Purwokerto (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ma'ruf Cahyono menilai moderasi beragama merupakan sesuatu yang ada dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

"Yang ada dalam suatu proses bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah dinamika. Jadi, moderasi beragama menurut saya adalah satu instrumen agar kerukunan antarumat beragama dan penganut kepercayaan bisa menjadi pendorong dan penguat dalam rangka kita melaksanakan tiga tugas besar, yakni membangun masyarakat, membangun bangsa, dan membangun negara," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.

Ia mengatakan hal itu usai "Deklarasi Komitmen Terus Menguatkan Kerukunan Umat Beragama" yang diselenggarakan MPR RI bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) di Auditorium Ukhuwah Islamiyah UMP yang dilanjutkan dengan Seminar Nasional "Moderasi Beragama: Umat Rukun Indonesia Maju".

Ma'ruf mengatakan moderasi beragama itu sesuatu yang niscaya ada karena dalam konteks kebutuhan satu proses perjalanan yang terus dinamis atau berubah, tidak ada keinginan untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur tanpa didukung komitmen kebangsaan yang kuat

"Moderasi beragama menurut saya adalah jalan keluar agar hal-hal yang sangat fundamental, apalagi kalau kita memahami bahwa membangun bangsa dan negara yang religius itu jelas dalam Pembukaan (Undang-Undang Dasar 1945), ada dalam Pancasila kita, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, masalah fundamental yang bisa berpotensi menimbulkan dinamika, perpecahan, dan lain-lain itu kemudian harus dimoderasi sedemikian rupa sehingga terkontekstualisasi dan relevansinya kuat dengan upaya untuk terus memperkokoh fondasi kebangsaan.

Selain itu, moderasi beragama ada kaitannya dengan masalah radikalisme, terorisme, dan lain-lain.

"Itu gejala masyarakat yang dinamis, kita ini bangsa yang berbineka. Bangsa yang berbineka itu karakteristiknya eksklusif, itu sudah kodrat, masing-masing tentu akan memiliki emosional terkait dengan perbedaan-perbedaan. Oleh karena itu harus dipertemukan," kata pria asli Banyumas itu.

Ia mengatakan ada titik yang bisa membuat semuanya saling seimbang. Moderasi beragama dalam konteks ini memberikan keseimbangan terhadap kondisi-kondisi yang radikal dan intoleran supaya tetap kembali kepada komitmen kebangsaan.

Menurut dia, moderasi beragama terkait dengan toleransi di mana Indonesia adalah bangsa yang toleran.

"Kita memiliki fondasi kuat, sebagai bangsa yang humanis, nasionalisme kita bukan nasionalisme yang sempit tapi nasionalisme yang memang dasarnya adalah perbedaan, bukan chauvinisme. Demokrasi kita demokrasi yang transendental, yang bagus, yang ada nilai-nilai religiositas, humanitas, dan nasionalitas," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, toleransi harus dirawat, dijaga, dan dimoderasi dengan baik.

Sementara itu, Rektor UMP Jebul Suroso mengatakan tema yang diangkat dalam seminar nasional tersebut sangat prospektif, relevan dengan kondisi berbangsa, dan moderasi beragama untuk mewujudkan kerukunan hidup di Indonesia.

"Semangatnya ada tiga UMP itu, yang pertama adalah perguruan tinggi perlu melakukan kajian yang mendalam oleh para cendekianya sehingga tercipta pengetahuan yang cukup tentang kehidupan beragama," katanya.

Ia mengatakan yang kedua adalah bisa menjadi contoh tentang bagaimana berkehidupan, berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang mengedepankan aspek kerukunan serta di dalamnya ada toleransi.

Sedangkan yang ketiga, mengajak sebanyak mungkin komponen masyarakat untuk bisa terlibat di dalam mewujudkan kerukunan hidup.

"Dengan demikian, kami sangat berterima kasih, terhormat, dan sangat dihargai ketika Sekjen MPR RI mengajak kami untuk melakukan kajian tersebut," katanya.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024