Jakarta (ANTARA) - Komisaris Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk atau BNI yang juga merupakan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2013-2018 Agus Martowardojo mengatakan ekonomi Indonesia masih stabil meski menghadapi risiko resesi global.
Indonesia masih berada dalam kondisi lebih baik dibanding negara-negara lain. Kinerja ekonomi nasional justru tampak semakin menguat, utamanya didorong oleh tren positif pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga di sekitar 5 persen, stabilitas nilai tukar, serta inflasi yang masih sangat terkelola.
“Ini menunjukkan bahwa stabilitas domestik terbukti masih kuat dengan fundamental ekonomi yang semakin kuat,” kata Agus dalam SOE International Conference, seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.
Agus menilai kondisi perbankan di Indonesia saat ini sangat baik karena memiliki permodalan yang kuat dengan penerapan manajemen risiko yang semakin baik. Bahkan, pemerintah masih yakin pertumbuhan ekonomi 2022 mampu menembus angka 5 persen karena konsumsi nasional yang kuat serta kinerja ekspor yang semakin baik.
Meski terdapat potensi inflasi yang meningkat, kinerja ekspor yang semakin kuat akan membuat kestabilan mata uang, yang juga berdampak pada kestabilan ekonomi dalam negeri.
Ia berpendapat dukungan kebijakan fiskal dan moneter sejauh ini telah mampu mendorong ekonomi pulih dari pandemi COVID-19. Meski menghadapi tantangan yang berat, otoritas fiskal dan moneter telah mampu menjalankan kebijakan pre-emptive dan forward-looking yang sangat baik.
“Namun, memang dengan banyaknya otoritas moneter dunia seperti Bank Sentral Amerika Serikat, Bank Sentral Eropa, dan Bank Sentral Inggris yang nampak memperketat kebijakan, sehingga terus menekan mata uang negara berkembang. Kerja ke depan semakin tidak mudah,” tuturnya.
Ke depan, sambung dia, keseimbangan antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter perlu terus dijaga untuk membuat struktur ekonomi yang tengah mengalami pertumbuhan semakin kuat.
Semua pelaku ekonomi juga tidak boleh melupakan adanya kesempatan yang sangat besar dari penguatan kinerja segmen ekonomi berkelanjutan yang dapat memberi kesempatan pertumbuhan, baik bagi pelaku ekonomi riil maupun pelaku di sektor finansial.
“Percepatan transformasi digital juga menjadi kunci. Terlebih, kebutuhan terhadap solusi digital dari generasi masa depan terus meningkat,” ujar Agus.
Sebelumnya, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyampaikan perbankan relatif lebih siap menghadapi situasi seperti saat ini. Justru di tengah era suku bunga rendah yang mulai berlalu, perbankan proaktif menjaga agar tidak terjadi kejutan yang terlalu cepat dan mengganggu transmisi pertumbuhan ekonomi.
“Jadi teman-teman di industri perbankan sudah siap untuk merespons kenaikan suku bunga saat ini. Era suku bunga rendah sudah lewat. Kita tidak akan kembali lagi,” ucap Royke.
Ia pun menyampaikan pihaknya belum otomatis langsung menaikkan baik deposito maupun bunga kredit. Bahkan, kinerja ekonomi dari nasabah loyal akan menjadi prioritas BNI dalam kebijakan suku bunga akomodatif.
“Nasabah baru tentu dengan harga baru, nasabah lama loyalitas menjadi penting. Disampaikan bahwa, ekonomi Indonesia fundamentalnya juga cukup bagus jadi kita tidak buru-buru menaikkan suku bunga,” jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BNI: Ekonomi Indonesia masih stabil meski hadapi risiko resesi global
Indonesia masih berada dalam kondisi lebih baik dibanding negara-negara lain. Kinerja ekonomi nasional justru tampak semakin menguat, utamanya didorong oleh tren positif pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga di sekitar 5 persen, stabilitas nilai tukar, serta inflasi yang masih sangat terkelola.
“Ini menunjukkan bahwa stabilitas domestik terbukti masih kuat dengan fundamental ekonomi yang semakin kuat,” kata Agus dalam SOE International Conference, seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.
Agus menilai kondisi perbankan di Indonesia saat ini sangat baik karena memiliki permodalan yang kuat dengan penerapan manajemen risiko yang semakin baik. Bahkan, pemerintah masih yakin pertumbuhan ekonomi 2022 mampu menembus angka 5 persen karena konsumsi nasional yang kuat serta kinerja ekspor yang semakin baik.
Meski terdapat potensi inflasi yang meningkat, kinerja ekspor yang semakin kuat akan membuat kestabilan mata uang, yang juga berdampak pada kestabilan ekonomi dalam negeri.
Ia berpendapat dukungan kebijakan fiskal dan moneter sejauh ini telah mampu mendorong ekonomi pulih dari pandemi COVID-19. Meski menghadapi tantangan yang berat, otoritas fiskal dan moneter telah mampu menjalankan kebijakan pre-emptive dan forward-looking yang sangat baik.
“Namun, memang dengan banyaknya otoritas moneter dunia seperti Bank Sentral Amerika Serikat, Bank Sentral Eropa, dan Bank Sentral Inggris yang nampak memperketat kebijakan, sehingga terus menekan mata uang negara berkembang. Kerja ke depan semakin tidak mudah,” tuturnya.
Ke depan, sambung dia, keseimbangan antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter perlu terus dijaga untuk membuat struktur ekonomi yang tengah mengalami pertumbuhan semakin kuat.
Semua pelaku ekonomi juga tidak boleh melupakan adanya kesempatan yang sangat besar dari penguatan kinerja segmen ekonomi berkelanjutan yang dapat memberi kesempatan pertumbuhan, baik bagi pelaku ekonomi riil maupun pelaku di sektor finansial.
“Percepatan transformasi digital juga menjadi kunci. Terlebih, kebutuhan terhadap solusi digital dari generasi masa depan terus meningkat,” ujar Agus.
Sebelumnya, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyampaikan perbankan relatif lebih siap menghadapi situasi seperti saat ini. Justru di tengah era suku bunga rendah yang mulai berlalu, perbankan proaktif menjaga agar tidak terjadi kejutan yang terlalu cepat dan mengganggu transmisi pertumbuhan ekonomi.
“Jadi teman-teman di industri perbankan sudah siap untuk merespons kenaikan suku bunga saat ini. Era suku bunga rendah sudah lewat. Kita tidak akan kembali lagi,” ucap Royke.
Ia pun menyampaikan pihaknya belum otomatis langsung menaikkan baik deposito maupun bunga kredit. Bahkan, kinerja ekonomi dari nasabah loyal akan menjadi prioritas BNI dalam kebijakan suku bunga akomodatif.
“Nasabah baru tentu dengan harga baru, nasabah lama loyalitas menjadi penting. Disampaikan bahwa, ekonomi Indonesia fundamentalnya juga cukup bagus jadi kita tidak buru-buru menaikkan suku bunga,” jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BNI: Ekonomi Indonesia masih stabil meski hadapi risiko resesi global