Jakarta (ANTARA) - Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK Zainal Abidin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Senin menyatakan, Nurdin Abdullah terbukti menerima suap senilai 150 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,596 miliar) dan Rp2,5 miliar serta gratifikasi senilai Rp7,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,128 miliar) sehingga total seluruhnya adalah sekitar Rp13,812 miliar.
"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan terdakwa Nurdin Abdullah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Zainal Abidin saat membacakan tuntutan dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan kesatu dan kedua dari pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sidang dilakukan dengan menggunakan fasilitas "teleconference" dengan Nurdin Abdullah mengikuti sidang dari gedung KPK Jakarta sedangkan majelis hakim, JPU KPK dan sebagian penasihat hukum hadir di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.
"Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp3,187 miliar dan 350 ribu dolar Singapura selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap," tambah jaksa Zainal.
Bila Nurdin Abdullah tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 1 tahun," ungkap jaksa.
Selanjutnya JPU KPK meminta pencabutan hak politik Nurdin dalam periode tertentu.
"Menetapkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ungkap jaksa Zainal.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Nurdin Abdullah
"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa selaku penyelenggara negara bertentangan dengan spirit bangsa dan negara Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Perbuatan terdakwa menciderai harapan dan kepercayaan masyarakat apalagi terdakwa pernah meraih Bung Hatta Award yang semestinya dapat menginspirasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi," ungkap jaksa.
Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah Nurdin Abdullah belum pernah dihukum, sopan dalam persidangan dan punya tanggungan keluarga.
Dalam dakwaan pertama, Nurdin Abdullah dinilai terbukti menerima suap dari Agung Sucipto selaku pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba.
Pada awal 2019 di rumah jabatan Gubernur Sulsel, Agung meminta bantuan Nurdin agar perusahaan miliknya mendapat proyek pemerintahan.
Nurdin Abdullah lalu meminta agar Agung Sucipto dapat memberikan uang untuk membantu partai yang mendukung kepala daerah yang akan mengikuti pilkada, lalu Nurdin menerima uang tunai sejumlah 150 ribu dolar Singapura dari Agung Sucipto.
Nurdin pada 2019 lalu mengangkat orang-orang kepercayaannya di Pemprov Sulsel yaitu Plt. Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sari Pudjiastuti dan Edy Rahmat sebagai Kasi Bina Marga Dinas PUTR.
Pada 8 Juni 2020 diumumkan pemenang lelang Pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan TA 2020 dengan nilai anggaran Rp16.367.615.000 dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan nilai kontrak sebesar Rp15.711.736.067,34.
Nurdin meminta Sari Pudjiastuti agar memenangkan beberapa kontraktor dalam pelelangan yang di antaranya adalah Agung Sucipto untuk paket pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang dananya bersumber dari Dana PEN Tahun Anggaran 2020.
Sari pun memenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba milik Agung Sucipto yaiitu paket jalan ruas Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang dananya bersumber dari Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun Anggaran 2020 TA 2020 dengan pagu anggaran Rp19.295.078.867,18 dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan kontrak sebesar Rp19.062.235.132,34.
Setelah diumumkan sebagai pemenang, Sari menerima uang sebesar Rp60 juta dari Agung di Lobby Hotel Myko and Convention Center Mall Panakkukang dan dibagi-bagikan kepada anggota Pokja 7.
Pada Februari 2021, Nurdin memanggil Edy Rahmat dan mengatakan "tolong sampaikan ke Agung, kita ini mau bantu relawan". Edy lalu menyampaikan pesan Nurdin itu dengan kalimat "Ada penyampaian dari Pak Gub, ada keperluan untuk membantu relawan' dan dijawab oleh Agung "Oh iya.. nanti kalau sudah ada saya kabarin".
Pada 21 Februari 2021, Agung lalu menyiapkan uang sejumlah Rp2,5 miliar dengan rincian Rp1,45 miliar dari rekening pribadi Agung dan Rp1,05 miliar dari Harry Syamsuddin.
Agung lalu menyerahkan uang itu kepada Edy Rahmat pada 26 Februari 2021 sekitar pukul 20:25 WITA di pinggir jalan tidak jauh Rumah Makan Nelayan Makassar.
Dalam dakwaan kedua, Nurdin Abdullah dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp7,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan periode 2018-2023.
Sejak 5 September 2018 sampai 26 Februari 2021, Nurdin dinilai terbukti menerima gratifikasi berupa uang yang berasal dari para kontraktor dan direksi Bank Sulselbar maupun rekening Sulsel Peduli Bencana yaitu:
1. Pada pertengahan tahun 2020 menerima uang sejumlah Rp1 miliar dari kontraktor/pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella Robert Wijoyo
2. Pada 18 Desember 2020 menerima uang Rp2 miliar masing-masing Rp1 miliar dari kontraktor/pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat Nuwardi Bin Pakki alias H. Momo dan haji Andi Indar
3. Pada Januari 2021 menerima uang 200 ribu dolar Singapura dari Nuwardi alias H Momo
4. Pada Februari 2021 menerima sejumlah Rp2,2 miliar kontraktor/komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera Fery Tanriady
5. Pada Februari 2021 menerima Rp1 miliar dari kontraktor/pemilik PT Lompulle bernama Haeruddin
6. Pada Desember 2020 - Februari 2021 menerima total Rp1 miliar dari Petrus Yalim, Thiawudy Wikarso dan Direksi PT. Bank Sulselbar di rekening Bank Sulselbar atas nama Pengurus Mesjid Kawasan Kebun Raya Pucak.
7. Pada April 2020 - Februari 2021 untuk kepentingannya menerima uang senilai Rp387,6 juta dari kontraktor/Direktur CV Mimbar Karya Utama Kwan Sakti Rudy Moha.
Dari uang gratifikasi tersebut digunakan untuk membeli tanah di kecamatan Tompobulu kabupaten Maros, Sulawesi Selatan yang di atasnya dibangun masjid serta membeli 2 jetski serta 2 speedboat.
Nurdin akan menyampaikan pleidoi (nota pembelaan) pada Senin, 23 November 2021.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK Zainal Abidin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, Senin menyatakan, Nurdin Abdullah terbukti menerima suap senilai 150 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,596 miliar) dan Rp2,5 miliar serta gratifikasi senilai Rp7,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,128 miliar) sehingga total seluruhnya adalah sekitar Rp13,812 miliar.
"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan terdakwa Nurdin Abdullah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Zainal Abidin saat membacakan tuntutan dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan kesatu dan kedua dari pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sidang dilakukan dengan menggunakan fasilitas "teleconference" dengan Nurdin Abdullah mengikuti sidang dari gedung KPK Jakarta sedangkan majelis hakim, JPU KPK dan sebagian penasihat hukum hadir di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.
"Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp3,187 miliar dan 350 ribu dolar Singapura selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap," tambah jaksa Zainal.
Bila Nurdin Abdullah tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 1 tahun," ungkap jaksa.
Selanjutnya JPU KPK meminta pencabutan hak politik Nurdin dalam periode tertentu.
"Menetapkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ungkap jaksa Zainal.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dalam perbuatan Nurdin Abdullah
"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa selaku penyelenggara negara bertentangan dengan spirit bangsa dan negara Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Perbuatan terdakwa menciderai harapan dan kepercayaan masyarakat apalagi terdakwa pernah meraih Bung Hatta Award yang semestinya dapat menginspirasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi," ungkap jaksa.
Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah Nurdin Abdullah belum pernah dihukum, sopan dalam persidangan dan punya tanggungan keluarga.
Dalam dakwaan pertama, Nurdin Abdullah dinilai terbukti menerima suap dari Agung Sucipto selaku pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba.
Pada awal 2019 di rumah jabatan Gubernur Sulsel, Agung meminta bantuan Nurdin agar perusahaan miliknya mendapat proyek pemerintahan.
Nurdin Abdullah lalu meminta agar Agung Sucipto dapat memberikan uang untuk membantu partai yang mendukung kepala daerah yang akan mengikuti pilkada, lalu Nurdin menerima uang tunai sejumlah 150 ribu dolar Singapura dari Agung Sucipto.
Nurdin pada 2019 lalu mengangkat orang-orang kepercayaannya di Pemprov Sulsel yaitu Plt. Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sari Pudjiastuti dan Edy Rahmat sebagai Kasi Bina Marga Dinas PUTR.
Pada 8 Juni 2020 diumumkan pemenang lelang Pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan TA 2020 dengan nilai anggaran Rp16.367.615.000 dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan nilai kontrak sebesar Rp15.711.736.067,34.
Nurdin meminta Sari Pudjiastuti agar memenangkan beberapa kontraktor dalam pelelangan yang di antaranya adalah Agung Sucipto untuk paket pekerjaan Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang dananya bersumber dari Dana PEN Tahun Anggaran 2020.
Sari pun memenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba milik Agung Sucipto yaiitu paket jalan ruas Jalan Ruas Palampang-Munte-Botolempangan 1 yang dananya bersumber dari Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun Anggaran 2020 TA 2020 dengan pagu anggaran Rp19.295.078.867,18 dimenangkan PT Cahaya Sepang Bulukumba dengan kontrak sebesar Rp19.062.235.132,34.
Setelah diumumkan sebagai pemenang, Sari menerima uang sebesar Rp60 juta dari Agung di Lobby Hotel Myko and Convention Center Mall Panakkukang dan dibagi-bagikan kepada anggota Pokja 7.
Pada Februari 2021, Nurdin memanggil Edy Rahmat dan mengatakan "tolong sampaikan ke Agung, kita ini mau bantu relawan". Edy lalu menyampaikan pesan Nurdin itu dengan kalimat "Ada penyampaian dari Pak Gub, ada keperluan untuk membantu relawan' dan dijawab oleh Agung "Oh iya.. nanti kalau sudah ada saya kabarin".
Pada 21 Februari 2021, Agung lalu menyiapkan uang sejumlah Rp2,5 miliar dengan rincian Rp1,45 miliar dari rekening pribadi Agung dan Rp1,05 miliar dari Harry Syamsuddin.
Agung lalu menyerahkan uang itu kepada Edy Rahmat pada 26 Februari 2021 sekitar pukul 20:25 WITA di pinggir jalan tidak jauh Rumah Makan Nelayan Makassar.
Dalam dakwaan kedua, Nurdin Abdullah dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp7,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan periode 2018-2023.
Sejak 5 September 2018 sampai 26 Februari 2021, Nurdin dinilai terbukti menerima gratifikasi berupa uang yang berasal dari para kontraktor dan direksi Bank Sulselbar maupun rekening Sulsel Peduli Bencana yaitu:
1. Pada pertengahan tahun 2020 menerima uang sejumlah Rp1 miliar dari kontraktor/pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella Robert Wijoyo
2. Pada 18 Desember 2020 menerima uang Rp2 miliar masing-masing Rp1 miliar dari kontraktor/pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat Nuwardi Bin Pakki alias H. Momo dan haji Andi Indar
3. Pada Januari 2021 menerima uang 200 ribu dolar Singapura dari Nuwardi alias H Momo
4. Pada Februari 2021 menerima sejumlah Rp2,2 miliar kontraktor/komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera Fery Tanriady
5. Pada Februari 2021 menerima Rp1 miliar dari kontraktor/pemilik PT Lompulle bernama Haeruddin
6. Pada Desember 2020 - Februari 2021 menerima total Rp1 miliar dari Petrus Yalim, Thiawudy Wikarso dan Direksi PT. Bank Sulselbar di rekening Bank Sulselbar atas nama Pengurus Mesjid Kawasan Kebun Raya Pucak.
7. Pada April 2020 - Februari 2021 untuk kepentingannya menerima uang senilai Rp387,6 juta dari kontraktor/Direktur CV Mimbar Karya Utama Kwan Sakti Rudy Moha.
Dari uang gratifikasi tersebut digunakan untuk membeli tanah di kecamatan Tompobulu kabupaten Maros, Sulawesi Selatan yang di atasnya dibangun masjid serta membeli 2 jetski serta 2 speedboat.
Nurdin akan menyampaikan pleidoi (nota pembelaan) pada Senin, 23 November 2021.