Sukoharjo (ANTARA) - Indonesian Lightwood Association (Ilwa) yang beranggota ratusan perusahaan kayu pabrikan di Indonesia dengan ketua umum yang baru, ke depan bakal mentransformasi asosiasinya yang modern dengan digital organisasi.

"Kami mulai menyusun anak muda generasi kedua perusahaan dengan bisnis perkayuan dari orang tuanya beralih ke putra putrinya, hal ini, yang akan menjadi darah segar kami sebagai pengurus Ilwa baru," kata Ketua Umum Ilwa, Setyo Wisnu Broto, usai acara Munaslub Ilwa yang terpilih secara aklamasi periode 2020-2025 di Hotel Best Western Solo Baru Sukoharjo, Sabtu.

Ia akan membawa asosiasi Ilwa menjadi lokomotif untuk menggerakkan industri, khususnya di kayu ringan. Program jangka pendek penguatan struktur organisasi. Kepengurusan ini, akan muncul milenial, di mana mereka melek teknologi dan berimprovisasi serta mempunyai jaringan di seluruh dunia.

Artinya, katanya, kelompok milenial tersebut ternyata di dunia saling terkait. Kaum milenial akan ikut bergabung dengan pemasaran tidak lagi secara konvensional, tetapi membuat web dan "market place" bersama dengan patner di luar negeri yang akhirnya bisa melakukan penjualan langsung.

Wisnu menjelaskan sejarah Ilwa berawal dari "Indonesian Barecore Association" (Ibca) dideklarasikan di Solo pada 5 Mei 2015 dengan beranggotakan 123 pabrikan yang terdaftar sebagai Rumah Barecore Indonesia dengan "Spirit Go Green", "Go Innovation", "Go International". Ibca bertransformasi menjadi Ilwa.

Ia mengatakan Ilwa telah bekerja sama dan berperan aktif dalam pengembangan dan promosikan produk berbasis kayu ringan dengan Kementerian Perdagangan, "Import Promotion Desk" (IPD), Jerman, dan "Swiss Import Promotion Organization" (Sippo) serta dengan Perguruan Tinggi Instiper Yogyakarta dalam hal program peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang kayu ringan.

Dalam waktu dekat Ilwa juga akan bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta untuk pengembangan, baik teknologi penanaman maupun teknologi pengolahan kayu, guna meningkatkan daya saing anggota di pasar global.

Wisnu mengatakan pasar kayu dunia akan tumbuh terus seiring dengan kenaikan jumlah populasi manusia dan kayu ringan, seperti sengon atau albasia dan jabon sebagai bahan baku "building" material dan mebeler yang diminati pasar internasional, yang kebutuhannya ke depan akan semakin meningkat.

"Sebagai info pada 2019 kebutuhan kayu dunia mencapai 2,1 triliun dolar Amerika Serikat atau setara Rp29,4 ribu triliun per tahun atau lebih dari 10 kali nilai APBN Indonesia saat ini," katanya.

Melihat peluang pasar yang luar biasa tersebut, Ilwa bersama semua pemangku kepentingan akan mendorong penguasaan rantai pasok global dengan melakukan penanaman besar-besaran yang terdata secara digital dan akurat.

Bahkan, kata dia, dalam waktu dekat "fairventures" merupakan organisasi nirlaba dengan basis kepentingan sipil dan lingkungan dari Jerman, sudah menanam satu juta pohon sengon di Pulau Kalimantan itu, bersama Ilwa segera menandatangani perjanjian kerja sama penanaman di Pulau Jawa.

Menurut dia, karena di era revolusi digital saat ini, siapa yang menguasai rantai pasok bahan baku, mereka yang akan menjadi pemenang dalam persaingan global.

"Mengikuti arah perubahan revolusi digital, di mana yang tidak berubah akan terkena 'disruption' sehingga terpental dari persaingan global yang sangat keras," katanya.

Oleh karena itu, Ilwa bersama tim milenial dalam kepengurusan baru akan mentransformasi organisasi, menjadi organisasi digital, di mana semua basis data akan didigitalisasi, baik dari penanaman atau hulu sampai pasar, semua data dan sistem komunikasi memakai digital sistem, agar cepat, akurat dan mempunyai daya saing yang kuat.


 

Pewarta : Bambang Dwi Marwoto
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024