Purwokerto (ANTARA) - Pakar peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Akhmad Sodiq mengingatkan peternak unggas untuk mengantisipasi dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh kemarau basah.
"Posisi sekarang harusnya sudah musim kemarau tapi ternyata masih hujan, kemudian kita kenal sebagai kemarau basah," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Ia mengatakan permasalahan yang dihadapi peternak ruminansia saat musim kemarau adalah ketersediaan hijauan pakan ternak.
Akan tetapi dengan adanya kemarau basah, justru menguntungkan peternak ruminansia karena ketersediaan hijauan pakan ternak tetap ada.
Sementara pada ternak unggas, kondisi kemarau basah harus menjadi perhatian serius karena pada unggas terdapat endoparasit (parasit yang hidup dalam organ tubuh, red.) terutama di dalam usus.
"Endoparasit itu kalau pada kondisi normal akan berkembang normal, kondisinya umpamanya 5 persen, 10 persen, dan sebagainya. Tapi kalau pada kondisi dingin, itu barangkali dorman (perkembangannya terhambat, red.)," kata Rektor Unsoed itu.
Ia mengatakan pada kondisi panas, endoparasit yang dorman itu akan muncul berbarengan dan dikenal dengan "outbreaks" atau kejadian luar biasa.
"Kalau muncul bersama-sama kan tidak bagus, artinya itu potensi bermasalah," katanya menjelaskan.
Lebih lanjut, Prof. Sodiq mengatakan jika "outbreaks"-nya dalam kondisi berkepanjangan, akan menurunkan serapan nutrisi di dalam unggas.
Menurut dia, turunnya serapan nutrisi akan berdampak terhadap penurunan tingkat imunitas, sehingga akan menurunkan produktivitas.
"Jadi kerangka teoritisnya seperti itu. Nah, kemudian bagaimana implikasinya untuk peternakan yang ada di kita terutama unggas? Ini ada dua," katanya.
Ia mengatakan dampak kemarau basah pada ternak unggas yang dipelihara dalam sistem "closed house" yang sudah banyak diterapkan oleh banyak peternak kemungkinan tidak terlalu besar karena segala sesuatunya diatur, baik kelembapan, suhu, dan sebagainya.
"Demikian pula dengan kotorannya. Kotoran itu juga diatur sedemikian rupa, sehingga ternak kemungkinan kecil mematuk-matuk kotoran yang ada endoparasitnya tadi," kata Guru Besar Fakultas Peternakan Unsoed itu.
Akan tetapi terhadap unggas di peternakan rakyat yang tempatnya terbuka, kata dia, dampak kemarau basah perlu diantisipasi karena endoparasit yang keluar bersama kotoran akan dipatuk-patuk oleh ayam sehingga berbahaya bagi unggas.
"Apalagi kondisi imunnya turun dan ini berpotensi terhadap produktivitas karena akan berkurang atau turun," katanya.
Terkait dengan hal itu, Prof. Sodiq mengemukakan bahwa pengelolaan peternakan rakyat harus diperbaiki, terutama dalam meningkatkan imunitas dengan cara mencukupi kebutuhan nutrisi.
Menurut dia, perbaikan kedua berkaitan dengan upaya untuk mempertahankan suhu sesuai dengan kenyamanan masing-masing unggas.
"Kalau tidak diantisipasi, berpotensi mengakibatkan kematian unggas. Mudah-mudahan tidak sampai mengakibatkan kematian, hanya penurunan produktivitas," katanya.
"Posisi sekarang harusnya sudah musim kemarau tapi ternyata masih hujan, kemudian kita kenal sebagai kemarau basah," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Ia mengatakan permasalahan yang dihadapi peternak ruminansia saat musim kemarau adalah ketersediaan hijauan pakan ternak.
Akan tetapi dengan adanya kemarau basah, justru menguntungkan peternak ruminansia karena ketersediaan hijauan pakan ternak tetap ada.
Sementara pada ternak unggas, kondisi kemarau basah harus menjadi perhatian serius karena pada unggas terdapat endoparasit (parasit yang hidup dalam organ tubuh, red.) terutama di dalam usus.
"Endoparasit itu kalau pada kondisi normal akan berkembang normal, kondisinya umpamanya 5 persen, 10 persen, dan sebagainya. Tapi kalau pada kondisi dingin, itu barangkali dorman (perkembangannya terhambat, red.)," kata Rektor Unsoed itu.
Ia mengatakan pada kondisi panas, endoparasit yang dorman itu akan muncul berbarengan dan dikenal dengan "outbreaks" atau kejadian luar biasa.
"Kalau muncul bersama-sama kan tidak bagus, artinya itu potensi bermasalah," katanya menjelaskan.
Lebih lanjut, Prof. Sodiq mengatakan jika "outbreaks"-nya dalam kondisi berkepanjangan, akan menurunkan serapan nutrisi di dalam unggas.
Menurut dia, turunnya serapan nutrisi akan berdampak terhadap penurunan tingkat imunitas, sehingga akan menurunkan produktivitas.
"Jadi kerangka teoritisnya seperti itu. Nah, kemudian bagaimana implikasinya untuk peternakan yang ada di kita terutama unggas? Ini ada dua," katanya.
Ia mengatakan dampak kemarau basah pada ternak unggas yang dipelihara dalam sistem "closed house" yang sudah banyak diterapkan oleh banyak peternak kemungkinan tidak terlalu besar karena segala sesuatunya diatur, baik kelembapan, suhu, dan sebagainya.
"Demikian pula dengan kotorannya. Kotoran itu juga diatur sedemikian rupa, sehingga ternak kemungkinan kecil mematuk-matuk kotoran yang ada endoparasitnya tadi," kata Guru Besar Fakultas Peternakan Unsoed itu.
Akan tetapi terhadap unggas di peternakan rakyat yang tempatnya terbuka, kata dia, dampak kemarau basah perlu diantisipasi karena endoparasit yang keluar bersama kotoran akan dipatuk-patuk oleh ayam sehingga berbahaya bagi unggas.
"Apalagi kondisi imunnya turun dan ini berpotensi terhadap produktivitas karena akan berkurang atau turun," katanya.
Terkait dengan hal itu, Prof. Sodiq mengemukakan bahwa pengelolaan peternakan rakyat harus diperbaiki, terutama dalam meningkatkan imunitas dengan cara mencukupi kebutuhan nutrisi.
Menurut dia, perbaikan kedua berkaitan dengan upaya untuk mempertahankan suhu sesuai dengan kenyamanan masing-masing unggas.
"Kalau tidak diantisipasi, berpotensi mengakibatkan kematian unggas. Mudah-mudahan tidak sampai mengakibatkan kematian, hanya penurunan produktivitas," katanya.