Purbalingga (ANTARA) - Sekretaris Daerah Purbalingga Herni Sulastri meminta pihak terkait agar berupaya maksimal untuk mengendalikan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Saat evaluasi AKI/AKB di Pendopo Dipokusumo, Purbalingga, Kamis, Herni mengatakan angka kematian ibu di Purbalingga pada periode Januari hingga Oktober 2022 tercatat sudah mencapai 10 kasus.
"Kita masih ada satu bulan lagi, semoga berhenti pada angka 10," katanya di depan sejumlah pemangku kepentingan bidang kesehatan seperti Dinas Kesehatan, RSUD, puskesmas, rumah sakit swasta, dokter spesialis kandungan, dan dokter spesialis anak.
Sementara untuk AKI di Purbalingga pada 2022, kata dia, hingga bulan Oktober sudah mencapai 108 kasus, sebanyak 69 kasus di antaranya bayi neonatal (masa sejak lahir hingga 28 hari atau empat minggu setelah kelahiran, red.).
Dia mengharapkan ambang batas angka kematian bayi untuk Purbalingga tidak melebihi 137 kasus.
"AKI/AKB di Purbalingga harus bisa dikendalikan," kata Herni.
Terkait dengan hal itu, ia meminta untuk segera disusun rencana aksi penurunan AKI/AKB yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh semua pihak.
Menurut dia, rencana aksi tersebut nantinya dijadikan pedoman yang jelas bagi para kader kesehatan, bidan desa, puskesmas, dan rumah sakit dengan mengikutsertakan pemerintah desa.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga Jusi Febrianto mengatakan 10 kasus kematian ibu pada tahun 2022 disebabkan oleh eklampsia (kejang selama kehamilan atau sesaat setelah melahirkan, red.) sebanyak empat kasus, pendarahan sebanyak tiga kasus, dan sisanya akibat penyakit lainnya.
"Waktu meninggal lebih banyak terjadi di rumah sakit pada rentang waktu lebih dari 48 jam (tercatat tujuh kasus). Kalau dilihat permasalahan sudah tidak di hulu lagi tapi di hilir," katanya.
Menurut dia, sembilan dari 10 kematian ibu yang ada sebenarnya masih bisa dicegah, antara lain dengan menghindari keterlambatan khususnya dalam hal merujuk, penanganan, dan pengambilan keputusan.
Selain itu, kata dia, pasien juga menghindari hamil pada kondisi "4 Terlalu", yaitu terlalu tua, terlalu banyak, terlalu muda, dan terlalu dekat.
Saat evaluasi AKI/AKB di Pendopo Dipokusumo, Purbalingga, Kamis, Herni mengatakan angka kematian ibu di Purbalingga pada periode Januari hingga Oktober 2022 tercatat sudah mencapai 10 kasus.
"Kita masih ada satu bulan lagi, semoga berhenti pada angka 10," katanya di depan sejumlah pemangku kepentingan bidang kesehatan seperti Dinas Kesehatan, RSUD, puskesmas, rumah sakit swasta, dokter spesialis kandungan, dan dokter spesialis anak.
Sementara untuk AKI di Purbalingga pada 2022, kata dia, hingga bulan Oktober sudah mencapai 108 kasus, sebanyak 69 kasus di antaranya bayi neonatal (masa sejak lahir hingga 28 hari atau empat minggu setelah kelahiran, red.).
Dia mengharapkan ambang batas angka kematian bayi untuk Purbalingga tidak melebihi 137 kasus.
"AKI/AKB di Purbalingga harus bisa dikendalikan," kata Herni.
Terkait dengan hal itu, ia meminta untuk segera disusun rencana aksi penurunan AKI/AKB yang selanjutnya ditindaklanjuti oleh semua pihak.
Menurut dia, rencana aksi tersebut nantinya dijadikan pedoman yang jelas bagi para kader kesehatan, bidan desa, puskesmas, dan rumah sakit dengan mengikutsertakan pemerintah desa.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga Jusi Febrianto mengatakan 10 kasus kematian ibu pada tahun 2022 disebabkan oleh eklampsia (kejang selama kehamilan atau sesaat setelah melahirkan, red.) sebanyak empat kasus, pendarahan sebanyak tiga kasus, dan sisanya akibat penyakit lainnya.
"Waktu meninggal lebih banyak terjadi di rumah sakit pada rentang waktu lebih dari 48 jam (tercatat tujuh kasus). Kalau dilihat permasalahan sudah tidak di hulu lagi tapi di hilir," katanya.
Menurut dia, sembilan dari 10 kematian ibu yang ada sebenarnya masih bisa dicegah, antara lain dengan menghindari keterlambatan khususnya dalam hal merujuk, penanganan, dan pengambilan keputusan.
Selain itu, kata dia, pasien juga menghindari hamil pada kondisi "4 Terlalu", yaitu terlalu tua, terlalu banyak, terlalu muda, dan terlalu dekat.