Semarang (ANTARA) - Pakar keamanan siber Doktor Pratama Persadha mengusulkan Komisi Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebagai lembaga independen yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya agar maksimal melindungi data pribadi lewat UU PDP.
"Bila ingin perlindungan data pribadi maksimal lewat Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), Komisi PDP harus menjadi komisi negara yang independen, seperti komisi negara lainnya," kata dia melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Jumat pagi.
Apalagi, lanjut dia, semangat UU PDP menertibkan penggunaan dan penyalahgunaan data yang dilakukan oleh banyak organisasi besar, baik swasta maupun lembaga negara itu sendiri.
Karena risiko menghadapi kekuatan besar itulah, kata dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini, posisi dan wewenang Komisi PDP harus diberikan di tempat terbaik dan terkuat.
Dia mengatakan anggota Komisi PDP dipilih dari usulan pemerintah dan DPR. Mereka mewakili berbagai unsur, antara lain aparatur sipil negara (ASN), masyarakat, akademikus, profesional, dan aparat.
Baca juga: Peretas masih berseliweran di tengah penundaan pembahasan RUU PDP
Dengan demikian, kata Pratama, dalam menjalankan wewenangnya nanti, Komisi PDP dalam posisi tawar yang kuat di depan lembaga dan pejabat tinggi negara.
Menurut dia, penempatan Komisi PDP di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) akan berpotensi bertabrakan dengan berbagai kepentingan karena tidak kuatnya posisi Komisi PDP itu sendiri.
Diungkapkan pula bahwa digitalisasi di Indonesia bermuara pada penerimaan negara yang bertambah, salah satu yang harus diperkuat adalah pengamanan ekosistem siber. Pasalnya, perlindungan data pribadi itu salah satu di dalamnya yang paling krusial.
"Ini efeknya serius, Komisi PDP yang lemah akan membuat penegakan UU PDP lemah yang pada akhirnya dari sisi ekonomi akan membuat tidak maksimal, kemudian dari sisi keamanan negara juga akan berbahaya karena yang dihadapi ini organisasi besar multinasional juga," kata Pratama.
Ia menyebutkan ada negara lain yang menempatkan Komisi PDP di bawah kementerian. Namun, kondisi politik ekonominya berbeda dengan Indonesia.
Oleh karena itu, kata dia, Indonesia butuh Komisi PDP yang kuat posisinya dan independen sehingga bisa menjamin keamanan data pribadi di Tanah Air.
Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC ini mengutarakan bahwa Komisi PDP yang kuat ini tidak hanya bermanfaat secara langsung pada Indonesia, tetapi mengandung nilai positif bagi investor yang akan berinvestasi di Indonesia.
"Kalau bicara soal investasi, para investor dalam dan luar negeri juga akan melihat ini sebagai nilai positif berinvestasi di Indonesia, ada aturan main yang jelas dan penegakan UU PDP yang kuat," katanya.
Baca juga: Pratama: Jangan sampai RUU PDP kehilangan taji
Baca juga: RUU PDP harus dibuat sangat "powerful" dan tidak ambigu
Baca juga: CISSReC: Data bocor dapat digunakan teroris untuk tambah anggota
"Bila ingin perlindungan data pribadi maksimal lewat Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), Komisi PDP harus menjadi komisi negara yang independen, seperti komisi negara lainnya," kata dia melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Jumat pagi.
Apalagi, lanjut dia, semangat UU PDP menertibkan penggunaan dan penyalahgunaan data yang dilakukan oleh banyak organisasi besar, baik swasta maupun lembaga negara itu sendiri.
Karena risiko menghadapi kekuatan besar itulah, kata dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini, posisi dan wewenang Komisi PDP harus diberikan di tempat terbaik dan terkuat.
Dia mengatakan anggota Komisi PDP dipilih dari usulan pemerintah dan DPR. Mereka mewakili berbagai unsur, antara lain aparatur sipil negara (ASN), masyarakat, akademikus, profesional, dan aparat.
Baca juga: Peretas masih berseliweran di tengah penundaan pembahasan RUU PDP
Dengan demikian, kata Pratama, dalam menjalankan wewenangnya nanti, Komisi PDP dalam posisi tawar yang kuat di depan lembaga dan pejabat tinggi negara.
Menurut dia, penempatan Komisi PDP di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) akan berpotensi bertabrakan dengan berbagai kepentingan karena tidak kuatnya posisi Komisi PDP itu sendiri.
Diungkapkan pula bahwa digitalisasi di Indonesia bermuara pada penerimaan negara yang bertambah, salah satu yang harus diperkuat adalah pengamanan ekosistem siber. Pasalnya, perlindungan data pribadi itu salah satu di dalamnya yang paling krusial.
"Ini efeknya serius, Komisi PDP yang lemah akan membuat penegakan UU PDP lemah yang pada akhirnya dari sisi ekonomi akan membuat tidak maksimal, kemudian dari sisi keamanan negara juga akan berbahaya karena yang dihadapi ini organisasi besar multinasional juga," kata Pratama.
Ia menyebutkan ada negara lain yang menempatkan Komisi PDP di bawah kementerian. Namun, kondisi politik ekonominya berbeda dengan Indonesia.
Oleh karena itu, kata dia, Indonesia butuh Komisi PDP yang kuat posisinya dan independen sehingga bisa menjamin keamanan data pribadi di Tanah Air.
Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC ini mengutarakan bahwa Komisi PDP yang kuat ini tidak hanya bermanfaat secara langsung pada Indonesia, tetapi mengandung nilai positif bagi investor yang akan berinvestasi di Indonesia.
"Kalau bicara soal investasi, para investor dalam dan luar negeri juga akan melihat ini sebagai nilai positif berinvestasi di Indonesia, ada aturan main yang jelas dan penegakan UU PDP yang kuat," katanya.
Baca juga: Pratama: Jangan sampai RUU PDP kehilangan taji
Baca juga: RUU PDP harus dibuat sangat "powerful" dan tidak ambigu
Baca juga: CISSReC: Data bocor dapat digunakan teroris untuk tambah anggota