Kudus, Jateng (ANTARA) - Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, membantah memaksa salah seorang siswa SD Negeri pindah ke Sekolah Luar Biasa (SLB) Purwosari karena yang bersangkutan belum bisa membaca dan menulis.
"Permasalahan ini akan segera kami selesaikan, dengan mempertemukan pihak sekolah dengan orang tua," kata Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Kudus Harjuna Widada menanggapi adanya informasi bahwa salah satu siswa SD 4 Ploso Kecamatan Jati dipaksa pindah ke SLB Negeri Purwosari di Kudus, Selasa.
Ia menegaskan ketika surat keterangan dokter menyebutkan bahwa yang bersangkutan normal, maka bisa sekolah di SD biasa, namun ketika termasuk kategori autis tentunya bisa disekolahkan di sekolah luar biasa (SLB).
Hal terpenting, kata dia, orang tua harus menyadari kondisi anaknya yang sesungguhnya, benar-benar mampu mengikuti pelajaran di sekolah atau tidak.
"Kami berharap, ketika diputuskan untuk mengikuti pembelajaran di SD biasa, guru bisa memberikan perhatian yang ekstra agar kemampuan anak dalam mengikuti pelajaran semakin meningkat. Jangan sampai ada anak putus sekolah," kata Harjuna Widada.
Sementara itu, Kepala SD 4 Ploso Nur Khabib mengakui pihaknya hanya menyarankan kepada orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya ke SLB, setelah selama setahun siswa bernama Mohammad Ajib (9) mengikuti pembelajaran di kelas 1 dinilai menghadapi kendala, terutama komunikasi tidak lancar.
Untuk memastikan kemampuan anak, lantas anak tersebut dilakukan pengecekan di rumah sakit dan hasilnya dinyatakan bahwa anak tersebut normal.
"Hanya saja, karena surat keterangan dari dokter menyebutkan siswa tersebut normal, akhirnya SLB Negeri Purwosari Kudus juga menolak menerimanya karena dianggap anaknya dalam kondisi normal," ujarnya.
Agar siswa tersebut bisa mengikuti pembelajaran, kata dia, sekolah membuat kesepakatan dengan pihak orang tua, bahwa nantinya anaknya itu harus menjalani terapi di rumah sakit agar komunikasinya lancar. Sedangkan pihak sekolah akan mendidiknya secara maksimal agar kemampuan akademik maupun komunikasinya bisa meningkat.
Guru kelas siswa tersebut,sering kali memberikan tambahan jam pelajaran khusus siswa tersebut, sehingga saat ini memang ada perkembangan bisa menghafalkan beberapa abjad serta mulai bisa menulis karena sebelumnya tidak mengenyam pendidikan taman kanak-kanak, demikian Nur Khabib.
Baca juga: Pekalongan minta penambahan kuota pendidikan anak berkebutuhan khusus
"Permasalahan ini akan segera kami selesaikan, dengan mempertemukan pihak sekolah dengan orang tua," kata Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Kudus Harjuna Widada menanggapi adanya informasi bahwa salah satu siswa SD 4 Ploso Kecamatan Jati dipaksa pindah ke SLB Negeri Purwosari di Kudus, Selasa.
Ia menegaskan ketika surat keterangan dokter menyebutkan bahwa yang bersangkutan normal, maka bisa sekolah di SD biasa, namun ketika termasuk kategori autis tentunya bisa disekolahkan di sekolah luar biasa (SLB).
Hal terpenting, kata dia, orang tua harus menyadari kondisi anaknya yang sesungguhnya, benar-benar mampu mengikuti pelajaran di sekolah atau tidak.
"Kami berharap, ketika diputuskan untuk mengikuti pembelajaran di SD biasa, guru bisa memberikan perhatian yang ekstra agar kemampuan anak dalam mengikuti pelajaran semakin meningkat. Jangan sampai ada anak putus sekolah," kata Harjuna Widada.
Sementara itu, Kepala SD 4 Ploso Nur Khabib mengakui pihaknya hanya menyarankan kepada orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya ke SLB, setelah selama setahun siswa bernama Mohammad Ajib (9) mengikuti pembelajaran di kelas 1 dinilai menghadapi kendala, terutama komunikasi tidak lancar.
Untuk memastikan kemampuan anak, lantas anak tersebut dilakukan pengecekan di rumah sakit dan hasilnya dinyatakan bahwa anak tersebut normal.
"Hanya saja, karena surat keterangan dari dokter menyebutkan siswa tersebut normal, akhirnya SLB Negeri Purwosari Kudus juga menolak menerimanya karena dianggap anaknya dalam kondisi normal," ujarnya.
Agar siswa tersebut bisa mengikuti pembelajaran, kata dia, sekolah membuat kesepakatan dengan pihak orang tua, bahwa nantinya anaknya itu harus menjalani terapi di rumah sakit agar komunikasinya lancar. Sedangkan pihak sekolah akan mendidiknya secara maksimal agar kemampuan akademik maupun komunikasinya bisa meningkat.
Guru kelas siswa tersebut,sering kali memberikan tambahan jam pelajaran khusus siswa tersebut, sehingga saat ini memang ada perkembangan bisa menghafalkan beberapa abjad serta mulai bisa menulis karena sebelumnya tidak mengenyam pendidikan taman kanak-kanak, demikian Nur Khabib.
Baca juga: Pekalongan minta penambahan kuota pendidikan anak berkebutuhan khusus