Semarang (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Jawa Tengah, menyoroti sejumlah perlintasan kereta api (KA) sebidang di wilayah tersebut yang tidak berpalang pintu sehingga bisa membahayakan pengguna jalan.
Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Joko Santoso di Semarang, Selasa, menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Semarang bertanggung jawab karena akses jalan yang dilewati adalah jalan perkotaan.
"Kami tinjauan ke salah satu palang pintu di Tambakharjo, perbatasan Kecamatan Semarang Barat-Tugu. Kebetulan kewenangan pemkot karena bukan jalan nasional, melainkan jalan golongan 2," katanya.
Menurut dia, sejumlah perlintasan sebidang tersebut memang sudah ada yang dijaga secara sukarela. Akan tetapi, penjaga perlintasan itu hanya mengandalkan data secara manual terkait dengan jadwal kereta.
"Seperti tadi, ada dua bentuk komunikasi (penjaga perlintasan). Ada jadwal (perjalanan KA) manual yang ditempel dan ada juga komunikasi WA kereta sampai di mana dan sebagainya," katanya.
Joko berharap pemkot setempat melalui dinas perhubungan bisa memberikan perhatian dengan membangunkan pos perlintasan sebidang yang layak bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan.
"Kalaupun belum ada perhatian pusat, kami mendorong pemkot, yakni dishub untuk memberikan solusi. Kalau belum siap membuat palang, paling tidak menambah SDM, menambah anggaran penjagaan di palang pintu," katanya.
Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Febriyansah Soemarmo menambahkan bahwa beberapa penjagaan perlintasan yang dikelola masyarakat itu ternyata tidak beroperasi selama 24 jam.
"Malamnya berbahaya karena mereka (menjaga perlintasan) sampai pukul 18.00 WIB. Padahal, KA 'kan sampai malam. Menurut dishub ada sembilan palang pintu yang belum otomatis," katanya.
Sementara itu, Dishub Kota Semarang akan mencarikan solusi untuk memberikan keamanan dan keselamatan para pengendara yang melewati perlintasan sebidang yang belum berpalang.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dishub Kota Semarang Danang Kurniawan mengatakan ada beberapa upaya yang bisa dilakukan, seperti peringatan di perlintasan sebidang dengan rambu atau pita penggaduh maupun petugas penjaga.
"Di titik-titik yang dikelola dishub yang resmi, sudah berpalang, sudah penjagaan 24 jam. Namun, ada titik-titik yang timbul dengan sendirinya. Dahulu sawah, kemudian jadi permukiman," katanya.
Solusi lainnya, kata Danang, untuk rencana jangka panjang adalah dibangunkan jalur khusus, seperti flyover atau underpass di perlintasan-perlintasan sebidang tersebut sehingga jauh lebih aman.
Selama ini, lanjut dia, beberapa kali terjadi kecelakaan di perlintasan sebidang di Kota Semarang yang tidak sedikit mengakibatkan korban jiwa, terutama di perlintasan-perlintasan liar yang tidak dijaga.
Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Joko Santoso di Semarang, Selasa, menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Semarang bertanggung jawab karena akses jalan yang dilewati adalah jalan perkotaan.
"Kami tinjauan ke salah satu palang pintu di Tambakharjo, perbatasan Kecamatan Semarang Barat-Tugu. Kebetulan kewenangan pemkot karena bukan jalan nasional, melainkan jalan golongan 2," katanya.
Menurut dia, sejumlah perlintasan sebidang tersebut memang sudah ada yang dijaga secara sukarela. Akan tetapi, penjaga perlintasan itu hanya mengandalkan data secara manual terkait dengan jadwal kereta.
"Seperti tadi, ada dua bentuk komunikasi (penjaga perlintasan). Ada jadwal (perjalanan KA) manual yang ditempel dan ada juga komunikasi WA kereta sampai di mana dan sebagainya," katanya.
Joko berharap pemkot setempat melalui dinas perhubungan bisa memberikan perhatian dengan membangunkan pos perlintasan sebidang yang layak bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan.
"Kalaupun belum ada perhatian pusat, kami mendorong pemkot, yakni dishub untuk memberikan solusi. Kalau belum siap membuat palang, paling tidak menambah SDM, menambah anggaran penjagaan di palang pintu," katanya.
Anggota Komisi C DPRD Kota Semarang Febriyansah Soemarmo menambahkan bahwa beberapa penjagaan perlintasan yang dikelola masyarakat itu ternyata tidak beroperasi selama 24 jam.
"Malamnya berbahaya karena mereka (menjaga perlintasan) sampai pukul 18.00 WIB. Padahal, KA 'kan sampai malam. Menurut dishub ada sembilan palang pintu yang belum otomatis," katanya.
Sementara itu, Dishub Kota Semarang akan mencarikan solusi untuk memberikan keamanan dan keselamatan para pengendara yang melewati perlintasan sebidang yang belum berpalang.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dishub Kota Semarang Danang Kurniawan mengatakan ada beberapa upaya yang bisa dilakukan, seperti peringatan di perlintasan sebidang dengan rambu atau pita penggaduh maupun petugas penjaga.
"Di titik-titik yang dikelola dishub yang resmi, sudah berpalang, sudah penjagaan 24 jam. Namun, ada titik-titik yang timbul dengan sendirinya. Dahulu sawah, kemudian jadi permukiman," katanya.
Solusi lainnya, kata Danang, untuk rencana jangka panjang adalah dibangunkan jalur khusus, seperti flyover atau underpass di perlintasan-perlintasan sebidang tersebut sehingga jauh lebih aman.
Selama ini, lanjut dia, beberapa kali terjadi kecelakaan di perlintasan sebidang di Kota Semarang yang tidak sedikit mengakibatkan korban jiwa, terutama di perlintasan-perlintasan liar yang tidak dijaga.