Semarang (ANTARA) - Puji Lestari, staf bagian pemasaran RSI Banjarnegara yang kini berusia 32 tahun ini patut ditiru semangatnya meskipun memiliki keterbatasan.

Kelumpuhan di kedua kakinya akibat menjadi korban tabrak lari dan mengalami kelumpuhan di kedua kakinya tak membuatnya patah arang.

Demi kelangsungan hidupnya dan keluarganya, Puji tetap bekerja menjadi salah satu staf di bagian pemasaran Rumah Sakit Islam (RSI) Banjarnegara.

Prinsipnya yang tak mau mengandalkan belas kasih orang lain, setiap hari Puji mengendarai sepeda motor roda tiga hasil modifikasi menuju tempat kerja yang berjarak sekitar delapan kilometer.

Sampai di rumah sakit, perempuan asal Dukuh Krucil Desa Winong, Kecamatan Bawang, Banjanegara ini pun mandiri, turun dari kendaraannya tanpa bantuan orang lain.

"Saya harus bisa sendiri, sudah terbiasa, di rumah pun pekerjaan rumah dari masak, mencuci,dan sebagainya saya lakukan sebagaimana orang lain,” kata Puji. Puji Lestari, staf bagian pemasaran RSI Banjarnegara yang kini berusia 32 tahun ini patut ditiru semangatnya meskipun memiliki keterbatasan. ANTARA/HO-RSIB Pekerjaan yang dilakukan Puji pun tak beda dengan karyawan lainnya, salah satunya menjadi pemandu setiap pengunjung yang masuk ke area pendaftaran, melayani pesan masuk baik melalui instagram maupun whatsapp dan facebook, melakukan survei kepuasan pelanggan, serta membuat laporan setiap bulannya.

"Saya harus bisa bagi waktu, jaga di pendaftran, layani media sosial, juga survei ke ruangan dan keluarga pasien. Kursi roda ini sudah tidak menjadi penghalang saya untuk beraktivitas,” kata Puji.

Eko Andriyanto sebagai atasannya langsung memberikan tugas yang sebelumnya dikerjakan karyawan dengan kondisi normal, tidak ada perbedaan signifikan antara kondisi kryawan normal dan difabel.

“Pekerjaan gak ada bedanya, Puji on time kalau bekerja, laporan dan lain lain sesuai jadwal yang ditentukan. Sama sekali tidak ada perbedaan, hanya ada penyesuaian sedikit saja,” jelas Eko Andriyanto.

Di mata Direktur RSI dr Agus Ujianto Msi Med SpB, sosok Puji yang sudah bergabung menjadi karyawan sejak dua tahun ini, menganggap normal kondisi Puji, sehingga yang bersangkutan ataupun karyawan lainnya tidak ada beban, semuanya biasa saja.

"Normalnya kondisinya ya seperti itu dan saya melihat dia memiliki etos ketja yang sama dengan rekan kerja lainnya,” kata dr Agus Ujianto.

Agus mengaku Puji sebelumnya menjadi pasiennya karena beberapa kali melakukan operasi dan sering diskusi saat kontrol pascaoperasi.

Selain bekerja, Direktur juga meminta Puji untuk aktif membantu sahabat difabel lainnya dengan bergabung dengan The Plegia, komunitas tuna daksa di Banjrnegara yang membantu sahabat difabel, baik persoalan medis maupun sosial ekonomi.

"Saya pikir Puji bisa menbantu sahabat sahabatnya, menularkan semangat membantu saat bhakti sosial dan sebagainya," kata Agus yang juga Ketua Pergimpunan Kedokteran Digital Terintegrasi Indonesia (Predigti) ini.

Di peringatan Hari Difabel 2021, Puji Lestari memiliki harapan kepada sahabatnya agar tetap semangat dan yang paling penting adalah menumbuhkan kemandirian.

"Difabel harus bisa mandiri, tidak terlalu menjadi beban bagi orang orang di sekitarnya. Banyak sekali yang bisa dilakukan tanpa harus mengeluh dan diam terpaku, terus berusaha dan memiliki semangat baja,” kata Puji Lestari.

Pewarta : KSM
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024