Semarang (ANTARA) - DPRD Jateng minta Program Jogo Tonggo yang sudah ada saat ini terus dimaksimalkan termasuk untuk cegah potensi ancaman terorisme juga gerakan radikalisme di tengah masyarakat.

Hal itu disampaikan Irna Setyowati, Sekretaris Komisi A (Bagian Pemerintahan) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jateng saat menjadi narasumber pada acara Talkshow Ramadhan Taubat Teroris di Halaman Taman Budaya Raden Saleh, Kota Semarang, Selasa (4/5).

Irna mengakui gerakan radikalisme hingga terorisme telah menjadi momok yang membahayakan keutuhan bangsa, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk menghadapinya salah satunya dapat melalui Satgas Jogo Tonggo karena keberadaannya hingga lingkup kecil di masyarakat.

Baca juga: Satuan Tugas Jogo Tonggo di Kudus diinstruksikan pantau pemudik

"Satgas Jogo Tonggo yang ada di lingkup kecil di masyarakat yakni RW, bisa memberikan pemahaman terkait radikalisme dan mengawasi warganya. Awalnya Jogo Tonggo dibentuk untuk mendorong sikap kepedulian masyarakat di tengah pandemi. Jadi selain memantau keamanan di wilayahnya masing-masing. Mereka diharapkan mampu mendeteksi adanya aktivitas yang mencurigakan," kata Irna.

DPRD Jateng, lanjut Irna sebenarnya telah menggandeng semua stakeholder terkait termasuk organisasi masyarakat yang melibatkan anak-anak muda di Jateng dan mereka diberikan wawasan kebangsaan dan empat pilar kebangsaan, sehingga menjadi pondasi bagi generasi muda untuk mencintai negaranya.

Menurut Irna dengan dasar rasa cinta tanah air, sedia untuk membela tanah air dan NKRI, maka anak-anak muda semakin semangat mengisi kemerdekaan bangsa dengan melakukan hal-hal positif dan hal tersebut sangat diperlukan karena gerakan radikalisme di masa modern atau globalisasi saat ini bisa menyusup ke akal dan pikiran warga melalui jalan digital.

"Era globalisasi ini, semua bisa mudah mengakses apapun dan mungkin banyak sekali paham lain yang menyusup lewat media sosial dan di dunia maya. Karena itu sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada pemuda yang merupakan generasi penerus bangsa. Jaga diri kita dan lingkungan kita termasuk anak-anak di sekitar kita. Program Jogo Tonggo efektif untuk itu," kata Irna.

Untuk memberikan edukasi kepada organisasi kepemudaan tersebut, lanjut Irna, DPRD Jateng juga telah bekerja sama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jateng yang secara rutin mengadakan kegiatan edukasi, sosialisasi, dan memberikan materi wawasan kebangsaan.

Selain Irna, dalam acara tersebut hadir sebagai nara sumber DirBinmas Polda Jateng Kombes Pol Lafri Prasetyono, Ketua Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Jateng Prof Syamsul Maarif, dan eks nara pidana teroris Badawi Rahman.

Ketua FKPT Prof Syamsul Maarif menegaskan ada pergeseran metode dalam menyebarkan ideologi yang menyesatkan, sehingga seseorang yang terpapar melakukan kegiatan radikal hingga terorisme dan pergeseran metode tersebut yakni dari konvensional menjadi modern menggunakan teknologi digital.

"Ada pergeseran gerakan mereka. Dulu face to face tatap muka, namun dengan adanya digital disruption, mereka bebas menunggangi kepentingan itu. Untouchable. Masuk dalam ruang hampa atau maya. Mereka itu smart, mentransmisikan ideologi lewat digital, jaringan internet," kata Prof Syamsul Maarif.

Syamsul Maarif menjelaskan tipikal gerakan kelompok radikalisme biasanya menghalalkan segala cara, bersifat eksklusifitas, intoleran, mengkafirkan orang lain, mengumbar kebencian, menyebarkan hoax kepada pemerintah yang sah, dan mengobrak abrik tatanan konstitusi, serta suka untuk membenci dan suka kekerasan.

Direktur Binmas Polda Jateng Kombes Pol Lafri Prasetyono mengatakan tindak terorisme merupakan kejahatan kemanusiaan yang termasuk dalam kategori luar biasa atau extraordinary, sehingga penanganannya menitikberatkan agar kejahatan atau paham terorisme tidak muncul.

Sebelum pandemi COVID-19, lanjut dia, rata-rata tindak terorisme disebabkan karena faktor ekonomi dan tingkat pendidikan atau pengetahuan yang kurang, kemudian awalnya intoleransi lalu meningkat menjadi radikalisme dan muncul aksi terorisme.

"Kalau merinci lebih dekat, berupaya memahami keseharian pelaku, mereka cenderung eksklusifitas, bergaul terbatas, interaksi dengan teman berkurang. Ini patut diketahui masyarakat, jika ada seseorang yang memiliki tanda ini, patut dicurigai bersangkutan ada indikasi mengarah ke sana," kata Lafri.

Terkait mengurangi konten yang melenceng dari ideologi bangsa, ia menambahkan, polisi sudah membentuk Police Virtual yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk mereduksi konten di internet yang cenderung provokatif dan mendoktrin seseorang.

"Orang tua dan guru mempunyai peran yang sama, selalu mengawasi gerak gerik anaknya atau keluarganya," katanya.

Badawi Rahman, eks napi teroris dalam kesempatan tersebut menceritakan dirinya berperan merakit senjata sebelum akhirnya ditangkap di Klaten pada tahun 2014, dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan kini ia sadar dengan tidak akan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya karena merupakan tindakan yang tidak benar.

Baca juga: Satgas Jogo Tonggo dioptimalkan awasi pemudik
Baca juga: Bupati Purbalingga minta Jogo Tonggo diperkuat selama Ramadhan
Baca juga: Batang optimalkan aplikasi "New Jogo Tonggo" desa


 

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024