Solo (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta melanjutkan proses hukum terkait tanah Sriwedari hingga saat ini masih menjadi sengketa antara pemerintah daerah dengan ahli waris Wiryodiningrat.
"Pemkot akan tetap merawat Sriwedari sebagai cagar budaya dan sebagai ruang publik. Sesuai dengan tata ruang wilayah akan dikembalikan fungsinya sebagai ruang terbuka," kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, di Solo, Jumat.
Dengan demikian, katanya lagi, masyarakat bisa memanfaatkan kawasan Sriwedari tersebut.
Baca juga: Gibran terus berjuang usai pengadilan tolak gugatan atas Sriwedari
Terkait dengan upaya hukum, menurut Gibran, Pemkot Surakarta akan terus berupaya agar tanah Sriwedari terus menjadi ruang publik bagi masyarakat Surakarta.
Sebelumnya, pada November 2021, Pemkot Surakarta kembali mengajukan gugatan diwakili FX Hadi Rudyatmo melalui Pengadilan Negeri (PN) Surakarta Nomor 247/Pdt.G/2021/PB.Skt.
Gugatan ini merupakan upaya perlawanan atas sita eksekusi yang telah dilaksanakan oleh PN Surakarta tanggal 15 November 2018 Nomor 10/PEN.PDT/EKS/2015/PN.Skt. Gugatan ini kemudian ditolak oleh Pengadilan Tinggi Semarang melalui putusan Nomor 468/Pdt/2021/PT.SMG.
Terkait hal itu, Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta Prihatin mengatakan masih ada langkah hukum yang bisa dilakukan secara profesional sebagai perlawanan eksekusi.
"Bukan seperti preman, namun secara profesional kami mengambil langkah hukum, sebagai perlawanan eksekusi karena permohonan pertama ditolak, banding juga seperti itu. Ini sedang menyusun langkah upaya hukum kasasi," katanya.
Ia mengatakan ada beberapa kekurangan dari putusan tersebut, salah satunya luas tanah yang masuk dalam eksekusi tidak sesuai dengan yang dimohonkan.
"(Pada putusan) seluruh Sriwedari milik ahli waris, namun ternyata ada beberapa yang masih jadi HP (hak pakai) pemkot yang seharusnya tidak dieksekusi, ada HP 46 dan HP 26 tidak ikut dieksekusi. Itu yang dalam putusan sebelumnya tidak masuk dalam pertimbangan dan dibahas. Oleh karena itu, kami mengajukan perlawanan eksekusi agar itu tidak diambil," katanya pula.
Melalui jalur hukum tersebut, ia berharap agar putusan khususnya di kawasan yang masih menjadi HP Pemkot Surakarta dibatalkan.
"Jadi memang luas tidak pas, objek sengketa tidak pada tempatnya," katanya pula.
Baca juga: Pemkot Surakarta pertahankan Sriwedari sebagai ruang publik
"Pemkot akan tetap merawat Sriwedari sebagai cagar budaya dan sebagai ruang publik. Sesuai dengan tata ruang wilayah akan dikembalikan fungsinya sebagai ruang terbuka," kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, di Solo, Jumat.
Dengan demikian, katanya lagi, masyarakat bisa memanfaatkan kawasan Sriwedari tersebut.
Baca juga: Gibran terus berjuang usai pengadilan tolak gugatan atas Sriwedari
Terkait dengan upaya hukum, menurut Gibran, Pemkot Surakarta akan terus berupaya agar tanah Sriwedari terus menjadi ruang publik bagi masyarakat Surakarta.
Sebelumnya, pada November 2021, Pemkot Surakarta kembali mengajukan gugatan diwakili FX Hadi Rudyatmo melalui Pengadilan Negeri (PN) Surakarta Nomor 247/Pdt.G/2021/PB.Skt.
Gugatan ini merupakan upaya perlawanan atas sita eksekusi yang telah dilaksanakan oleh PN Surakarta tanggal 15 November 2018 Nomor 10/PEN.PDT/EKS/2015/PN.Skt. Gugatan ini kemudian ditolak oleh Pengadilan Tinggi Semarang melalui putusan Nomor 468/Pdt/2021/PT.SMG.
Terkait hal itu, Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta Prihatin mengatakan masih ada langkah hukum yang bisa dilakukan secara profesional sebagai perlawanan eksekusi.
"Bukan seperti preman, namun secara profesional kami mengambil langkah hukum, sebagai perlawanan eksekusi karena permohonan pertama ditolak, banding juga seperti itu. Ini sedang menyusun langkah upaya hukum kasasi," katanya.
Ia mengatakan ada beberapa kekurangan dari putusan tersebut, salah satunya luas tanah yang masuk dalam eksekusi tidak sesuai dengan yang dimohonkan.
"(Pada putusan) seluruh Sriwedari milik ahli waris, namun ternyata ada beberapa yang masih jadi HP (hak pakai) pemkot yang seharusnya tidak dieksekusi, ada HP 46 dan HP 26 tidak ikut dieksekusi. Itu yang dalam putusan sebelumnya tidak masuk dalam pertimbangan dan dibahas. Oleh karena itu, kami mengajukan perlawanan eksekusi agar itu tidak diambil," katanya pula.
Melalui jalur hukum tersebut, ia berharap agar putusan khususnya di kawasan yang masih menjadi HP Pemkot Surakarta dibatalkan.
"Jadi memang luas tidak pas, objek sengketa tidak pada tempatnya," katanya pula.
Baca juga: Pemkot Surakarta pertahankan Sriwedari sebagai ruang publik