Purwokerto (ANTARA) - Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita menilai pemerintah daerah harus fokus dalam mengantisipasi terjadinya kasus perkawinan antarsaudara kandung atau inses yang berpotensi terjadi di keluarga-keluarga rentan.
"Kasus inses yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung ini terjadi di beberapa wilayah dan angkanya tidak sedikit. Dampaknya luar biasa, anak kemudian mengalami kehamilan, bahkan aborsi. Ini luar biasa sekali," kata Dian di sela-sela seminar "Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Melalui Peningkatan Kapasitas Anggota Himpaudi Kabupaten Banyumas" yang diselenggarakan Pusat Penelitian Gender, Anak, dan Pelayanan Masyarakat (PPGAPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Menurut Dian, banyak faktor yang memengaruhi terjadinya kasus inses, terutama faktor pengasuhan. Oleh karena itu, pihaknya sangat mendorong upaya dalam mengantisipasi kasus kekerasan seksual tersebut.
"Juga edukasi, pendidikan, dan pengasuhan ini sangat penting, terutama kepada keluarga-keluarga tunggal di mana bapak, ibu tidak lengkap atau salah satu terpisah. Ini anak sangat rentan sekali," jelasnya.
Menurut dia, pemerintah daerah dan lembaga-lembaga layanan pengasuhan di daerah harus menjalankan fungsinya untuk mengantisipasi terjadinya inses di keluarga rentan.
Dia mengatakan bahwa di daerah ada Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3), Bina Keluarga Remaja, Kantor Kementerian Agama, dan Dinas Sosial.
"Apakah ini sudah jalan menjangkau mereka keluarga-keluarga rentan?" tanyanya.
Menurut Dian, kasus inses biasanya terjadi bukan di keluarga kategori bahagia yang anaknya diasuh dengan penuh kasih sayang, melainkan biasa terjadi di keluarga-keluarga rentan.
"Ini tugasnya pemerintah daerah fokus ke sana," tambahnya.
Terkait kasus inses di Banyumas, yang dialami korban sejak masih anak-anak hingga dewasa, Dian mengaku belum mendapatkan informasi tersebut secara detail.
"Saya pribadi belum mendapatkan secara detail, sebenarnya baru hari ini kami mau ngobrol," katanya.
Kasus inses antara ayah dan anak di Kabupaten Banyumas itu terungkap dari penemuan diduga tulang manusia oleh dua orang pekerja, Slamet (50) dan Purwanto (44), pada Kamis (15/6), saat mereka sedang meratakan tanah bekas kolam yang baru dibeli Prasetyo Utomo (42), warga Kelurahan Tanjung RT 01 RW 02, Kecamatan Purwokerto Selatan, Banyumas, sekitar tiga bulan lalu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan forensik yang dilakukan tim RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bersama Polresta Banyumas, temuan tersebut diketahui sebagai tulang atau kerangka bayi.
Selanjutnya, Kamis (21/6), polisi kembali menemukan tiga kerangka bayi di sekitar lokasi penemuan pertama dan ditindaklanjuti dengan mengamankan seorang perempuan berinisial E (25) yang diduga erat kaitannya dengan temuan tersebut.
Setelah menjalani pemeriksaan, diketahui bahwa tulang-tulang tersebut merupakan mayat bayi hasil hubungan sedarah yang dilakukan E dengan ayah kandungnya, R (57), sejak tahun 2012.
Sementara itu, R yang telah ditetapkan sebagai tersangka mengaku membunuh dan mengubur bayi hasil hubungan sedarahnya dengan E sejak bayi pertama lahir pada tahun 2013 hingga bayi ketujuh.
Baca juga: KPAI sebut kasus perundungan di Temanggung jadi alarm
"Kasus inses yang dilakukan orang tua terhadap anak kandung ini terjadi di beberapa wilayah dan angkanya tidak sedikit. Dampaknya luar biasa, anak kemudian mengalami kehamilan, bahkan aborsi. Ini luar biasa sekali," kata Dian di sela-sela seminar "Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Melalui Peningkatan Kapasitas Anggota Himpaudi Kabupaten Banyumas" yang diselenggarakan Pusat Penelitian Gender, Anak, dan Pelayanan Masyarakat (PPGAPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Menurut Dian, banyak faktor yang memengaruhi terjadinya kasus inses, terutama faktor pengasuhan. Oleh karena itu, pihaknya sangat mendorong upaya dalam mengantisipasi kasus kekerasan seksual tersebut.
"Juga edukasi, pendidikan, dan pengasuhan ini sangat penting, terutama kepada keluarga-keluarga tunggal di mana bapak, ibu tidak lengkap atau salah satu terpisah. Ini anak sangat rentan sekali," jelasnya.
Menurut dia, pemerintah daerah dan lembaga-lembaga layanan pengasuhan di daerah harus menjalankan fungsinya untuk mengantisipasi terjadinya inses di keluarga rentan.
Dia mengatakan bahwa di daerah ada Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3), Bina Keluarga Remaja, Kantor Kementerian Agama, dan Dinas Sosial.
"Apakah ini sudah jalan menjangkau mereka keluarga-keluarga rentan?" tanyanya.
Menurut Dian, kasus inses biasanya terjadi bukan di keluarga kategori bahagia yang anaknya diasuh dengan penuh kasih sayang, melainkan biasa terjadi di keluarga-keluarga rentan.
"Ini tugasnya pemerintah daerah fokus ke sana," tambahnya.
Terkait kasus inses di Banyumas, yang dialami korban sejak masih anak-anak hingga dewasa, Dian mengaku belum mendapatkan informasi tersebut secara detail.
"Saya pribadi belum mendapatkan secara detail, sebenarnya baru hari ini kami mau ngobrol," katanya.
Kasus inses antara ayah dan anak di Kabupaten Banyumas itu terungkap dari penemuan diduga tulang manusia oleh dua orang pekerja, Slamet (50) dan Purwanto (44), pada Kamis (15/6), saat mereka sedang meratakan tanah bekas kolam yang baru dibeli Prasetyo Utomo (42), warga Kelurahan Tanjung RT 01 RW 02, Kecamatan Purwokerto Selatan, Banyumas, sekitar tiga bulan lalu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan forensik yang dilakukan tim RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bersama Polresta Banyumas, temuan tersebut diketahui sebagai tulang atau kerangka bayi.
Selanjutnya, Kamis (21/6), polisi kembali menemukan tiga kerangka bayi di sekitar lokasi penemuan pertama dan ditindaklanjuti dengan mengamankan seorang perempuan berinisial E (25) yang diduga erat kaitannya dengan temuan tersebut.
Setelah menjalani pemeriksaan, diketahui bahwa tulang-tulang tersebut merupakan mayat bayi hasil hubungan sedarah yang dilakukan E dengan ayah kandungnya, R (57), sejak tahun 2012.
Sementara itu, R yang telah ditetapkan sebagai tersangka mengaku membunuh dan mengubur bayi hasil hubungan sedarahnya dengan E sejak bayi pertama lahir pada tahun 2013 hingga bayi ketujuh.
Baca juga: KPAI sebut kasus perundungan di Temanggung jadi alarm