di Desa Mriyan ini pihak perusahaan juga mendirikan Pusat Belajar Konservasi Komunitas (PBKK).
Ia mengatakan PBKK ini dapat menjadi tempat bagi petani dan seluruh masyarakat untuk melakukan diskusi, penelitian, dan kajian untuk selanjutnya menerapkan ilmu mereka.
"PBKK ini yang sebenarnya kami sebut research environment, karena sebenarnya ilmu di masyarakat itu sangat banyak. Kami hanya memfasilitasi, memberikan wadah bagi petani dan masyarakat untuk belajar dan mengembangkan ilmu yang telah dimiliki. Di sini petani itu bisa melakukan penelitian dan kajian-kajian. PBKK ini kan dalam kata lain adalah pusat belajarnya masyarakat," katanya.
Sementara itu, pihaknya juga memberikan pelatihan barista bagi beberapa pemuda desa serta membantu berbagai perlengkapan kedai kopi.