Solo (ANTARA) - Kerbau tertua koleksi Keraton Solo mati pada pukul 07.00 WIB, Rabu akibat penyakit radang lambung yang diderita sejak lima hari terakhir.
"Akibat radang lambung ini kalau makan pasti 'mbalik' (dimuntahkan) lagi. Selain itu, kalau menurut dokter ya faktor usia juga," kata Heri Sulistyo salah satu abdi dalem keraton yang sehari-hari bertugas memelihara kerbau milik keraton.
Ia mengatakan kebo bule yang dinamakan Nyai Manis Sepuh tersebut mati di umur 35 tahun. Dengan berkurangnya satu ekor kerbau, dikatakannya, saat ini kerbau milik Keraton Solo tersisa 21 ekor.
Menurut dia, untuk penguburan kerbau Nyi Manis Sepuh sendiri dilakukan di Sitinggil Keraton Surakarta. Ia mengatakan untuk prosesi penguburan dipimpin oleh ulama keraton dan sebelum dikubur, kerbau dibungkus dengan kain kafan berwarna putih.
"Untuk 'ubo rampe' (perlengkapan) yang dipakai juga ada dupa dan bunga. Proses penguburan sekitar tiga jam," katanya.
Sementara itu, kerbau koleksi Keraton Solo atau disebut juga dengan kebo bule hingga saat ini masih dianggap keramat oleh sebagian orang. Bahkan, setiap malam 1 Sura atau 1 Muharram Keraton Solo menyelenggarakan arak-arakan yang juga diikuti kebo bule.
Pada kirab tersebut, kebo bule sebagai "cicik lampah" atau pembuka iring-iringan yang diikuti oleh seluruh anggota keluarga Keraton Solo. Bahkan, sebagian orang tidak ragu untuk mengambil sisa makanan maupun kotoran yang dikeluarkan selama arak-arakan karena dianggap sebagai pembawa berkah.
Heri mengatakan sehari-harinya kerbau koleksi keraton dikandangkan di kawasan Alun-alun Selatan Surakarta. Ia mengatakan 22 kerbau tersebut menempati tiga kandang yang berbeda.
"Hampir setiap sore ada saja pengunjung yang datang hanya untuk melihat-lihat kebo bule ini," katanya.
"Akibat radang lambung ini kalau makan pasti 'mbalik' (dimuntahkan) lagi. Selain itu, kalau menurut dokter ya faktor usia juga," kata Heri Sulistyo salah satu abdi dalem keraton yang sehari-hari bertugas memelihara kerbau milik keraton.
Ia mengatakan kebo bule yang dinamakan Nyai Manis Sepuh tersebut mati di umur 35 tahun. Dengan berkurangnya satu ekor kerbau, dikatakannya, saat ini kerbau milik Keraton Solo tersisa 21 ekor.
Menurut dia, untuk penguburan kerbau Nyi Manis Sepuh sendiri dilakukan di Sitinggil Keraton Surakarta. Ia mengatakan untuk prosesi penguburan dipimpin oleh ulama keraton dan sebelum dikubur, kerbau dibungkus dengan kain kafan berwarna putih.
"Untuk 'ubo rampe' (perlengkapan) yang dipakai juga ada dupa dan bunga. Proses penguburan sekitar tiga jam," katanya.
Sementara itu, kerbau koleksi Keraton Solo atau disebut juga dengan kebo bule hingga saat ini masih dianggap keramat oleh sebagian orang. Bahkan, setiap malam 1 Sura atau 1 Muharram Keraton Solo menyelenggarakan arak-arakan yang juga diikuti kebo bule.
Pada kirab tersebut, kebo bule sebagai "cicik lampah" atau pembuka iring-iringan yang diikuti oleh seluruh anggota keluarga Keraton Solo. Bahkan, sebagian orang tidak ragu untuk mengambil sisa makanan maupun kotoran yang dikeluarkan selama arak-arakan karena dianggap sebagai pembawa berkah.
Heri mengatakan sehari-harinya kerbau koleksi keraton dikandangkan di kawasan Alun-alun Selatan Surakarta. Ia mengatakan 22 kerbau tersebut menempati tiga kandang yang berbeda.
"Hampir setiap sore ada saja pengunjung yang datang hanya untuk melihat-lihat kebo bule ini," katanya.