Purwokerto (ANTARA) - Kepala Desa Sibrama, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Wagiyah (54) secara resmi melaporkan kasus dugaan pemerasan yang dialaminya ke Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas dengan didampingi tim penasihat hukum dari Pusat Bantuan Hukum Peradi Cabang Purwokerto.
"Hari ini, kami datang ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Banyumas untuk membuat laporan polisi secara resmi," kata Ketua DPC Peradi Purwokerto Happy Sunaryanto didampingi Ketua PBH Peradi Purwokerto Timoteus Prayitnoutomo dan Sekretaris PBH Dwi Prasetyo SA di Purwokerto, Banyumas, Rabu sore.
Menurut dia, laporan resmi sebagai tindak lanjut dari aduan Tuti Irawati selaku Ketua Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Banyumas pada hari Senin (26/4) tersebut telah diterima Polresta Banyumas dengan nomor STTLP/43/IV/2021/Jateng/Resta/Bms tertanggal 28 April 2021.
Dalam hal ini, pelapor atas nama Wagiyah melaporkan kasus dugaan pemerasan, pengancaman, memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan atau membiarkan sesuatu.
"Laporan ini memang junctonya banyak karena dari peristiwa itu dikonfrontasi apakah itu pemerasan, apakah itu pengancaman, atau tindak pidana yang lain," katanya menjelaskan.
Happy mengatakan terlapor yang dilaporkan oleh Kades Sibrama itu berinisial SS yang merupakan oknum ketua salah satu lembaga swadaya masyarakat antikorupsi.
Baca juga: Oknum ASN ditahan, peras warga terkait surat warisan
Sementara itu, Ketua PBH Peradi Purwokerto Timoteus Prayitnoutomo mengatakan kasus tersebut berawal dari peristiwa yang dialami lima kepala desa di Kecamatan Kemranjen yang telah menyerahkan uang dengan jumlah total Rp375 juta kepada terlapor.
Dalam hal ini, terlapor meminta salinan APBDes dari para kepala desa dengan alasan untuk diaudit, namun permintaan tersebut ditolak.
"Terlapor mengatakan jika tidak mau dibina ya dibinasakan. Oleh karena merasa takut, lima kepala desa itu terpaksa menyerahkan uang secara tunai maupun transfer kepada terlapor, total Rp375 juta, diserahkan melalui perantara yang bertindak atas nama terlapor," katanya menjelaskan.
Selain Kades Sibrama Wagiyah, kata dia, empat kepala desa yang menyerahkan uang kepada terlapor terdiri atas Kades Petarangan, Kades Grujugan, Kades Sibalung, dan Kades Karanggintung, Kecamatan Kemranjen.
"Yang menyerahkan uang itu kan sebenarnya keberatan. Kebetulan klien kami, Bu Kades Sibrama merasa tidak melakukan tindakan tercela, terbukti laporan ibu ini lolos dari audit Inspektorat, sudah lolos kok kenapa harus ditanya untuk dicari selisihnya," katanya menjelaskan.
Baca juga: DPR desak Polda Metro Jaya transparan terkait dugaan pemerasan oleh oknum Polisi
Timoteus mengatakan jika pelapor pada awalnya ketakutan karena adanya pernyataan "kalau tidak mau dibina ya dibinasakan", sehingga menyerahkan uang secara tunai sebesar Rp65 juta yang diserahkan dua kali, masing-masing Rp20 juta dan Rp45 juta.
Menurut dia, PBH Peradi Purwokerto juga membuka posko pengaduan untuk para kades lainnya yang pernah menjadi korban pemerasan.
Sementara itu, Kades Sibrama Wagiyah mengaku terpaksa menyerahkan uang kepada terlapor melalui seorang perantara berinisial A karena merasa takut.
"Saya takut karena ada ancaman 'kalau kepala desa tidak mau dibina, ya dibinasakan, kalau enggak boleh dipinjam (APBDes, red.) sebentar, empat jam, enggak masalah, besok ada yang mengambil dari Kejaksaan'. Kan saya takut," katanya.
Menurut dia, peristiwa tersebut terjadi sekitar bulan Januari 2021. Bahkan, dia juga sempat berdebat dengan terlapor terkait siapa saja yang berhak memeriksa APBDes.
Baca juga: Achsanul: Laporan BPK kerap untuk memeras kepala daerah
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Banyumas Komisaris Polisi Berry memastikan penanganan kasus dugaan pemerasan tersebut dilanjutkan dan saat sekarang sudah ditingkatkan ke penyidikan.
"Sekarang sudah naik ke penyidikan. Kami serius untuk menangani perkara tersebut," katanya.
Ia mengatakan pihaknya hingga saat ini telah memeriksa 17 orang saksi termasuk kades dan penghubung.
Seperti diwartakan, Satreskrim Polresta Banyumas menangani kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum anggota salah satu lembaga swadaya masyarakat antikorupsi terhadap sejumlah kepala desa di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Saat dikonfirmasi wartawan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin (26/4), Kepala Satreskrim Polresta Banyumas Komipol Berry mengakui jika pihaknya telah menerima aduan dari paguyuban kepala desa se-Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, dan saat sekarang sedang dilakukan pemeriksaan.
"Penyidik menindaklanjuti dengan pemeriksaan terkait adanya aduan dugaan pemerasan," katanya.
"Hari ini, kami datang ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Banyumas untuk membuat laporan polisi secara resmi," kata Ketua DPC Peradi Purwokerto Happy Sunaryanto didampingi Ketua PBH Peradi Purwokerto Timoteus Prayitnoutomo dan Sekretaris PBH Dwi Prasetyo SA di Purwokerto, Banyumas, Rabu sore.
Menurut dia, laporan resmi sebagai tindak lanjut dari aduan Tuti Irawati selaku Ketua Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Banyumas pada hari Senin (26/4) tersebut telah diterima Polresta Banyumas dengan nomor STTLP/43/IV/2021/Jateng/Resta/Bms tertanggal 28 April 2021.
Dalam hal ini, pelapor atas nama Wagiyah melaporkan kasus dugaan pemerasan, pengancaman, memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan atau membiarkan sesuatu.
"Laporan ini memang junctonya banyak karena dari peristiwa itu dikonfrontasi apakah itu pemerasan, apakah itu pengancaman, atau tindak pidana yang lain," katanya menjelaskan.
Happy mengatakan terlapor yang dilaporkan oleh Kades Sibrama itu berinisial SS yang merupakan oknum ketua salah satu lembaga swadaya masyarakat antikorupsi.
Baca juga: Oknum ASN ditahan, peras warga terkait surat warisan
Sementara itu, Ketua PBH Peradi Purwokerto Timoteus Prayitnoutomo mengatakan kasus tersebut berawal dari peristiwa yang dialami lima kepala desa di Kecamatan Kemranjen yang telah menyerahkan uang dengan jumlah total Rp375 juta kepada terlapor.
Dalam hal ini, terlapor meminta salinan APBDes dari para kepala desa dengan alasan untuk diaudit, namun permintaan tersebut ditolak.
"Terlapor mengatakan jika tidak mau dibina ya dibinasakan. Oleh karena merasa takut, lima kepala desa itu terpaksa menyerahkan uang secara tunai maupun transfer kepada terlapor, total Rp375 juta, diserahkan melalui perantara yang bertindak atas nama terlapor," katanya menjelaskan.
Selain Kades Sibrama Wagiyah, kata dia, empat kepala desa yang menyerahkan uang kepada terlapor terdiri atas Kades Petarangan, Kades Grujugan, Kades Sibalung, dan Kades Karanggintung, Kecamatan Kemranjen.
"Yang menyerahkan uang itu kan sebenarnya keberatan. Kebetulan klien kami, Bu Kades Sibrama merasa tidak melakukan tindakan tercela, terbukti laporan ibu ini lolos dari audit Inspektorat, sudah lolos kok kenapa harus ditanya untuk dicari selisihnya," katanya menjelaskan.
Baca juga: DPR desak Polda Metro Jaya transparan terkait dugaan pemerasan oleh oknum Polisi
Timoteus mengatakan jika pelapor pada awalnya ketakutan karena adanya pernyataan "kalau tidak mau dibina ya dibinasakan", sehingga menyerahkan uang secara tunai sebesar Rp65 juta yang diserahkan dua kali, masing-masing Rp20 juta dan Rp45 juta.
Menurut dia, PBH Peradi Purwokerto juga membuka posko pengaduan untuk para kades lainnya yang pernah menjadi korban pemerasan.
Sementara itu, Kades Sibrama Wagiyah mengaku terpaksa menyerahkan uang kepada terlapor melalui seorang perantara berinisial A karena merasa takut.
"Saya takut karena ada ancaman 'kalau kepala desa tidak mau dibina, ya dibinasakan, kalau enggak boleh dipinjam (APBDes, red.) sebentar, empat jam, enggak masalah, besok ada yang mengambil dari Kejaksaan'. Kan saya takut," katanya.
Menurut dia, peristiwa tersebut terjadi sekitar bulan Januari 2021. Bahkan, dia juga sempat berdebat dengan terlapor terkait siapa saja yang berhak memeriksa APBDes.
Baca juga: Achsanul: Laporan BPK kerap untuk memeras kepala daerah
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Banyumas Komisaris Polisi Berry memastikan penanganan kasus dugaan pemerasan tersebut dilanjutkan dan saat sekarang sudah ditingkatkan ke penyidikan.
"Sekarang sudah naik ke penyidikan. Kami serius untuk menangani perkara tersebut," katanya.
Ia mengatakan pihaknya hingga saat ini telah memeriksa 17 orang saksi termasuk kades dan penghubung.
Seperti diwartakan, Satreskrim Polresta Banyumas menangani kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum anggota salah satu lembaga swadaya masyarakat antikorupsi terhadap sejumlah kepala desa di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Saat dikonfirmasi wartawan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin (26/4), Kepala Satreskrim Polresta Banyumas Komipol Berry mengakui jika pihaknya telah menerima aduan dari paguyuban kepala desa se-Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas, dan saat sekarang sedang dilakukan pemeriksaan.
"Penyidik menindaklanjuti dengan pemeriksaan terkait adanya aduan dugaan pemerasan," katanya.