Semarang (ANTARA) - Pendaftaran paten di Indonesia saat ini masih di dominasi permohonan paten dari luar negeri.

Fakta tersebut diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Hantor Situmorang pada "Patent Examiners Go to Campus", di Gedung Rektorat Universitas Diponegoro Semarang, Selasa (1/8).

"Namun demikian, pada tahun 2021, khusus untuk permohonan paten sederhana, Indonesia sempat menduduki peringkat kesepuluh dari seluruh Kantor Kekayaan Intelektual anggota World Intellectual Property Organization (WIPO), dengan jumlah permohonan sebanyak 3.249 permohonan," ungkap Hantor memberikan sambutan.

"Adapun sembilan negara lainnya adalah China (2.852.219) permohonan, Jerman (10.576), Rusia (9.079), Australia (7.844), Jepang (5.238), Turki (4.490), Ukraina (4.425), Korea Selatan (4.009) dan Thailand (3.762) permohonan," tambahnya.

Menyikapi realitas itu,  Kanwil Kemenkumham Jateng dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) terus berupaya untuk meningkatkan pendaftaran Kekayaan Intelektual.

"Berbagai macam program telah dilaksanakan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah dan DJKI dalam rangka meningkatkan paten dalam negeri, seperti Mobile IP Clinic, Safari Patent, Patent Drafting Camp dan lain-lain," terang Hantor, yang didampingi Kepala Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Tri Junianto.

"Tahun 2023, salah satu program unggulan DJKI adalah Patent Examiners Go to Campus. Program ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan permohonan paten dalam negeri, khususnya yang berasal dari perguruan tinggi," sambungnya.

Plt. Kakanwil Kemenkumham Jateng menjelaskan, program Patent Examiners Go to Campus merupakan pilot project yang diprioritaskan untuk dilaksanakan di 10 Perguruan Tinggi Negeri, salah satunya adalah Universitas Diponegoro. 

Menurut Hantor, Perguruan tinggi merupakan salah satu pemangku kepentingan dan mitra DJKI yang paling potensial menghasilkan berbagai macam invensi dan inovasi melalui kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan. 

Untuk itu, dalam rangka peningkatan pemahaman para pemangku kepentingan terhadap paten, terutama dalam penulisan draf  patennya perlu dilakukan suatu kegiatan untuk pembelajaran dan memantapkan penguasaan tata cara dalam penulisan paten agar tercapai kemandirian paten nasional. 

"Pada intinya program ini merupakan program pelatihan trainer of trainer (ToT) untuk penyusunan spesifikasi paten (drafting patent) bagi para inventor dan para pemangku kepentingan terkait di lingkungan kampus," pungkas Hantor sebelum menutup sambutan.

Kegiatan ini sendiri, dibuka oleh Rektor Universitas Diponegoro Prof. Dr. Yos Johan Utama. Sementara peserta datang dari civitas akademika.

Sebagai informasi tambahan, sejarah menunjukkan bahwa teknologi dan ilmu pengetahuan merupakan faktor penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu negara.

Negara-negara yang dulu sempat terpuruk akibat Perang Dunia Kedua, seperti Jepang dan Korea misalnya, perlahan-lahan bangkit dan akhirnya kini menjadi negara maju dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. 

Berbicara masalah kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan tentunya tidak bisa dilepaskan dari sistem paten. Dengan adanya sistem paten maka seluruh invensi dan inovasi teknologi dapat terlindungi secara baik dan dapat dikomersialisasi semaksimal mungkin. 

Sistem paten memberikan hak eksklusif kepada inventor dan/atau pemegang paten untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari invensinya, mendorong tumbuhnya investasi dan perdagangan, sehingga masyarakat secara umum dapat menikmati hasil dari invensi dan inovasi tersebut. Selain itu, sistem paten juga dirancang untuk dapat menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan informasi teknologi kepada masyarakat melalui publikasi paten. ***

Pewarta : ksm
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024