Banyumas (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) memberikan pelatihan budi daya maggot bagi pembudi daya ikan air tawar di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah.
Pelatihan yang dibuka secara resmi oleh anggota Komisi IV DPR RI Sunarna di Desa Banteran, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Kamis sore, diikuti 120 pembudi daya ikan air tawar dari Banyumas dan Cilacap.
Saat ditemui wartawan usai pembukaan, anggota Komisi IV DPR RI Sunarna mengatakan pelatihan tersebut digelar sebagai upaya untuk meningkatan kesejahteraan pembudi daya ikan air tawar.
"Nantinya biar bisa menjadi orang-orang yang berhasil, bisa sejahtera mereka di setiap keluarganya, dalam rangka untuk pemberdayaan diri mereka, tentu perlu pelatihan, perlu pembekalan yang itu tentunya enggak cukup sekali," kata dia yang berasal dari Fraksi PDIP Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIII (Banyumas-Cilacap).
Baca juga: KKP kerja sama dengan Badan Antariksa Inggris
Menurut dia, pelatihan tidak cukup sekali, tetapi bertahap hingga nantinya mereka berhasil dan dapat memberikan dampak signifikan bagi keluarganya sehingga bisa berdaya.
Dia mengaku telah mengunjungi kelompok pembudi daya ikan di sejumlah wilayah Banyumas guna memberikan dukungan selain melalui kegiatan pelatihan tersebut.
"Kita juga perlu sekali memberikan 'support' kepada para penyuluh juga. Kebetulan juga Bu Lily (Kepala Puslatluh KP Lilly Aprilya Pregiwati, red.) 'kerso rawuh' (bersedia datang, red.), itu luar biasa karena memang harus bareng-bareng memberikan 'support', motivasi kepada mereka," katanya.
Sementara itu, Kepala Puslatluh KP Lilly Aprilya Pregiwati mengatakan pihaknya memberikan pelatihan budi daya maggot sebagai alternatif dari pakan pelet atau pabrikan yang biasa diberikan untuk ikan supaya masyarakat bisa menekan biaya produksi yang biasa dikeluarkan untuk membeli pakan hingga 60 persen.
Ia mengharapkan 120 pembudi daya ikan yang mengikuti pelatihan tersebut akan mampu membudidayakan maggot sebagai pakan alternatif pengganti pelet.
"Jadi mungkin awalnya di-mix sampai kemudian nanti dilihat apakah memang bisa diberikan maggot. Supaya nanti mereka bisa baik, saya berharap para penyuluh saya yang ada di sini, dari KKP, bisa mengawal karena ya supaya memastikan apa yang sudah kita kasih hari ini, itu bisa memberikan manfaat," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, pelatihan tersebut melibatkan penyuluh dari Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal.
Disinggung mengenai perbandingan hasil produksi ikan antara yang menggunakan pelet, campuran pelet-maggot, dan maggot murni, Lilly mengakui pihaknya belum memiliki analisis secara detailnya.
Baca juga: Pengamat: Intensifkan pemberdayaan masyarakat pantai
"Budi daya maggot itu awalnya dikembangkan oleh Balai Riset Budi Daya Ikan Hias yang ada di Depok. Jadi nanti kita coba akan lihat bagaimana hasil analisis yang pernah dilakukan, tapi saya berharap ini setidaknya bisa menekan," jelasnya.
Ia mengatakan hal itu disebabkan harga pakan pabrikan atau pelet sangat tinggi sehingga penggunaan maggot sebagai pakan alternatif diharapkan bisa menekan biasa produksi.
Menurut dia, maggot bisa diberikan sebagai pakan dalam kondisi hidup, sebagai pengganti tepung dari komponen pakan, dan bisa juga dibekukan atau dalam bentuk produk lain.
"Sebenarnya sudah banyak perusahaan yang membuat produk ini (maggot, red.) untuk dijual. Makanya jangan sampai nanti itu sudah dikomersialkan, tapi petani atau pembudi daya ini tidak bisa memanfaatkan untuk sendiri," katanya.
Ia mengatakan budi daya maggot selain untuk efisiensi pakan, juga dalam rangka penanggulangan sampah.
Baca juga: Tanggung jawab KKP awasi benih lobster di perairan Karimunjawa
Menurut dia, hal itu disebabkan maggot dibudidayakan melalui sampah-sampah organik.
"Ini memang saya kira kontinuitas juga ya, bukan berarti satu kali dibuat selesai, makanya perlu dibuat kelompok. Kalau perorangan, berapa sih sampah di satu keluarga, kan tidak banyak. Kalau kelompok di regional, nanti diatur, diidentifikasi, dihitung berapa kebutuhannya, mudah-mudahan analisisnya bisa keluar," katanya.
Pelatihan yang dibuka secara resmi oleh anggota Komisi IV DPR RI Sunarna di Desa Banteran, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Kamis sore, diikuti 120 pembudi daya ikan air tawar dari Banyumas dan Cilacap.
Saat ditemui wartawan usai pembukaan, anggota Komisi IV DPR RI Sunarna mengatakan pelatihan tersebut digelar sebagai upaya untuk meningkatan kesejahteraan pembudi daya ikan air tawar.
"Nantinya biar bisa menjadi orang-orang yang berhasil, bisa sejahtera mereka di setiap keluarganya, dalam rangka untuk pemberdayaan diri mereka, tentu perlu pelatihan, perlu pembekalan yang itu tentunya enggak cukup sekali," kata dia yang berasal dari Fraksi PDIP Daerah Pemilihan Jawa Tengah VIII (Banyumas-Cilacap).
Baca juga: KKP kerja sama dengan Badan Antariksa Inggris
Menurut dia, pelatihan tidak cukup sekali, tetapi bertahap hingga nantinya mereka berhasil dan dapat memberikan dampak signifikan bagi keluarganya sehingga bisa berdaya.
Dia mengaku telah mengunjungi kelompok pembudi daya ikan di sejumlah wilayah Banyumas guna memberikan dukungan selain melalui kegiatan pelatihan tersebut.
"Kita juga perlu sekali memberikan 'support' kepada para penyuluh juga. Kebetulan juga Bu Lily (Kepala Puslatluh KP Lilly Aprilya Pregiwati, red.) 'kerso rawuh' (bersedia datang, red.), itu luar biasa karena memang harus bareng-bareng memberikan 'support', motivasi kepada mereka," katanya.
Sementara itu, Kepala Puslatluh KP Lilly Aprilya Pregiwati mengatakan pihaknya memberikan pelatihan budi daya maggot sebagai alternatif dari pakan pelet atau pabrikan yang biasa diberikan untuk ikan supaya masyarakat bisa menekan biaya produksi yang biasa dikeluarkan untuk membeli pakan hingga 60 persen.
Ia mengharapkan 120 pembudi daya ikan yang mengikuti pelatihan tersebut akan mampu membudidayakan maggot sebagai pakan alternatif pengganti pelet.
"Jadi mungkin awalnya di-mix sampai kemudian nanti dilihat apakah memang bisa diberikan maggot. Supaya nanti mereka bisa baik, saya berharap para penyuluh saya yang ada di sini, dari KKP, bisa mengawal karena ya supaya memastikan apa yang sudah kita kasih hari ini, itu bisa memberikan manfaat," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, pelatihan tersebut melibatkan penyuluh dari Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal.
Disinggung mengenai perbandingan hasil produksi ikan antara yang menggunakan pelet, campuran pelet-maggot, dan maggot murni, Lilly mengakui pihaknya belum memiliki analisis secara detailnya.
Baca juga: Pengamat: Intensifkan pemberdayaan masyarakat pantai
"Budi daya maggot itu awalnya dikembangkan oleh Balai Riset Budi Daya Ikan Hias yang ada di Depok. Jadi nanti kita coba akan lihat bagaimana hasil analisis yang pernah dilakukan, tapi saya berharap ini setidaknya bisa menekan," jelasnya.
Ia mengatakan hal itu disebabkan harga pakan pabrikan atau pelet sangat tinggi sehingga penggunaan maggot sebagai pakan alternatif diharapkan bisa menekan biasa produksi.
Menurut dia, maggot bisa diberikan sebagai pakan dalam kondisi hidup, sebagai pengganti tepung dari komponen pakan, dan bisa juga dibekukan atau dalam bentuk produk lain.
"Sebenarnya sudah banyak perusahaan yang membuat produk ini (maggot, red.) untuk dijual. Makanya jangan sampai nanti itu sudah dikomersialkan, tapi petani atau pembudi daya ini tidak bisa memanfaatkan untuk sendiri," katanya.
Ia mengatakan budi daya maggot selain untuk efisiensi pakan, juga dalam rangka penanggulangan sampah.
Baca juga: Tanggung jawab KKP awasi benih lobster di perairan Karimunjawa
Menurut dia, hal itu disebabkan maggot dibudidayakan melalui sampah-sampah organik.
"Ini memang saya kira kontinuitas juga ya, bukan berarti satu kali dibuat selesai, makanya perlu dibuat kelompok. Kalau perorangan, berapa sih sampah di satu keluarga, kan tidak banyak. Kalau kelompok di regional, nanti diatur, diidentifikasi, dihitung berapa kebutuhannya, mudah-mudahan analisisnya bisa keluar," katanya.