Banyumas (ANTARA) - Seorang pembudi daya maggot (larva lalat Black Soldier Fly/BSF), red) di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Arky Gilang (35) membidik pasar lokal karena dinilai lebih menguntungkan daripada pasar ekspor.

"Kami pada tahun 2019 sempat mengekspor maggot kering ke Amerika, Inggris, India, dan China, responnya bagus dan mulai banyak kuotanya. Namun begitu terjadi pandemi COVID-19, masalah ekspor terkendala, sehingga kami mencoba untuk mengedukasi pasar lokal," katanya di Desa Banjaranyar, Kecamatan Sokaraja, Banyumas, Selasa.

Dari hasil edukasi tersebut, kata dia, ternyata potensi pasar lokal sangat besar sesuai dengan prediksi.

Setelah dilakukan penghitungan, lanjut dia, potensi pasar lokal jauh lebih besar jika dibandingkan dengan pasar ekspor.

Menurut dia, hal itu disebabkan dalam melakukan ekspor banyak hal yang harus disiapkan seperti kepengurusan dokumen dan biayanya lebih besar.

"Oleh karena itu, kami putuskan untuk fokus ke pasar lokal karena ternyata potensi pasar dalam negeri pun cukup besar," katanya menegaskan.

Baca juga: Warga Temanggung kembangkan maggot BSF sebagai pakan ternak alternatif

Lebih lanjut, Arky mengakui saat masih melakukan ekspor, pihaknya mampu mengirimkan sekitar 0,5 ton maggot kering per bulan sesuai dengan kapasitas pengeringan di tempat usahanya.

Ia mengatakan harga maggot kering kualitas ekspor tersebut berkisar Rp75 ribu hingga Rp100 ribu per kilogram meskipun di negara tujuan dijual dengan harga lebih dari Rp300 ribu per kilogram.

"Kebanyakan penggunaan maggot di negara tujuan ekspor untuk makanan ternak maupun hewan piaraan," katanya menjelaskan.

Kendati harga maggot kering untuk ekspor itu bisa mencapai Rp100 ribu per kilogram, dia mengatakan angka tersebut termasuk untuk kepengurusan dokumen dan sebagainya, sehingga jauh lebih menguntungkan pasar lokal yang harganya berkisar Rp50 ribu hingga Rp75 ribu per kilogram karena lebih simpel dalam penjualannya.

Menurut dia, potensi pasar lokal tersebut tergolong besar karena kebutuhan pembudi daya ikan terhadap maggot sebagai pakan alternatif cenderung meningkat seiring dengan kenaikan harga pelet atau pakan ikan pabrikan.

"Untuk kebutuhan Jabodetabek saja, saya dan teman-teman (pembudi daya maggot) memenuhi 7 ton maggot kering per bulan saja masih kurang banyak," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya berupaya meningkatkan kapasitas produksi maggot kering dari sebelumnya 0,5 ton per bulan menjadi 1 ton per bulan.

Terkait dengan produksi maggot di tempat usahanya, Arky mengatakan setiap harinya mampu memroduksi 5 kuintal maggot basah (larva hidup, red.) atau sekitar 15 ton per bulan.

"Kalau dikeringkan, hasilnya sepertiganya, sekitar 150-200 kilogram per hari. Larva hidup itu bisa langsung dijadikan pakan untuk ikan lele, bawal, dan sebagainya," katanya.

Ia mengatakan dari kisaran 15 ton larva hidup itu, pihaknya hanya memroduksi 0,5 ton maggot kering, sedangkan sisanya dijual dalam kondisi basah dengan harga sekitar Rp6.000 per kilogram.

Selain memenuhi pasar lokal Banyumas, kata dia, maggot basah atau larva hidup tersebut juga dipasarkan hingga Kebumen, Pati, dan sejumlah daerah lainnya, sedangkan maggot kering dipasarkan hingga Jabodetabek, Batam, Bali, dan Lombok. 

Baca juga: Pembudi daya ikan di dua daerah ikuti pelatihan maggot
 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Wisnu Adhi Nugroho
Copyright © ANTARA 2024