Magelang (ANTARA) - Hajatan seni budaya Ruwat Rawat Borobudur (RRB) akan kembali digelar pada 2022 diawali dengan sarasehan budaya dengan tema "Mengembalikan Multi Spiritual Borobudur melalui Tradisi".
"Acara pra-event menuju 20 Tahun Ruwat Rawat Borobudur, kegiatannya kami gunakan untuk riset dan evaluasi," kata penggagas RRB Sucoro di Magelang, Senin.
Dalam kegiatan ini, pihak inisiator budaya Brayat Panangkaran Borobudur bekerja sama dengan Kantor Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, Kantor Balai Konservasi Borobudur, Kampoeng Semar Borobudur, dan Diskominfo Kabupaten Magelang.
"Acara sarasehan budaya insyaallah akan kami selenggarakan pada Selasa (28/12) di Kampoeng Semar Brongsongan Borobudur," katanya.
Jumlah peserta terbatas dengan protokol kesehatan ketat bagi yang hadir. Sejumlah narasumber dalam sarasehan ini tokoh budaya dan akademisi di antaranya peneliti/dosen Institut Pluralisme Indonesia Wiliem Chan, peneliti LIPI Deddy Adhuri, dan dosen Universitas Sanata Dharma Budi Sarwono.
"Jumlah peserta virtual yang mendaftar sudah 100 orang lebih, sedangkan yang hadir langsung kami batasi dengan prokes ketat," katanya.
Menurut Sucoro, sarasehan ini penting mengingat spiritual adalah energi atau kekuatan individu yang terkait dengan dunia "kebatinan" atau secara sederhana sering diartikan sebagai daya individu dalam berhubungan dengan alam, Tuhan Yang Maha Esa.
Gerak kehidupan yang didorong oleh spiritualitas, keyakinan, dan kepercayaan, katanya, akan mampu menghubungkan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Ia menyebut salah satu contoh berupa mahakarya Candi Borobudur, yang dibangun oleh Dinasti Syailendra pada abad 8 Masehi.
Candi Borobudur terbukti menjadi karya agung, monumen persembahan suci umat manusia kepada Tuhan.
"Inspirasi yang diperoleh melalui 'laku' itu telah mewujudkan dirinya menjadi persembahan yang bernilai pusaka, pustaka dan pujangga bagi peradaban manusia," katanya.
Ia mengemukakan Borobudur diwariskan oleh Dinasti Syailendra yang beragama Buddha dan pada umumnya orang beranggapan Borobudur hanya milik umat Buddha. Namun sesungguhnya pesan yang termuat pada Candi Borobudur bernilai universal. Tidak mengherankan jika UNESCO menetapkan Candi Borobudur sebagai Warisan Budaya Dunia (World Heritage).
"Sarasehan budaya ini diharapkan dapat terciptanya kebersamaan dalam melestarikan, memanfaatkan dan mengembangkan warisan budaya Borobudur dengan memperhatikan multispiritual Borobudur yang melingkupinya " katanya.
Ia menyampaikan rangkaian hajatan budaya RRB 2022 berdasar nilai edukatif dan atraktif mulai dari sekolah lapangan hingga pergelaran budaya lintas generasi. Ratusan penari dan penabuh gamelan dari lereng Gunung Merapi, Menoreh, Andong, dan Sumbing terlibat dalam kegiatan ini.
"Acara pra-event menuju 20 Tahun Ruwat Rawat Borobudur, kegiatannya kami gunakan untuk riset dan evaluasi," kata penggagas RRB Sucoro di Magelang, Senin.
Dalam kegiatan ini, pihak inisiator budaya Brayat Panangkaran Borobudur bekerja sama dengan Kantor Kesbangpol Provinsi Jawa Tengah, Kantor Balai Konservasi Borobudur, Kampoeng Semar Borobudur, dan Diskominfo Kabupaten Magelang.
"Acara sarasehan budaya insyaallah akan kami selenggarakan pada Selasa (28/12) di Kampoeng Semar Brongsongan Borobudur," katanya.
Jumlah peserta terbatas dengan protokol kesehatan ketat bagi yang hadir. Sejumlah narasumber dalam sarasehan ini tokoh budaya dan akademisi di antaranya peneliti/dosen Institut Pluralisme Indonesia Wiliem Chan, peneliti LIPI Deddy Adhuri, dan dosen Universitas Sanata Dharma Budi Sarwono.
"Jumlah peserta virtual yang mendaftar sudah 100 orang lebih, sedangkan yang hadir langsung kami batasi dengan prokes ketat," katanya.
Menurut Sucoro, sarasehan ini penting mengingat spiritual adalah energi atau kekuatan individu yang terkait dengan dunia "kebatinan" atau secara sederhana sering diartikan sebagai daya individu dalam berhubungan dengan alam, Tuhan Yang Maha Esa.
Gerak kehidupan yang didorong oleh spiritualitas, keyakinan, dan kepercayaan, katanya, akan mampu menghubungkan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Ia menyebut salah satu contoh berupa mahakarya Candi Borobudur, yang dibangun oleh Dinasti Syailendra pada abad 8 Masehi.
Candi Borobudur terbukti menjadi karya agung, monumen persembahan suci umat manusia kepada Tuhan.
"Inspirasi yang diperoleh melalui 'laku' itu telah mewujudkan dirinya menjadi persembahan yang bernilai pusaka, pustaka dan pujangga bagi peradaban manusia," katanya.
Ia mengemukakan Borobudur diwariskan oleh Dinasti Syailendra yang beragama Buddha dan pada umumnya orang beranggapan Borobudur hanya milik umat Buddha. Namun sesungguhnya pesan yang termuat pada Candi Borobudur bernilai universal. Tidak mengherankan jika UNESCO menetapkan Candi Borobudur sebagai Warisan Budaya Dunia (World Heritage).
"Sarasehan budaya ini diharapkan dapat terciptanya kebersamaan dalam melestarikan, memanfaatkan dan mengembangkan warisan budaya Borobudur dengan memperhatikan multispiritual Borobudur yang melingkupinya " katanya.
Ia menyampaikan rangkaian hajatan budaya RRB 2022 berdasar nilai edukatif dan atraktif mulai dari sekolah lapangan hingga pergelaran budaya lintas generasi. Ratusan penari dan penabuh gamelan dari lereng Gunung Merapi, Menoreh, Andong, dan Sumbing terlibat dalam kegiatan ini.