Jakarta (ANTARA) - Kemarahan dunia atas hilangnya bintang tenis China Peng Shuai membesar manakala Asosiasi Tenis Putri (WTA) mengancam akan menarik turnamen dari China, sedangkan yang saat bersamaan Gedung Putih meminta Beijing membuktikan petenis putri itu aman.
Peng yang mantan pemain ganda nomor satu dunia ganda tak terlihat atau terdengar lagi sejak dia mengatakan dalam media sosial China pada 2 November bahwa mantan wakil perdana menteri Zhang Gaoli telah memaksanya berhubungan seks dan mereka kemudian memiliki hubungan suka sama suka.
Baik Zhang maupun pemerintah China tidak mengomentari tuduhan itu. Postingan media sosial Peng segera dihapus dan topik tersebut diblokir dari diskusi internet China yang sangat disensor.
Kalangan tenis global semakin mengkhawatirkan keselamatan dan keberadaan Peng sejak dia menyamaikan tuduhan itu dan bahwa WTA menyerukan penyelidikan.
Beberapa pemain tenis top dunia seperti Serena Williams dan Naomi Osaka, serta Komite Olimpiade Jerman, sudah mencuitkan #WhereIsPengShuai.
Gedung Putih pada Jumat meminta pemerintah China memberikan "bukti independen dan terverifikasi" tentang keberadaan dan keselamatan Peng.
"Kami sangat prihatin dengan laporan Peng Shuai tampaknya hilang setelah menuduh mantan pejabat senior [Republik Rakyat China] telah melakukan serangan seksual," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki seperti dikutip Reuters, Sabtu.
Masalah ini muncul ketika China bersiap menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin di Beijing pada Februari tahun depan di tengah seruan boikot dari kelompok hak asasi global dan lainnya akibat catatan hak asasi manusia China.
Komite Olimpiade Internasional menolak mengomentari masalah Peng, dengan mengatakan pihaknya percaya "diplomasi diam-diam" menawarkan kesempatan terbaik untuk hadirnya sebuah solusi.
Liz Throssell, juru bicara hak asasi manusia PBB, meminta bukti keberadaan dan keselamatan petenis itu serta penyelidikan transparan atas tuduhan yang diajukan petenis ini.
Kepala Eksekutif WTA Steve Simon mengatakan kepada CNN dan media AS lainnya bahwa tur ini akan mempertimbangkan menarik turnamen senilai puluhan juta dolar dari China.
Simon mengatakan WTA berada "di persimpangan jalan" dengan China.
"Kami terus meminta bukti independen dan terverifikasi bahwa Peng Shuai aman dan bahwa tuduhan penyerangan seksualnya diselidiki sepenuhnya, adil dan tanpa sensor. Jika tidak, WTA siap melakukan apa yang benar," tandas Simon.
Hu Xijin, editor Global Times, menanggapi komentar Simon itu dengan mengatakan "jangan menggunakan nada paksaan ketika mengungkapkan keprihatinan apa pun kepada China."
"Mungkin Anda melakukannya karena niat baik. Tapi Anda harus memahami China, termasuk memahami bagaimana sistem yang Anda tidak suka sebenarnya telah mempromosikan hak-hak 1,4 miliar orang China," kata Hu, yang surat kabarnya diterbitkan oleh Harian Rakyat China yang merupakan corong Partai Komunis China.
WTA mengatakan tidak mau menanggapi cuitan Hu.
Peng yang mantan pemain ganda nomor satu dunia ganda tak terlihat atau terdengar lagi sejak dia mengatakan dalam media sosial China pada 2 November bahwa mantan wakil perdana menteri Zhang Gaoli telah memaksanya berhubungan seks dan mereka kemudian memiliki hubungan suka sama suka.
Baik Zhang maupun pemerintah China tidak mengomentari tuduhan itu. Postingan media sosial Peng segera dihapus dan topik tersebut diblokir dari diskusi internet China yang sangat disensor.
Kalangan tenis global semakin mengkhawatirkan keselamatan dan keberadaan Peng sejak dia menyamaikan tuduhan itu dan bahwa WTA menyerukan penyelidikan.
Beberapa pemain tenis top dunia seperti Serena Williams dan Naomi Osaka, serta Komite Olimpiade Jerman, sudah mencuitkan #WhereIsPengShuai.
Gedung Putih pada Jumat meminta pemerintah China memberikan "bukti independen dan terverifikasi" tentang keberadaan dan keselamatan Peng.
"Kami sangat prihatin dengan laporan Peng Shuai tampaknya hilang setelah menuduh mantan pejabat senior [Republik Rakyat China] telah melakukan serangan seksual," kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki seperti dikutip Reuters, Sabtu.
Masalah ini muncul ketika China bersiap menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin di Beijing pada Februari tahun depan di tengah seruan boikot dari kelompok hak asasi global dan lainnya akibat catatan hak asasi manusia China.
Komite Olimpiade Internasional menolak mengomentari masalah Peng, dengan mengatakan pihaknya percaya "diplomasi diam-diam" menawarkan kesempatan terbaik untuk hadirnya sebuah solusi.
Liz Throssell, juru bicara hak asasi manusia PBB, meminta bukti keberadaan dan keselamatan petenis itu serta penyelidikan transparan atas tuduhan yang diajukan petenis ini.
Kepala Eksekutif WTA Steve Simon mengatakan kepada CNN dan media AS lainnya bahwa tur ini akan mempertimbangkan menarik turnamen senilai puluhan juta dolar dari China.
Simon mengatakan WTA berada "di persimpangan jalan" dengan China.
"Kami terus meminta bukti independen dan terverifikasi bahwa Peng Shuai aman dan bahwa tuduhan penyerangan seksualnya diselidiki sepenuhnya, adil dan tanpa sensor. Jika tidak, WTA siap melakukan apa yang benar," tandas Simon.
Hu Xijin, editor Global Times, menanggapi komentar Simon itu dengan mengatakan "jangan menggunakan nada paksaan ketika mengungkapkan keprihatinan apa pun kepada China."
"Mungkin Anda melakukannya karena niat baik. Tapi Anda harus memahami China, termasuk memahami bagaimana sistem yang Anda tidak suka sebenarnya telah mempromosikan hak-hak 1,4 miliar orang China," kata Hu, yang surat kabarnya diterbitkan oleh Harian Rakyat China yang merupakan corong Partai Komunis China.
WTA mengatakan tidak mau menanggapi cuitan Hu.