Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menginginkan masyarakat memahami dan tidak keberatan dengan larangan mudik untuk menghindari penularan COVID-19 di tengah keluarga dan kerabat sehingga tidak ada penyesalan.
"Kita tidak ingin pertemuan silaturahmi berakhir dengan hal yang sangat tragis. Kehilangan orang-orang yang kita sayangi. Kehilangan orang-orang yang kita cintai. Jangan sampai terjadi,” kata Doni yang juga Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Sabtu.
Doni terus mengingatkan masyarakat agar tidak melaksanakan mudik pada Hari Raya Idul Fitri di tahun 2021 karena pandemi COVID-19 belum berakhir dan potensi penularan dari mobilitas manusia pada hari raya dan libur nasional sangat tinggi.
"Tidak mudik. Dilarang mudik," ujar Doni.
Melalui pelarangan mudik tersebut, pemerintah tidak ingin adanya pertemuan silaturahmi yang dilakukan oleh masyarakat kemudian menimbulkan penularan COVID-19 dan berakhir pada angka kematian yang tinggi.
Pelarangan mudik sebagaimana yang tertuang pada Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 H telah dikeluarkan pada 7 April 2021.
Aturan tersebut dikeluarkan semata-mata untuk mencegah terjadinya penularan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
“Jangan ada yang keberatan. Menyesal nanti," tutur Doni.
Doni meminta seluruh unsur pemerintah daerah termasuk tokoh adat dan tokoh agama agar terus berupaya memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakatnya, sehingga larangan mudik Idul Fitri di 2021 dapat diikuti dan terlaksana dengan baik.
Dia menuturkan masih ada sebanyak 17 persen masyarakat Indonesia yang sampai sekarang tidak percaya adanya COVID-19 dan menganggap hal itu adalah sebuah rekayasa serta konspirasi.
"Kepada unsur pimpinan baik di pemerintahan termasuk TNI/Polri dan juga tokoh masyarakat juga khususnya kepada ulama, mari memahami tentang COVID-19 ini dan menyampaikan kepada masyarakat. Karena masih ada yang belum percaya COVID-19 sebanyak 17 persen," ujar Doni.
Meskipun pemerintah melarang aktivitas mudik pada 6-17 Mei 2021, bukan berarti sebelum atau sesudah waktu yang ditentukan itu diperbolehkan mudik.
Dengan adanya pelarangan mudik itu, masyarakat diminta betul-betul memahami bahwa konteks aturan pemerintah tersebut juga lebih kepada upaya pencegahan.
"Jadi kalau dilarang mudik, itu bukan berarti sebelum tanggal 6 bisa pulang kampung," ujar Doni.
Doni mengatakan adanya aturan pemerintah untuk melarang kegiatan mudik itu murni untuk memutus mata rantai penularan COVID-19 yang berpotensi dibawa masyarakat dari satu daerah ke daerah lain.
"Mobilisasi orang dari suatu daerah ke daerah lain dalam jumlah yang besar itu sama dengan menimbulkan potensi, mengantarkan COVID-19 ke daerah yang landai," tuturnya.
Baca juga: Dinkes Jateng masifkan sosialisasi terkait larangan mudik
Baca juga: Polda Jateng mulai edukasi terkait larangan mudik di 14 titik
"Kita tidak ingin pertemuan silaturahmi berakhir dengan hal yang sangat tragis. Kehilangan orang-orang yang kita sayangi. Kehilangan orang-orang yang kita cintai. Jangan sampai terjadi,” kata Doni yang juga Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Sabtu.
Doni terus mengingatkan masyarakat agar tidak melaksanakan mudik pada Hari Raya Idul Fitri di tahun 2021 karena pandemi COVID-19 belum berakhir dan potensi penularan dari mobilitas manusia pada hari raya dan libur nasional sangat tinggi.
"Tidak mudik. Dilarang mudik," ujar Doni.
Melalui pelarangan mudik tersebut, pemerintah tidak ingin adanya pertemuan silaturahmi yang dilakukan oleh masyarakat kemudian menimbulkan penularan COVID-19 dan berakhir pada angka kematian yang tinggi.
Pelarangan mudik sebagaimana yang tertuang pada Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri 1442 H telah dikeluarkan pada 7 April 2021.
Aturan tersebut dikeluarkan semata-mata untuk mencegah terjadinya penularan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
“Jangan ada yang keberatan. Menyesal nanti," tutur Doni.
Doni meminta seluruh unsur pemerintah daerah termasuk tokoh adat dan tokoh agama agar terus berupaya memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakatnya, sehingga larangan mudik Idul Fitri di 2021 dapat diikuti dan terlaksana dengan baik.
Dia menuturkan masih ada sebanyak 17 persen masyarakat Indonesia yang sampai sekarang tidak percaya adanya COVID-19 dan menganggap hal itu adalah sebuah rekayasa serta konspirasi.
"Kepada unsur pimpinan baik di pemerintahan termasuk TNI/Polri dan juga tokoh masyarakat juga khususnya kepada ulama, mari memahami tentang COVID-19 ini dan menyampaikan kepada masyarakat. Karena masih ada yang belum percaya COVID-19 sebanyak 17 persen," ujar Doni.
Meskipun pemerintah melarang aktivitas mudik pada 6-17 Mei 2021, bukan berarti sebelum atau sesudah waktu yang ditentukan itu diperbolehkan mudik.
Dengan adanya pelarangan mudik itu, masyarakat diminta betul-betul memahami bahwa konteks aturan pemerintah tersebut juga lebih kepada upaya pencegahan.
"Jadi kalau dilarang mudik, itu bukan berarti sebelum tanggal 6 bisa pulang kampung," ujar Doni.
Doni mengatakan adanya aturan pemerintah untuk melarang kegiatan mudik itu murni untuk memutus mata rantai penularan COVID-19 yang berpotensi dibawa masyarakat dari satu daerah ke daerah lain.
"Mobilisasi orang dari suatu daerah ke daerah lain dalam jumlah yang besar itu sama dengan menimbulkan potensi, mengantarkan COVID-19 ke daerah yang landai," tuturnya.
Baca juga: Dinkes Jateng masifkan sosialisasi terkait larangan mudik
Baca juga: Polda Jateng mulai edukasi terkait larangan mudik di 14 titik