Solo, Jateng (ANTARA) -
Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof Albertus Sentot Sudarwanto menyatakan bahwa penertiban masyarakat di bantaran sungai harus dengan cara yang humanis.
 
"Untuk penertibannya harus dilakukan secara humanis. Mestinya masyarakat (bantaran) juga mendukung kalau direlokasi," katanya di Solo, Jawa Tengah, Rabu.
 
Selain itu, kata dia, perlu komitmen dari pemerintah daerah baik pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi terkait dengan pengelolaan lingkungan
 
Meski demikian, katanya, hingga saat ini ada inkonsistensi daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, yakni belum memasukkan konsep imbal jasa lingkungan (IJL).
 
"Belum adanya perjanjian imbal jasa lingkungan ini juga berujung pada rendahnya partisipasi masyarakat. Maka perlu adanya solusi yang disebut dengan imbal lingkungan tadi," katanya.
 
Ia juga melihat untuk pengelolaan di daerah aliran sungai belum melakukan kegiatan secara terpadu.
 
"Sebetulnya ini sangat mudah disampaikan tetapi sangat sulit dilakukan karena stakeholder terkait atau lembaga atau dinas yang berwenang terkait daerah aliran sungai akan terpikat pada norma-norma administrasi dan batas wilayah administrasi," katanya.
 
Menurut dia  sesuai dengan aturan seharusnya bantaran atau garis sepadan bebas dari bangunan, baik bantaran sungai atau waduk dan sabuk hijau lainnya.
 
Namun demikian, norma dan aturan ini banyak yang tidak diimplementasikan. Akibatnya, muncul hunian liar yang sebenarnya tidak boleh atau ilegal.
 
Apalagi jika terjadi banjir, masyarakat di bantaran ini yang pertama kali terdampak. Oleh karena itu, pemerintah harus mengatur dan mengelolanya dengan baik.
 
"Kalau bantaran sungai bersih, maka arus akan lancar, tidak menimbulkan dampak juga," demikian Albertus Sentot Sudarwanto.
Baca juga: Ganjar minta semua pihak pantau sungai

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024