Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho mengingatkan seluruh legislator agar dalam menggunakan dana aspirasi harus sesuai dengan rencana anggaran belanja (RAB) agar terhindar dari korupsi.
"Dalam konteks korupsi, semua dana itu ada RAB-nya, rincian anggaran ini harus jelas. Dana aspirasi ini objeknya jelas atau tidak? Ini jangan sampai abstrak," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Hibnu mengatakan hal itu terkait dengan masih maraknya kasus korupsi dana aspirasi seperti yang tengah ditangani Kejaksaan Negeri Purwokerto, yakni dugaan penyimpangan dana aspirasi anggota DPRD Kabupaten Banyumas Tahun 2018-2019.
Baca juga: Hibnu Nugroho: Pembatalan surat dakwaan kasus Asabri bukan suatu petaka
Oleh karena itu, kata dia, Sekretaris Dewan harus melihat suatu proyeksi dari RAB dana aspirasi tersebut.
"Jangan sampai RAB itu obscuur, kabur, sehingga sulit untuk menerjemahkannya," kata pegiat antikorupsi itu.
Sesuai dengan namanya, kata dia, penggunaan dana aspirasi harus betul-betul untuk memenuhi aspirasi masyarakat, bukan untuk kepentingan yang lain.
Dalam hal ini, lanjut dia, korupsi merupakan upaya menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara mengurangi keuangan negara.
"Ini jangan sampai terjadi. Ini harus di-crosscheck, apakah dana aspirasi itu betul untuk aspirasi atau tidak," katanya menegaskan.
Hibnu mengakui selama ini yang selalu menjadi perhatian penegak hukum terhadap penggunaan anggaran, termasuk di dalamnya dana aspirasi, antara lain kesesuaian spesifikasi pekerjaan, kesesuaian peruntukan, dan kesesuaian besarannya.
Dengan demikian, kata dia, semua pekerjaan atau kegiatan tidak boleh keluar sedikit pun dari spesifikasi yang ada dalam RAB.
"Kalau semua itu sudah sesuai dengan RAB, maka akan aman. Tetapi kalau tidak sesuai, potensi kelirunya tinggi sekali karena tidak berpedoman pada RAB. Oleh karena itu, pengguna anggaran harus berhati-hati," katanya.
Seperti diwartakan, Tim Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kejari Purwokerto telah menaikkan pengusutan kasus dugaan penyimpangan dana bantuan atau dana aspirasi anggota DPRD Kabupaten Banyumas yang bersumber dari APBD Tahun 2018-2019 ke tahap penyidikan.
Kepala Kejari Purwokerto Sunarwan mengatakan hal itu dilakukan karena Tim Penyidik Tipikor telah melakukan penyelidikan dengan memeriksa sejumlah anggota DPRD Kabupaten Banyumas, aparatur sipil negara (ASN), penyedia jasa atau kontraktor serta melakukan ekspose atau gelar perkara internal.
Dalam hal ini, Tim Penyidik Tipikor Kejari Purwokerto mulai mengusut perkara dugaan penyimpangan dana aspirasi tersebut sejak tahun 2020.
Kasus dugaan penyimpangan dana aspirasi anggota DPRD Kabupaten Banyumas itu diperkirakan mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp525 juta yang berasal dari pembiayaan proyek infrastruktur yang diduga ada pengurangan volume pekerjaan, penyimpangan spesifikasi pekerjaan, dan permintaan fee.
Baca juga: Prof. Hibnu: Penerapan Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 jadi pilihan terakhir
Baca juga: Pakar Unsoed: Masyarakat harus sabar tunggu penyidikan KPK di Banjarnegara
"Dalam konteks korupsi, semua dana itu ada RAB-nya, rincian anggaran ini harus jelas. Dana aspirasi ini objeknya jelas atau tidak? Ini jangan sampai abstrak," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Hibnu mengatakan hal itu terkait dengan masih maraknya kasus korupsi dana aspirasi seperti yang tengah ditangani Kejaksaan Negeri Purwokerto, yakni dugaan penyimpangan dana aspirasi anggota DPRD Kabupaten Banyumas Tahun 2018-2019.
Baca juga: Hibnu Nugroho: Pembatalan surat dakwaan kasus Asabri bukan suatu petaka
Oleh karena itu, kata dia, Sekretaris Dewan harus melihat suatu proyeksi dari RAB dana aspirasi tersebut.
"Jangan sampai RAB itu obscuur, kabur, sehingga sulit untuk menerjemahkannya," kata pegiat antikorupsi itu.
Sesuai dengan namanya, kata dia, penggunaan dana aspirasi harus betul-betul untuk memenuhi aspirasi masyarakat, bukan untuk kepentingan yang lain.
Dalam hal ini, lanjut dia, korupsi merupakan upaya menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara mengurangi keuangan negara.
"Ini jangan sampai terjadi. Ini harus di-crosscheck, apakah dana aspirasi itu betul untuk aspirasi atau tidak," katanya menegaskan.
Hibnu mengakui selama ini yang selalu menjadi perhatian penegak hukum terhadap penggunaan anggaran, termasuk di dalamnya dana aspirasi, antara lain kesesuaian spesifikasi pekerjaan, kesesuaian peruntukan, dan kesesuaian besarannya.
Dengan demikian, kata dia, semua pekerjaan atau kegiatan tidak boleh keluar sedikit pun dari spesifikasi yang ada dalam RAB.
"Kalau semua itu sudah sesuai dengan RAB, maka akan aman. Tetapi kalau tidak sesuai, potensi kelirunya tinggi sekali karena tidak berpedoman pada RAB. Oleh karena itu, pengguna anggaran harus berhati-hati," katanya.
Seperti diwartakan, Tim Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kejari Purwokerto telah menaikkan pengusutan kasus dugaan penyimpangan dana bantuan atau dana aspirasi anggota DPRD Kabupaten Banyumas yang bersumber dari APBD Tahun 2018-2019 ke tahap penyidikan.
Kepala Kejari Purwokerto Sunarwan mengatakan hal itu dilakukan karena Tim Penyidik Tipikor telah melakukan penyelidikan dengan memeriksa sejumlah anggota DPRD Kabupaten Banyumas, aparatur sipil negara (ASN), penyedia jasa atau kontraktor serta melakukan ekspose atau gelar perkara internal.
Dalam hal ini, Tim Penyidik Tipikor Kejari Purwokerto mulai mengusut perkara dugaan penyimpangan dana aspirasi tersebut sejak tahun 2020.
Kasus dugaan penyimpangan dana aspirasi anggota DPRD Kabupaten Banyumas itu diperkirakan mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp525 juta yang berasal dari pembiayaan proyek infrastruktur yang diduga ada pengurangan volume pekerjaan, penyimpangan spesifikasi pekerjaan, dan permintaan fee.
Baca juga: Prof. Hibnu: Penerapan Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 jadi pilihan terakhir
Baca juga: Pakar Unsoed: Masyarakat harus sabar tunggu penyidikan KPK di Banjarnegara