Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho menilai koordinasi yang dilakukan antara Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menghindarkan ego sektoral dalam penanganan perkara.
"Di dalam penanganan penyidikan di Indonesia itu kan ada penyidik Polri, penyidik Kejaksaan, dan penyidik KPK. Kami dalam suatu ilmu pengetahuan, kami mengatakan suatu lembaga penyidikan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Hibnu mengatakan hal itu terkait dengan penyerahan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas alam cair (LNG) di PT Pertamina (Persero) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut dia, pada masa lalu antara penyidik KPK, penyidik Kejaksaan, dan penyidik Polri terdapat potensi suatu ego sektoral, sehingga tumpang tindih dalam penanganan perkara.
Akan tetapi dengan perkembangan sekarang ini, kata dia, dalam konteks penanganan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas alam cair sebagai bentuk integralisasi penyidikan atau bentuk sinergi penyidikan, sehingga bukan suatu hal yang kaku atau salah.
"Justru sekarang ini, bagaimana dalam suatu objek yang sama, ketika ada dua penyidik yang sama menjadi satu dalam rangka mencari bukti-bukti, mengumpulkan bukti, sehingga menjadikan suatu bahan di dalam penuntutan oleh jaksa. Ini suatu yang humanis saya kira. Ini saya kira perlu dikembangkan ke depan," katanya.
Ia mengatakan dengan kondisi saling dilimpahkan muncullah istilah joint investigasi antara penyidik Kejaksaan dan penyidik KPK, sehingga ada diskusi.
"Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas alam cair dilimpahkan oleh Kejagung kepada KPK karena pada awalnya dua lembaga tersebut sama-sama melakukan penyidikan. Untuk menghindari suatu ego sektoral, tumpang tindih, maka lebih baik diserahkan salah satu karena golnya sama, dalam rangka menjalankan suatu sistem peradilan," kata Hibnu.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menyerahkan penyidikan perkara dugaan indikasi fraud dan penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di PT Pertamina (Persero) kepada KPK.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (4/10) malam, menyebutkan, Direktur Penyelidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah melakukan kegiatan penyelidikan terkait kasus tersebut.
Penyelidikan tersebut kata Leonard, dilakukan sejak 22 Maret 2021 atas dugaan indikasi fraud dan penyalahguna kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di PT. Pertamina (Persero).
"Saat ini tim penyelidik telah selesai melakukan penyelidikan untuk selanjutnya dinaikkan ke tahap penyidikan," ucap Leonard.
Namun, lanjut Leonard, berdasarkan hasil koordinasi dengan KPK, diketahui penyidik KPK saat ini juga telah melakukan penyidikan terhadap kasus yang sama.
Karena itu, kata Leonard, untuk menghindari terjadinya tumpang-tindih dalam penanganan perkara, Kejaksaan Agung RI mempersilahkan KPK untuk melakukan penyidikan.
"Di dalam penanganan penyidikan di Indonesia itu kan ada penyidik Polri, penyidik Kejaksaan, dan penyidik KPK. Kami dalam suatu ilmu pengetahuan, kami mengatakan suatu lembaga penyidikan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Hibnu mengatakan hal itu terkait dengan penyerahan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas alam cair (LNG) di PT Pertamina (Persero) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut dia, pada masa lalu antara penyidik KPK, penyidik Kejaksaan, dan penyidik Polri terdapat potensi suatu ego sektoral, sehingga tumpang tindih dalam penanganan perkara.
Akan tetapi dengan perkembangan sekarang ini, kata dia, dalam konteks penanganan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas alam cair sebagai bentuk integralisasi penyidikan atau bentuk sinergi penyidikan, sehingga bukan suatu hal yang kaku atau salah.
"Justru sekarang ini, bagaimana dalam suatu objek yang sama, ketika ada dua penyidik yang sama menjadi satu dalam rangka mencari bukti-bukti, mengumpulkan bukti, sehingga menjadikan suatu bahan di dalam penuntutan oleh jaksa. Ini suatu yang humanis saya kira. Ini saya kira perlu dikembangkan ke depan," katanya.
Ia mengatakan dengan kondisi saling dilimpahkan muncullah istilah joint investigasi antara penyidik Kejaksaan dan penyidik KPK, sehingga ada diskusi.
"Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas alam cair dilimpahkan oleh Kejagung kepada KPK karena pada awalnya dua lembaga tersebut sama-sama melakukan penyidikan. Untuk menghindari suatu ego sektoral, tumpang tindih, maka lebih baik diserahkan salah satu karena golnya sama, dalam rangka menjalankan suatu sistem peradilan," kata Hibnu.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menyerahkan penyidikan perkara dugaan indikasi fraud dan penyalahgunaan kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di PT Pertamina (Persero) kepada KPK.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (4/10) malam, menyebutkan, Direktur Penyelidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah melakukan kegiatan penyelidikan terkait kasus tersebut.
Penyelidikan tersebut kata Leonard, dilakukan sejak 22 Maret 2021 atas dugaan indikasi fraud dan penyalahguna kewenangan dalam kebijakan pengelolaan LNG Portofolio di PT. Pertamina (Persero).
"Saat ini tim penyelidik telah selesai melakukan penyelidikan untuk selanjutnya dinaikkan ke tahap penyidikan," ucap Leonard.
Namun, lanjut Leonard, berdasarkan hasil koordinasi dengan KPK, diketahui penyidik KPK saat ini juga telah melakukan penyidikan terhadap kasus yang sama.
Karena itu, kata Leonard, untuk menghindari terjadinya tumpang-tindih dalam penanganan perkara, Kejaksaan Agung RI mempersilahkan KPK untuk melakukan penyidikan.