Semarang (ANTARA) -
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan bahwa desa tanggap bencana yang ideal di Jateng harus menggabungkan kearifan lokal dengan sains.

"Kalau kita mau buat desa tangguh bencana harus ada kearifan lokalnya, maka banyak masyarakat di sekitar areal yang rawan bencana itu sebenarnya mereka sangat paham. Tinggal data sains ini kita gabungkan, kolaborasi sehingga mereka bisa berjalan," kata Ganjar di Semarang, Selasa.

Selain dua hal itu, Ganjar juga menyebut jika latihan atau simulasi kebencanaan juga harus dilakukan untuk menguatkan respons masyarakat apabila terjadi bencana alam.

Menurut orang nomor satu di Jateng itu, kearifan lokal masyarakat memiliki kekuatan dalam membaca tanda-tanda bencana dan apa yang harus dilakukan.

Kearifan lokal juga berupa sistem tanda peringatan yang disampaikan dengan cara yang beragam seperti bunyi kentongan.
 
Baca juga: Pemudik diminta waspada saat melintas daerah rawan bencana

Dirinya mencontohkan di sekitar lereng Gunung Merapi masyarakat telah hidup ratusan tahun dengan potensi ancaman erupsi yang datang sewaktu-waktu, namun mereka memiliki cara sendiri untuk mengetahui bencana akan terjadi.

Lebih lanjut tentang data sains yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, politikus PDI Perjuangan itu menyebut harus diinformasikan secara terus-menerus agar masyarakat dapat siaga dan cepat merespons seandainya terjadi bencana.

"Info BMKG menjadi penting untuk harian sebagai data sains untuk kita ambil keputusan, tapi sisi lain kepala BNPB juga sudah memerintahkan kita, masyarakatnya latihan. Latihan ini yang melatih respons kita terhadap bencana bisa cepat," ujarnya.

Baca juga: Pembangunan infrastruktur harus perhatikan potensi bencana

Ide lain yang menurut Ganjar brilian dalam membangun kesiapsiagaan bencana adalah praktik desa kembar tangguh bencana di Kabupaten Magelang.

Program tersebut saat ini sedang coba direplikasi di tempat-tempat lain dengan tujuan agar masyarakat sudah tahu apa yang harus dilakukan seandainya terjadi bencana.

"Kalau terjadi suatu bencana kiat tidak perlu repot lagi karena mereka sudah tahu harus lari ke mana, naik mobil siapa, ketemu di keluarga siapa, dan keluarga yang akan menerima itu akan lebih enak. Mungkin tidak perlu di tempat pengungsian, mungkin mereka bisa langsung berhubungan dengan masyarakat yang menjadi mitranya, kembarannya. Itu ide yang menurut saya brilian," kata Ganjar.(LHP)

Pewarta : Wisnu Adhi Nugroho
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024