Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Profesor Hibnu Nugroho menyarankan penerapan Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 menjadi pilihan terakhir dalam memberikan sanksi terhadap pelanggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat.
"Ini 'kan situasi kondisi darurat. Jadi, kalau kita melihat suatu pasal itu (Pasal 14 Ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1984, red.), menurut saya suatu ultimum remedium atau usaha terakhir," kata Prof. Hibnu Nugroho di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Menurut dia, Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular merupakan ultimum remedium atau usaha terakhir karena tarik ulur terkait dengan pelanggaran yang dilakukan masyarakat.
"Masyarakat melakukan seperti ini (pelanggaran, red.) 'kan karena ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya. Yang penting sekarang adalah pencegahan dilakukan. Pencegahan preventif, usaha terakhir baru represif," katanya.
Ditegaskan pula bahwa hal itu harus dipahami oleh Satgas Penanganan COVID-19 sehingga jangan sampai langsung pada represif karena kurang mendidik.
Menurut dia, pandemi COVID-19 yang masih terjadi hingga saat sekarang merupakan situasi global dan berpengaruh pada semua lini kehidupan.
"Dengan demikian, ini harus bisa dilakukan dengan peningkatan budaya. Budaya itu harus dilakukan dengan suatu tindakan yang preventif," katanya.
Hibnu mengakui mengubah budaya tidaklah mudah sehingga harus dengan tindakan preventif secara masif, sedangkan penerapan undang-undang sebagai usaha terakhir.
Oleh karena itu, kata dia, Satgas Penanganan COVID-19 harus punya acuan terkait dengan tingkat pelanggaran PPKM darurat seperti apa yang akan diberi sanksi berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular.
Dalam Rapat Koordinasi Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Banyumas yang digelar di Pendopo Sipanji, Purwokerto, Selasa (6/7), Kajari Purwokerto Sunarwan mengusulkan agar dilakukan penerapan sanksi berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular terhadap pelanggar PPKM darurat.
Saat ditemui usai rapat, Kajari Purwokerto Sunarwan mengatakan bahwa sanksi berdasarkan pasal tersebut belum diterapkan di Banyumas karena saat ini masih bersifat peringatan-peringatan lebih dahulu.
"Lihat 1 minggu ke depan, kalau masih melanggar, ya, bagaimana lagi, 'kan ada aturan hukumnya. Kalau enggak begitu (menerapkan sanksi tegas, red.), ya, masyarakat yang dirugikan juga banyak, nanti angka COVID-19 enggak turun-turun," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.
Sementara itu, Bupati Banyumas Achmad Husein mengatakan bahwa pihaknya masih mempertimbangkan kemungkinan menerapkan sanksi sesuai dengan pasal tersebut terhadap pelanggaran pada masa PPKM darurat.
"Itu menurut saya usulan yang bagus, profesional sesuai dengan aturan. Akan tetapi, kami tidak dapat langsung begitu saja menerapkannya. Edukasi terlebih dahulu, ada sosialisasi dan edukasi, kesadaran dari dalam. Jadi, penerapan pasal itu adalah jalan terakhir setelah kami tidak kuat dengan melakukan edukasi dan sosialisasi," katanya.
Oleh karena itu, Pemkab Banyumas tetap mengedepankan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan pelaksanaan PPKM darurat.
"Ini 'kan situasi kondisi darurat. Jadi, kalau kita melihat suatu pasal itu (Pasal 14 Ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1984, red.), menurut saya suatu ultimum remedium atau usaha terakhir," kata Prof. Hibnu Nugroho di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Menurut dia, Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular merupakan ultimum remedium atau usaha terakhir karena tarik ulur terkait dengan pelanggaran yang dilakukan masyarakat.
"Masyarakat melakukan seperti ini (pelanggaran, red.) 'kan karena ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya. Yang penting sekarang adalah pencegahan dilakukan. Pencegahan preventif, usaha terakhir baru represif," katanya.
Ditegaskan pula bahwa hal itu harus dipahami oleh Satgas Penanganan COVID-19 sehingga jangan sampai langsung pada represif karena kurang mendidik.
Menurut dia, pandemi COVID-19 yang masih terjadi hingga saat sekarang merupakan situasi global dan berpengaruh pada semua lini kehidupan.
"Dengan demikian, ini harus bisa dilakukan dengan peningkatan budaya. Budaya itu harus dilakukan dengan suatu tindakan yang preventif," katanya.
Hibnu mengakui mengubah budaya tidaklah mudah sehingga harus dengan tindakan preventif secara masif, sedangkan penerapan undang-undang sebagai usaha terakhir.
Oleh karena itu, kata dia, Satgas Penanganan COVID-19 harus punya acuan terkait dengan tingkat pelanggaran PPKM darurat seperti apa yang akan diberi sanksi berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular.
Dalam Rapat Koordinasi Satgas Penanganan COVID-19 Kabupaten Banyumas yang digelar di Pendopo Sipanji, Purwokerto, Selasa (6/7), Kajari Purwokerto Sunarwan mengusulkan agar dilakukan penerapan sanksi berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) UU Wabah Penyakit Menular terhadap pelanggar PPKM darurat.
Saat ditemui usai rapat, Kajari Purwokerto Sunarwan mengatakan bahwa sanksi berdasarkan pasal tersebut belum diterapkan di Banyumas karena saat ini masih bersifat peringatan-peringatan lebih dahulu.
"Lihat 1 minggu ke depan, kalau masih melanggar, ya, bagaimana lagi, 'kan ada aturan hukumnya. Kalau enggak begitu (menerapkan sanksi tegas, red.), ya, masyarakat yang dirugikan juga banyak, nanti angka COVID-19 enggak turun-turun," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, Pasal 14 Ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 1984 menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.
Sementara itu, Bupati Banyumas Achmad Husein mengatakan bahwa pihaknya masih mempertimbangkan kemungkinan menerapkan sanksi sesuai dengan pasal tersebut terhadap pelanggaran pada masa PPKM darurat.
"Itu menurut saya usulan yang bagus, profesional sesuai dengan aturan. Akan tetapi, kami tidak dapat langsung begitu saja menerapkannya. Edukasi terlebih dahulu, ada sosialisasi dan edukasi, kesadaran dari dalam. Jadi, penerapan pasal itu adalah jalan terakhir setelah kami tidak kuat dengan melakukan edukasi dan sosialisasi," katanya.
Oleh karena itu, Pemkab Banyumas tetap mengedepankan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan pelaksanaan PPKM darurat.