Semarang (ANTARA) - Pendidikan sebelum melangsungkan pernikahan atau pranikah penting dilakukan tidak hanya pasangan calon pengantin, melainkan juga para remaja untuk mencegah dan mengurangi berbagai masalah sosial dan hak asasi manusia yang berhubungan dengan perkawinan dan keluarga sekaligus sebagai upaya mencegah pernikahan usia anak dan perceraian.

"Pendidikan pranikah akan membekali pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan bagi pasangan calon pengantin atau remaja usia pranikah, sehingga memiliki kesiapan dan kematangan yang memadai. Terutama kesiapan, fisik, biologis, dan menjadi orang tua," kata Ketua Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Jateng Nawal Arafah Yasin.

Hal tersebut dijelaskan Nawal saat memberi sambutan secara virtual pada webinar bertajuk "Pendidikan Pranikah" di Semarang, Minggu (22/11).

Baca juga: Cegah anak telantar, Wagub Jateng tekankan pentingnya edukasi pranikah

Nawal menjelaskan pendidikan pranikah harus diberikan kepada remaja atau siswa-siswi yang sudah memasuki usia pranikah, yakni usia 17- 18 tahun.

Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan pendidikan SMA, SMK, MA, atau pondok pesantren yang di desa-desa bekerja sama dengan pemerintah desa. 

Menurut Nawal, para remaja yang telah masuk usia pranikah dan pasangan calon pengantin, harus dibekali 10 pengetahuan penting di antaranya, menyangkut undang-undang tentang Perkawinan, UU tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU tentang Perlindungan Anak.

Selain itu juga harus mengetahui pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seksual, relasi dan pembagian peran atau tanggung jawab yang adil antara suami dan istri.   

Menurut Nawal, pendidikan pranikah juga sebagai salah satu upaya pencegahan pernikahan anak di Provinsi Jawa Tengah, karenanya pemerintah dan masyarakat mempunyai peran penting dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Saat ini keluarga menghadapi banyak tantangan seperti tingginya kasus kekerasan dalam rumah tangga, penelantaran anak, perkawinan anak, kematian ibu melahirkan, kematian bayi dan balita, gizi buruk, dan penularan HIV dan AIDS, ibu kepala rumah tangga, anak kepala keluarga, terorisme radikalisme, kemiskinan, dan pandemi COVID-19," jelasnya.

Selain itu tantangan keluarga di era teknologi atau modern pun, tambah Nawal, semakin kompleks, sehingga pendidikan agama dalam keluarga juga harus diketahui, harus ada tanggung jawab dan peran keluarga dalam pembangunan, ada komunikasi dan manajemen konflik dalam rumah tangga, serta mengetahui manajemen keuangan dalam rumah tangga.

Kasi Kepenghuluan Kanwil Kemenag Jateng Agus Suryo Suripto menambahkan terkait pendidikan pranikah, Kemenag telah menyelenggarakan dua program yakni bimbingan perkawinan yang diperuntukan bagi calon pengantin dengan pelaksanaan selama dua hari pada 10 hari sebelum menikah.

"Kemudian pendidikan remaja pranikah juga menyasar kepada pelajar kelas 2 SMA atau SMK, pondok pesantren, mahasiswa, serta organisasi-organisasi kepemudaan," katanya. (Kom)

Baca juga: Kemenag Pekalongan Wajibkan Calon Pengantin Ikut Kursus Pranikah


Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024