Kudus, Jateng (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus, Jawa Tengah, berkomitmen merealisasikan pengelolaan sampah berkelanjutan guna meningkatkan capaian status kota yang bersih dan terjaga serta menuju zero waste, zero emission (ZWZE) 2040 yang merupakan target lanjutan usai memperoleh Adipura 2022.

"Untuk mewujudkan komitmen tersebut, Pemerintah Kabupaten Kudus telah mengupayakan berbagai solusi, termasuk dengan menjalankan pusat daur ulang (PDU) berkapasitas 10 ton," kata Bupati Kabupaten Kudus Hartopo di Kudus, Senin.

Selain itu, kata dia, Pemkab Kudus juga mendorong program buang sampah dibayar dengan sampah (Busadipah), mengoptimalkan kinerja bank sampah unit desa (BSU), dan berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam mengolah sampah organik menjadi kompos atau maggot (larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) atau Hermetia Illucens dalam bahasa Latin).

Meskipun demikian, katanya, inovasi lanjutan yang melibatkan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan tentunya diperlukan untuk merealisasikan ZWZE 2040.

Untuk itu, bupati mengapresiasi upaya Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) yang meluncurkan program "Kudus Asik" atau apik dan resik yang mendorong kesadaran anak muda untuk masa depan lingkungan yang berkelanjutan, serta bermitra dengan berbagai pihak untuk mengelola sampah organik secara end-to-end.

Vice President Director Djarum Foundation F.X. Supanji menjelaskan inisiasi program Kudus Asik ini didorong sejak 2022 lewat kampanye digital tentang pengelolaan sampah berkelanjutan di Instagram @kudus.asik, yang menyasar generasi muda Kabupaten Kudus.

Sementara aksi nyata digalang Kudus Asik dengan mengumpulkan sampah organik yang berasal dari 278 mitra, yang terdiri dari catering dan rumah makan, hotel, fasilitas kesehatan dan pendidikan, panti asuhan dan pondok pesantren, mitra korporasi, pasar tradisional, dan masyarakat desa yang berdomisili di Kabupaten Kudus.

Selanjutnya, sampah organik tersebut diolah di pusat pengomposan berkapasitas 50 ton di Pusat Pembibitan Tanaman (PPT) BLDF di Kabupaten Kudus.

"Sejak tahun 1979, kami merintis berbagai upaya menuju zero emission melalui pelestarian lingkungan dan penanaman pohon. Saat ini di tengah tantangan dunia menghadapi perubahan iklim, BLDF melebarkan sayap dengan program tata kelola sampah melalui pengurangan jumlah sampah organik di daerah hulu. Kami percaya, inisiatif pengelolaan sampah organik ini, akan berdampak signifikan pada penurunan emisi karbon," kata F.X. Supanji.

Sementara itu Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan, timbulan sampah harian di Kabupaten Kudus mencapai 440,89 ton pada tahun 2020. Sementara data yang didapatkan BLDF mencatat sampah organik di Kabupaten Kudus mencapai 430,56 meter kubik per hari, dengan 13,58 persen terolah pada tahun 2020.

Tanpa pengelolaan yang baik, termasuk yang mengedepankan konsep ekonomi sirkular, sampah organik hanya akan terbuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan menghasilkan gas metana, yang berisiko mendorong efek rumah kaca.

Pemilik rumah makan Selat Solo, Bertin, salah satu mitra BLDF mengakui kerja sama ini memang bermanfaat karena dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan.

"Lewat program Kudus Asik, sampah organik dari rumah makan kami dapat diolah menjadi kompos dan tidak terbuang sia-sia di TPA. Saya berharap, makin banyak mitra dan masyarakat yang ikut serta dalam program ini, sehingga membantu pemerintah mewujudkan Kabupaten Kudus yang bersih dan terjaga," katanya. 

Baca juga: Boyolali pertahankan Adipura 2023 optimalkan pengurangan sampah

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024