Temanggung (ANTARA) - Tradisi Sadranan Seribu Ketupat di Desa Ngemplak, Kandangan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, sebagai upaya pelestarian sumber mata air yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat.
Kepala Desa Ngemplak, Sri Astuidi Subagyo, di Temanggung, Jumat, menyampaikan tSadranan Seribu Ketupat ini merupakan tradisi tahunan sebagai rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas melimpahnya air untuk kebutuhan masyarakat.
Dalam tradisi tersebut masyarakat membawa ketupat dan juga nasi tumpeng ke sekitar aliran Sungai Lenging di Dusun Gedongan, Desa Ngemplak. Kemudian mereka melakukan doa bersama, setelah itu mereka makan bersama-sama tumpeng yang dibawa, sedangkan ketupat diperebutkan warga.
Sri Astuidi menjelaskan konon saluran air ini dibuat oleh Kyai Lenging selama 1.000 hari dan selama membuat aliran air itu setiap hari dia dibekali ketupat oleh Nyai Lenging.
"Oleh karena itu kami melestarikan tradisi tersebut dengan nyadran seribu ketupat, dengan harapan aliran air di Sungai Lenging ini tetap lestari untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Ngemplak dan sekitarnya," kata Sri Astuidi.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung Hendra Sumarya menyampaikan apresiasi kepada masyarakat Desa Ngemplak yang telah melestarikan tradisi tersebut.
"Tradisi tahunan ini bagian pelestarian budaya dengan latar belakang terkait dengan pelestarian air yang menjadi sumber air bagi pertanian dan penghidupan masyarakat sekitar," katanya.
Ia menuturkan ternyata di tengah musim kemarau ini air masih mengalir dengan baik di aliran Sungai Lenging. Artinya tidak semata-mata bernilai sosial budaya saja, tetapi juga ada nilai lingkungan.
"Selaku generasi penerus bagaimana memastikan bahwa apa yang sudah dibangun ini dilestarikan dengan baik, bagaimana masyarakat menjaga agar air ini tetap mengalir, tentu terkait dengan lingkungan," katanya.
Baca juga: Keraton Surakarta lestarikan tradisi nyadran jelang Ramadan
Kepala Desa Ngemplak, Sri Astuidi Subagyo, di Temanggung, Jumat, menyampaikan tSadranan Seribu Ketupat ini merupakan tradisi tahunan sebagai rasa syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas melimpahnya air untuk kebutuhan masyarakat.
Dalam tradisi tersebut masyarakat membawa ketupat dan juga nasi tumpeng ke sekitar aliran Sungai Lenging di Dusun Gedongan, Desa Ngemplak. Kemudian mereka melakukan doa bersama, setelah itu mereka makan bersama-sama tumpeng yang dibawa, sedangkan ketupat diperebutkan warga.
Sri Astuidi menjelaskan konon saluran air ini dibuat oleh Kyai Lenging selama 1.000 hari dan selama membuat aliran air itu setiap hari dia dibekali ketupat oleh Nyai Lenging.
"Oleh karena itu kami melestarikan tradisi tersebut dengan nyadran seribu ketupat, dengan harapan aliran air di Sungai Lenging ini tetap lestari untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Ngemplak dan sekitarnya," kata Sri Astuidi.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung Hendra Sumarya menyampaikan apresiasi kepada masyarakat Desa Ngemplak yang telah melestarikan tradisi tersebut.
"Tradisi tahunan ini bagian pelestarian budaya dengan latar belakang terkait dengan pelestarian air yang menjadi sumber air bagi pertanian dan penghidupan masyarakat sekitar," katanya.
Ia menuturkan ternyata di tengah musim kemarau ini air masih mengalir dengan baik di aliran Sungai Lenging. Artinya tidak semata-mata bernilai sosial budaya saja, tetapi juga ada nilai lingkungan.
"Selaku generasi penerus bagaimana memastikan bahwa apa yang sudah dibangun ini dilestarikan dengan baik, bagaimana masyarakat menjaga agar air ini tetap mengalir, tentu terkait dengan lingkungan," katanya.
Baca juga: Keraton Surakarta lestarikan tradisi nyadran jelang Ramadan